Chapter 8

80 67 3
                                    

Hallo semuanya! Jangan lupa Vote dan Komen, ya! Untuk meninggalkan jejak.
Terima kasih !!

Setelah merenungkan tentang apa yang terjadi akhir-akhir ini, Alin sempat melirik sekilar amplop itu, tempo hari Anna memberikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah merenungkan tentang apa yang terjadi akhir-akhir ini, Alin sempat melirik sekilar amplop itu, tempo hari Anna memberikannya. Gadis itu sempat ingin menggunakan uang tersebut untuk pergi mengunjungi klinik dokter saraf.

"Kira-kira, kalo aku pakai uang itu..." Alin menatap amplop itu, lalu gadis itu beranjak dan mengambil amplop yang tergeletak di atas meja belajarnya.

"Pake aja," putusnya.

Akhirnya gadis itu bersiap-siap untuk berkunjung ke dokter saraf, ia menggunakan pakaian santai dan nyaman, untuk mengurangi rasa gugup bila sudah berada di sana. Alin sempat menatap dirinya di hadapan cermin kamarnya. Sebenernya apa yang terjadi? Kenapa semua ini terasa janggal? Kenapa aku bisa lupa? Pikiran itu terus saja memenuhi benaknya.

Ia tidak punya alasan untuk memberi tahu kepada Ibu atau pun Kakaknya. Ia juga tidak mau membuat mereka merasa khawatir kepada dirinya. Hingga akhirnya, Alin meleos tanpa berpamitan.

Gadis itu berhasil keluar rumah pada siang itu, dengan tujuan berkunjung ke klinik dokter saraf di Rumah Sakit Rumadikta yang sempat ia lirik.

"Huft ... semoga aja gak kenapa-napa," ungkap Alin, sejujurnya rasa gugup dan tegang melanda hatinya, terlebih karena ia tidak memberi tahu kepada sang Ibu bahwa dirinya akan berkunjung ke rumah sakit.

Hingga akhirnya, gadis itu sudah menginjakkan kakinya di hadapan klinik saraf itu. Gadis itu hanya terdiam saja, sambil membaca banner-banner yang terpampang jelas di sana. Banyak sekali penyakit-penyakit saraf yang terpampang jelas di situ.

Akhirnya Alin memutuskan untuk berjalan menghampiri resepsionis klinik itu. Dengan langkah yang kecil, ternyata lambat laun ia sudah berada di hadapan resepsionis.

"Hallo, selamat siang. Silakan di isi formulir pendaftaran dahulu, dan keluhannya, Kak." Resepsionis itu mengajukan selembar kertas dan sebatang pulpen untuk Alin mengisinya. Lalu gadis itu mulai menuliskan beberapa jawaban seperti, namanya, tanggal lahir, alamat rumah, dan keluhannya.

"Baik, informasinya saya terima. Silakan di tunggu," ujar Resepsionis itu, lalu Alin hanya mengangguk saja, sambil tersenyum simpul. Gadis itu mulai berjalan menjauhi Resepsionis itu, lalu menduduki sala-satu kursi tunggu di sana. Saat ia sempat melirik sekitarnya, hanya ada beberapa lansia yang menunggu.

"Kamu masih muda, kenapa di sini? Sakit apa, Mbak?" Sala satu Nenek-nenek di sana tampak mengajak Alin untuk berkomunikasi. Nenek itu tampak masih sedikit muda, wajahnya memang berkeriput, namun tidak terlalu.

"Eem.. Saya mungkin harus segera di periksa, karna belum tau sakit apa," jawab Alin sambil menatap Nenek itu.

"Semoga tidak apa-apa, ya, kamu masih terlihat muda, sama seperti cucu saya," ujar Nenek itu. Lalu Alin hanya mengangguk saja sambil tersenyum.

"Cucu saya seorang laki-laki yang nakal, selalu saja buat ibunya marah-marah," ujar Nenek itu lagi. Alin hanya terkekeh kecil mendengar hal itu. "Pasti cucu nenek masih anak-anak muda," jawab Alin.

"Dia memang masih muda, tetapi badannya tinggi seperti tiang listrik. Cucu saya lagi di luar ... apa kamu mau bertemu?" Alin langsung menggeleng saja, menolak ajakan si Nenek. Bagaimana bisa? Ia pergi ke klinik dokter saraf untuk berobat, bukan berkenalan.

"Siapa namamu?" tanya Nenek itu lagi. Alin langsung menaiki kedua halisnya sambil menjawab, "Alinne."

"Nama yang cantik, seperti pemiliknya." Alin langsung tersenyum manis saat mendengar hal itu.
"Nenek bisa aja, deh!" Lalu Nenek tampak terkekeh kecil.

"Nenek tinggal sama anak dan cucu, kemarin cucu nenek kena kasus. Tapi sekarang dia udah bebas," ujar Nenek itu. Lalu Alin tampak mengangguk saja mendengarkan cerita yang Nenek lontarkan. Sejujurnya, cerita itu terdengar sangat mengasyikkan bagi Alin, karena ia tidak pernah mendengar orang tua bercerita kepadanya.

"Nenek! Farhan baru aja beli kue..." Farhan menghentikan langkahnya saat melihat sang Nenek sedang berbicara dengan seorang gadis cantik. Ia terdiam sejenak, mengingat siapa gadis itu.

"Alin?"

📖📖📖

LUPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang