25

6.7K 464 54
                                    

Telinga Jeonghan berdenging, nafasnya tesengal, ia tertunduk diatas lantai batu yang dingin. Ia bisa merasakan kehadiran seorang pemimpin dengan aura yang sangat kuat, aura yang membuat siapapun dalam jarak tertentu menunduk, meminta ampun, meminta belas kasihan, meminta agar nyawanya tidak diambil oleh sang pemimpin.

Semua orang yang tadi berada bersamanya pun merasakan hal yang sama, sebagian terbatuk, sebagian menangis dalam diamnya dan sebagian lagi menunduk sangat dalam.

Keheningan yang sangat tidak biasa itu, membuat Jeonghan merasakan adanya hal yang sangat tidak biasa. Dirinya yang seorang omega saja merasakan ketakutan dan beban yang sangat besar. Omega yang memang selalu harus tunduk, ia tidak bisa membayangkan apa rasanya bagi para alpha dan beta yang berada bersama mereka.

Dipaksa untuk menunduk dan patuh hanya kepada satu orang. Seorang pria yang umurnya tidak bisa disebut matang, dari kejauhan Jeonghan dapat mendengar suara pedang yang diseret secara kasar, melewati tanah-tanah yang basah dan kemerahan akibat darah yang menutupi bagian atasnya, membuat rerumputan yang berwarna hijau kini mendapatkan corak warna merah legam.

Kepalanya melirik kesamping, melihat baju yang ia pakai bagian luarnya sudah tersobek akibat lepasan panah yang menghampirinya di atas sini, Jeonghan selamat. Kulitnya hanya tergores sedikit tanpa meninggalkan luka yang berarti, hanya goresan merah.

Salah satu pemanah berhasil menarik tubuhnya dari poisisnya berdiri tadi, hingga anak panah itu meleset mengenai dada Jeonghan.

Tetapi bukan itu masalahnya sekarang, masalahnya adalah Seungcheol yang bisa saja memenggal seluruh kepala yang berada di hadapannya, beratus-ratus nyawa bisa dihilangkan selama tubuh itu kuat, selama kepalanya tidak mendingin, Seungcheol bisa melakukannya seorang diri, pria itu mampu.

Jeonghan merangkak, tangannya terulur untuk menarik tubuhnya agar bisa berdiri kembali di pinggir dinding, berdiri dengan kedua lututnya dan kedua bola mata Jeonghan membesar. Ia melihat sendiri bagaimana semua orang kini berada di posisi yang sama, bersimpuh dan menunduk. Hanya satu orang yang berdiri disana, dan Jeonghan dapat melihat bagaimana orang-orang berusaha menyelamatkan diri mereka dengan merangkak menjauh.

"Seungcheol.." bisik Jeonghan, ia tidak mau suaminya itu berubah menjadi monster. Bahkan Mingyu, kesatria terkuat di kerajaan mereka pun tidak mampu untuk menahan Seungcheol pergi, pria besar itu tertunduk dan bersimpuh.

"SEUNGCHEOL!" Jeonghan berteriak, walau setelahnya ia terbatuk. Ia harus menghentikan Seungcheol, ia harus mendapatkan perhatian pria itu. Seungcheol mengangkat kedua tangannya yang memegang pedang, dan tepat dihadapan Jeonghan kejadian yang sangat mengerikan terjadi, dengan mudahnya Seungcheol memenggal satu nyawa begitu saja.

"Tidak.. Tidak.. Seungcheol hentikan!" Jeonghan histeris, ia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya. Ia merangkak dan mengambil anak panah serta busurnya, ia harus menghentikan Seungcheol.

Dengan sisa-sisa tenaganya Jeonghan kembali berdiri di ujung dinding pembatas, ia menempatkan anak panahnya dan busurnya. Mengarahkannya kepada Seungcheol yang hanya bisa dihentikan dengan paksa.

Tangan Jeonghan gemetar hebat, di depan matanya sendiri ia menyaksikan suaminya memenggal kepala manusia dengan mudahnya, tanpa belas kasihan, tanpa ragu dan tanpa merasa jijik dengan darah yang menciprat ke arahnya.

Sebagian wajah Seungcheol kini terdapat titik-titik darah segar akibat pemenggalan kepala lawannya, dan Seungcheol tidak akan terhenti. Ia akan terus melanjutkannya kalau tidak ada yang menghentikannya. Mata Jeonghan menyipit, walaupun kedua tangannya gemetar tetapi ia harus menghentikannya.

Ia bahkan mengabaikan rasa sakit yang berasal dari perutnya, rasa mual dan juga air mata yang ia tahan agar tidak terjatuh.

Jeonghan melepaskan anak panahnya, ia harus mendapatkan perhatian Seungcheol. Memberitahukannya bahwa ia baik-baik saja.

Kingdom || Jeongcheol [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang