Happy reading 🖤
“Selamat atas wisudanya.”
Suara ini, Nanda merasa sangat familier. Ia seperti pernah mendengarnya tapi tidak ingat kapan dan di mana. Nanda masih menatap 2 pria dewasa yang berdiri tepat di depannya. Tidak hanya suara, tapi wajah mereka juga terasa tidak asing baginya. Nanda sampai tidak memberi respons apa-apa saking fokusnya mengingat-ingat.
“Happy graduation Gavinanda.”
Nanda beralih menatap satunya. Wajah mereka berdua sangat mirip, namun Nanda langsung bisa membedakan mereka dalam sekali lihat. Selain wajah, postur tubuh juga nyaris identik dengan sempurna. Dan entah kenapa insting Nanda dengan mudah menemukan celah di antara mereka.
“Maaf sepertinya kita tidak saling mengenal, nama saya bukan Gavinanda.” Nanda menolak bouquet bunga mawar biru yang disodorkan kepadanya dari dua pria itu. Meskipun merasa familier, dirinya tetap belum bisa mengingat siapa mereka.
“Nanda atau Danta?” Yang paling tua kembali menghentikan niat Nanda untuk pergi. Kedua alisnya terangkat saat punggung kecil Nanda terlihat tersentak. “Kamu tidak penasaran siapa Nanda?” tanyanya lagi.
“Saya yakin kamu pernah dengar nama itu.” Tambah kembarannya.
Kening Nanda berkerut mendengar ucapan mereka berdua. Menatap bingung bergantian. “Kalian kenal?”
Senyum tipis terpatri di wajah dua dominan. Melihat si cantik mulai terpancing. 11 tahun tidak ada yang berubah. Tatapan polos masih ada di manik hazel itu. “Of course, bisa kita bicara sebentar?”
Nanda tak langsung menjawab. Bimbang haruskah ia iyakan pertanyaan mereka atau tidak. Ini adalah kesempatan untuk dirinya tahu siapa ‘Nanda’ nama yang selalu ada di mimpinya berkali-kali. Bahkan satu mimpi bisa terus berulang-ulang selama beberapa hari. Jujur membuat Nanda lelah. Psikisnya terganggu karena potongan mimpi yang tidak jelas. Ia hanya bisa menyimpulkan satu hal, mimpinya sangat mengerikan sampai ketakutan pun tidak bisa lagi didefinisikan.
Nanda ingin mengakhiri semuanya. Menghilangkan rasa haus akan kebenaran tentang hidupnya. Menggali kepingan memori yang hilang. Hanya cara ini yang bisa menyembuhkan lukanya sekalipun ia harus mengorek kembali luka lama yang tidak pernah diobati. Lagi pula Nanda sudah terbiasa dengan rasa sakit.
“Jangan sekarang, saya tidak bisa.” Tolak Nanda. Waktunya sangat tidak tepat. Bodyguard Rion masih dalam mode pengawasan. Ia tidak ingin karena ketidaksabarannya berakhir ia kehilangan kesempatan. “Kalian bisa datang ke Cafe.X lusa nanti?”
“Tentu.”
Nanda bisa bernafas lega. Setidaknya dua pria itu tidak terlalu banyak meminta. Padahal di sini ia yang butuh bantuan. “Saya akan menunggu di sana sore hari, see you.” Pamit Nanda bergegas pergi takut bodyguard Rion menciduknya sedang berbicara dengan orang asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRISON [END]
Teen Fiction[END] Terjebak seperti dalam penjara? Begitu dingin dan juga mengekang. Posesif dan juga menggairahkan. Romantis dan juga cemburu. Sakit tapi candu. Nanda dengan kedua kakak tirinya. Sanggupkah Nanda menahan rasa sakit yang 'mereka' berikan? Nanda h...