Chapter 11

56 53 4
                                    

Hallo semuanya! Jangan lupa Vote dan Komen, ya! Untuk meninggalkan jejak.
Terima kasih !!

Sebuah notifikasi terdengar di keheningan kamar Alin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah notifikasi terdengar di keheningan kamar Alin. Gadis itu menghentikan aktivitasnya yang sedang menulis buku diary. Ia berjalan menghampiri ponselnya yang berada di atas ranjang.

Alin berharap, notifikasi itu berasal dari Reyhan yang menghubunginya. "Apa nih?" ucap Alin setelah membuka pesan dari nomor yang tak ia ketahui. Buyar sudah harapan Alin seketika ternyata bukan Reyhan yang menghubunginya.

 Buyar sudah harapan Alin seketika ternyata bukan Reyhan yang menghubunginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu langsung merubah raut wajahnya sedih. Ternyata, dokter Cellue telah memberikan satu file yang berisikan foto penanganan untuk penyakit yang di idap olehnya. Alin langsung melempar pelan ponselnya ke arah tumpukan bantal di hadapannya. Lalu ia mulai sedikit memukul-mukul bantal itu, melampiaskan rasa kesalnya.

"Kesel, deh! Kenapa aku harus jalani ini semua?" Alin masih memukul bantalnya dengan pukulan yang semakin keras. Sehingga, suara pukulan bantal itu bisa terdengar ke luar kamar gadis itu.

Dengan sigap, Ibu langsung mengetuk pintu kamar Alin saat mendengar suara abstrak pukulan itu dari luar.

"Alin?" panggil Ibu sambil mengetuk pintu kamarnya. Alin tidak menjawab apa pun, gadis itu masih terdiam sambil terus menghapus air mata yang sudah mengalir di pipinya sedari tadi, lalu ia memutuskan untuk beranjak dari kasurnya, dan menghampiri pintu kamarnya.

Alin membuka pintu itu, mendapati sesosok Ibu yang sudah berdiri di depannya. Seketika Alin langsung memeluk tubuh Ibu, sambil mengeluarkan kekesalan di dadanya. Begitulah Alin, jika ia merasa kesal, bukan amarah yang ia keluarkan, melainkan sebuah tangisan yang terdengar pilu.

"Kenapa? Kok nangis?" tanya Ibu sambil membalas pelukan itu. Alin hanya menggeleng saja, dengan tangisan yang masih terus keluar tanpa henti.

Seketika Ibu langsung mengusap puncak kepala gadis itu, berharap Alin akan merasa jauh lebih tenang saat ia merasakan belaian itu. Namun, ternyata harapan itu hanyalah sebuah asap, Alin tak terlihat tenang saat menerima belaian itu.

LUPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang