Hallo semuanya! Jangan lupa Vote dan Komen, ya! Untuk meninggalkan jejak.
Terima kasih !!
"Alin!" panggilan itu terdengar tak asing baginya, Alin langsung mencari suara itu, saat ia sudah menemukannya, ia melihat Reyhan bersama seorang gadis yang cukup cantik di sana.Alin langsung terdiam, gadis itu berjalan kecil menghampiri Reyhan yang sedang berlari ke arahnya. "Kamu ngapain di sini?" tanya Reyhan. Seketika gadis cantik itu ikut menghampiri Alin.
Alin langsung menatap gadis itu, tatapan itu sepertinya di pahami oleh gadis tersebut. "Hai, gue Tissa." Tissa langsung mengulurkan tangannya, berharap Alin mau menerima uluran itu.
"Aku Alin," jawab Alin. Uluran itu pun ia jawab.
"Jadi dia, Han?" tanya Tissa sambil menatap Reyhan. Seketika Reyhan langsung mengangguk cepat. "Cakep juga. Tapi sayang ... ga akan di restui," lanjutnya.
Alin langsung terdiam, ucapan Tissa mampu membuat Alin merasa sesak kembali. Bagaiman bisa? Ucapan itu lantang ia katakan tanpa memikirkan perasaanya?
Seketika Farhan langsung menghampiri mereka bertiga, sambil menunjukkan wajah datar khas miliknya.
"Kalo dia." Farhan menunjuk Alin. "Gak di restuin, biar gue aja yang milikin!" lanjutnya. Ucapan itu mampu membuat Reyhan sedikit tersentak, raut wajahnya terlihat sangat kesal.
"Maksud lo?" Reyhan membuka suara, laki-laki itu menatap Farhan dengan tatapan tajam. Farhan tampak menaiki bahunya sambil mengulas wajah meledek. Namun, Alin langsung menginjak kaki Farhan, tetapi ia lakukan secara diam-diam.
"Aws.. sakit, Lin," keluh Farhan sambil menatap Alin. Tetapi Alin memutuskan untuk menutup teling, gadis itu tak mau menghancurkan janji pernikahannya bersama Reyhan.
Tiba-tiba saja, Reyhan menarik tangan Alin lalu membawa gadis itu menjauh dari Tissa dan Farhan. Sepertinya Reyhan akan membawa Alin untuk pergi dari tempat ini, ia juga tidak mengetahui bahwa Ibu pun sedang berada di sini.
Saat Reyhan menarik tangan Alin, Ibu melihat mereka. "Alin, Reyhan.. Sini dulu!" teriak Ibu. Seketika Reyhan langsung menoleh ke arah suara, ia langsung berjalan sambil memegang tangan Alin untuk menghampiri Ibu di sana. Banyak sekali teman-teman Ibu yang hadir.
"Kalian mau ke mana?" tanya Ibu saat melihat keduanya. Reyhan langsung memberi salam kepada Ibu, ia mencium punggung tangan Ibu.
"Saya izin berbicara dengan Alin di sana, Bu," jawab Reyhan sambil menatap Ibu. Ibu hanya bisa mengangguk saja, membiarkan mereka berdua berbicara.
"Ya sudah kalau begitu." Reyhan mengangguk sambil tersenyum manis. "Saya permisi dulu." Akhirnya Reyhan menarik Alin kembali, gadis itu hanya bisa memasrahkan dirinya, sejujurnya ia juga mempunyai niat yang sama.
Akhirnya, Reyhan membawa Alin ke dalam mobil miliknya, gerakannya sedikit kasar seperti ia sedang merasa marah. Namun, Alin hanya bisa terdiam memanuti apa pun yang Reyhan tunjukkan.
Saat keduanya sudah berada di dalam mobil, Reyhan menyalan AC mobilnya, ia juga berusaha membuat Alin merasa tenang, dengan cara memberi beberapa makanan ciki-ciki yang berada di bangku belakang mobil itu. Tetapi, Alin malah melihat beberapa barang perempuan di dalam mobil Reyhan, seperti Lipstick, parfum, ikat rambut, dan lain-lain. Seketika pikirannya tertuju kepada Tissa.
"Ini semua, punya siapa?" tanya Alin sambil mengambil sebagian barang perempuan itu. Reyhan langsung terdiam, tatapannya ia alihkan ke arah depan.
"Punya Tissa," jawab Reyhan tanpa menoleh sedikit pun. Lalu, laki-laki itu menyalakan mobilnya, dan membawa Alin pergi dari situ.
"Kita mau ke mana?" tanya Alin kembali. Tidak ada jawaban apa pun yang di lontarkan oleh Reyhan, hal itu kerap menjadi kepanikan bagi Alin.
Alin terdiam sejenak, menarik napasnya dalam-dalam, untuk sekedar menenangkan dirinya sendiri. Ia telah melupakan obatnya, obat AntiDepress. Resepsionis kemarin mengatakan, jika Alin sudah merasa depresi, minumlah obat itu.
Jantungnya berdetak kencang saat Reyhan mengendarai mobilnya begitu cepat, dasar amarah itu ia lampiaskan kepada kecepatan mobilnya, Alin hanya bisa menundukkan kepalanya saat dadanya terasa sesak kembali. Saat detik itu juga, Alin kembali mengingat semua yang pernah menyakiti dirinya.
"Tissa lebih baik bersama Reyhan"
"Penyakit Alzheimer"
"Masa gitu aja lupa?"
"Ibu tidak setuju"
"Gak di restui"Suara dari perkataan itu terus bergema di kepala Alin, sehingga membuat sakit kepalanya muncul kembali.
"ARGG! Kenapa kamu harus sama laki-laki itu, ALIN!" teriak Reyhan mampu membuat Alin sedikit tersentak.
"KAMU TAU? AKU UDAH CAPE SAMA SEMUANYA!" Reyhan kembali berteriak, nada bicaranya sungguh tidak bersahabat. Seketika Alin langsung menumpahkan tangisannya saat itu juga, gadis itu terus berusaha mengusap air matanya yang terus berjatuhan, tetapi Reyhan tidak memedulikan tangisan itu.
"Kamu tau? Aku rela kasih semua yang kamu mau, asal kamu harus bisa tau diri!" Reyhan kembali berteriak. Sebuah perasaan marah sudah muncul di dalam dada Alin. Gadis itu merasakan amarah yang luar biasa, dadanya terasa sesak, kepalanya terasa sangat sakit, dengan sebagian tenaga yang ia punyai, Alin menatap Reyhan dengan tatapan marah.
"AKU GAK MINTA KAMU UNTUK KASIH INI SEMUA, REYHAN!" Alin menjawab ucapan Reyhan, amarahnya tak sengaja ia keluarkan. Reyhan tak menjawab apa pun, ia malah menghentikan laju mobil itu di pinggir pembatas tebing yang mengarahkan ke arah laut.
Reyhan menatap Alin, tatapan itu sungguh terlihat mengerikan. "Maksud kamu? Kamu gak menghargai apa yang aku berikan selama ini?" Dengan kepala yang terus terasa sakit, Alin mencoba untuk menggeleng kepalanya.
"Maaf, aku jalan sama Tissa karena Ibu mengancam," ujar Reyhan sambil menatap Alin, ada rasa iba yang muncul begitu melihat wajah Alin yang sudah pucat pasif.
"Laki-laki tadi, namanya siapa?" tanya Reyhan sambil terus menatap Alin. Alin tak bisa menjawab apa pun lagi, pandangannya kembali kabur perlahan-lahan menghitam, hingga akhirnya ia tak sadarkan apa pun.
📖📖📖
KAMU SEDANG MEMBACA
LUPA
Teen FictionAlinne Laucner- Seorang gadis berusia 20 tahun kerap mengidap penyakit Alzheimer akibat trauma kepala di masa lalunya. Seiring berjalannya waktu, ingatan gadis itu kian menghilang sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya, semuanya sudah ia lupakan. T...