23

5.5K 419 15
                                    


Saat itu Seungcheol baru kembali kedalam kamar setelah memeriksa sekeliling istana, hanya ada beberapa bagian yang tidak bisa ia periksa dari luar sana. Jadi ia memeriksanya dari dalam. Dengan sangat hati-hati agar tidak menjadi keributan, desas-desus bahwa Jeonghan hamil sudah terdengar di kalangan rakyat.

Yang baru saja Seungcheol ketahui bahwa itulah yang membuat Jeonghan panik tempo hari.

"Mingyu, apa ada baiknya aku mengirim Jeonghan untuk pulang sementara?" Tanya Seungcheol, ia bersama Mingyu yang tentu saja sangat ia percaya, bagaimanapun Mingyu adalah calon penerus panglima perang mereka, salah satu alpha terkuat dalam angkatan perangnya.

"Pulang ke Sharai?" Tanya Mingyu, ia tidak yakin dengan ucapan yang disebutkan oleh sang Pangeran, Seungcheol mengangguk. Ia berjalan menuju pinggiran balkon, dimana Jeonghan biasanya bersantai sambil menatap lautan luas di depan keduanya.

"Aku tidak yakin Yang Mulia, kita tahu watak Pangeran Jeonghan yang akhir-akhir ini sedikit keras kepala. Aku yakin Pangeran Jeonghan tidak akan mau meninggalkan anda sendiri disini."

Seungcheol menatap kebawah, dibawah sana tepat lubang besar pembuangan air dari kerajaan berada. Ia ingat pernah berdiri dipinggir dinding kapur itu, bersama Minki saat mereka kecil dulu.

"Jeonghan belum kembali?"

"Belum Yang Mulia, Pangeran Jeonghan dan Ratu akan kembali satu jam lagi. Saat makan siang."

"Kita masih memiliki waktu untuk berpatroli sekali lagi." Seungcheol berjalan keluar dari kamarnya dengan Mingyu yang mengikuti dari belakang, ia meminta tukang pandai besi untuk membuat rangka besi pada balkon mereka. Musuh selalu memiliki rencana yang tidak bisa ia prediksi, lebih baik mencegah daripada harus menyesal.

Keduanya berjalan keluar dari kamar, kegelisahan hati Seungcheol selama dua minggu ini tidak pernah surut. Beberapa malam ia habiskan hanya untuk menatap wajah Jeonghan yang tertidur pulas disampingnya, kandungan Jeonghan yang umurnya semakin bertambah membuatnya gusar, ia sangat takut apa yang terjadi pada ayahnya akan terjadi padanya juga.

Kehilangan penerus, kehilangan putra atau putri. Kehilangan adalah musuh terbesar Seungcheol, ia akan melakukan apapun untuk menjaga keluarganya dan seluruh rakyatnya. 

Permasalahan tentang siapa orang dalam belum juga dapat ia pecahkan, walaupun sudah ada beberapa orang yang ia curigai, tetapi bukti yang ia miliki belum juga kuat.

Seungcheol dan Mingyu kini tengah berpatroli disekitar kebun milik ratu, ia sengaja berpatroli dangat dekat dengan dinding pembatas kerajaan dan hutan diluar sana. Dinding pembatas itu sangat tinggi, tetapi kemungkinan tetap saja ada. Semua tempat yang menjadi perbatasan selalu Seungcheol tempatkan sebagai prioritas.

"Menurutmu, apakah di dalam kerajaan benar-benar ada musuh?" Seungcheol melipat kedua tangannya di belakang tubuhnya, matanya terus menelisik dinding-dinding.

"Kemungkinan selalu ada, walaupun nama-nama yang anda curigai hingga hari ini belum terlihat melakukan pergerakan yang mencurigakan."

"Kalaupun ada, menurutmu apa modus mereka?"

"Mungkin.. balas dendam atas kejadian yang lalu."

Seungcheol mengangguk, itupun yang selama ini ia pikirkan. Apa yang ayahnya lakukan mungkin saja membuat hati yang cair menjadi beku, menjadi dendam yang tidak selesai, menjadi penyakit yang mengerogoti hati.

Seungcheol menghela nafasnya, tidak ada yang aneh dengan taman ratu. Seluruhnya aman, tidak ada celah ditembok ataupun jejak yang mencurigakan.

"Kita menuju gerbang utama." Ujar Seungcheol, dan Mingyu tentu saja mengikutinya.

Kingdom || Jeongcheol [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang