-*.✧48✧.*-

3.5K 427 21
                                    

"Kemana kakek pergi? Meninggalkan cucumu sendiri bersama dengan penderitaan di sini."

---🌹🌹🌹---

Rumah sakit di ibu kota London nampak sangat tegang. Lima dokter laki-laki, tujuh perawat wanita, berlarian mengelilingi satu ranjang pesakitan yang sedang di dorong menuju ruang darurat.

Malam mengernyit kala ketenangan dirinya diganggu oleh keramaian itu. Ia menurunkan salju lebat.

Pintu ruang darurat terbuka lebar. Mereka semua lekas masuk dan melakukan tindakan penanganan, apalagi operasi ini termasuk dalam tingkat sulit karena racun terlibat.

'Tap

'Tap

Lauriel baru saja sampai, penampilan seluruhnya agak kacau. Nafasnya terlihat terengah-engah. Dirinya sampai lupa memakai coat miliknya. Ia hanya memakai dress selutut di cuaca dingin ini.

Lauriel sangat terkejut kala dirinya yang sedang mengobrol senang dengan temannya di toko bunga miliknya mendapat kabar buruk. Sylvester, keponakan manisnya di serang oleh gadis yang bahkan jauh di bawah Dimitri.

Yang lain juga sudah pada tau. Mereka semua pun pasti sedang dalam perjalanan ke arah rumah sakit ini.

Theodore melepas jasnya, ia memakaikannya ke sang istri. Tangannya merangkul hangat pundak Lauriel yang sedang menangkupkan kedua tangannya di hadapannya. Lauriel menutup netra dengan kelopaknya, air mata mengalir darinya.

Theodore telah sampai tujuh menit lebih awal dari Lauriel. Ia duduk di depan ruang darurat, seraya menunggu yang lain datang. Lauriel pun menjadi orang kedua yang datang setelah dirinya, penampilannya agak kacau. Tentu saja, karena Sylvester adalah bahan obsesinya dan Lauriel tidak akan membiarkannya terluka seinci pun

"Syl akan baik-baik saja."

Lauriel tidak menanggapi kata-kata penenang dari sang suami, ia lebih memilih fokus pada gumaman nya.

"Cute boy akan baik-baik saja...." gumamnya. Gumaman itu Lauriel berkali-kali gumam kan, dirinya berharap pada yang namanya harapan kali ini. Hanya kali ini.

Yang lain-tepatnya Damien, Marcellus, serta Miguel, Danielo dan Eleander tiba secara bersamaan. Keadaannya pun sama kacaunya.

'Bak!

Damien memukul tembok di samping kirinya. Ia merosot ke tempat duduk, kepalanya mendongak menatap langit-langit rumah sakit. Apa-apaan kabar itu? Kabar yang menyatakan kalau putra bungsunya mengalami penyerangan dan terkena racun mematikan.

Dirinya pernah merasakan racun itu dulu, rasanya sangat sakit hingga Damien memilih ingin mati saja kala itu. Dan sekarang, putra bungsunya harus merasakan rasa sakit yang amat menyiksa itu?

Damien lebih memilih untuk dirinya yang merasakan rasa sakit itu lagi daripada Sylvester yang bahkan tidak pantas untuk tergores luka sekecil apapun. Damien mengusap kasar sebagai wajahnya, emosi mulai membuncah di kedua netra merahnya.

Danielo dan Eleander juga sama. Tapi pikiran keduanya masih bisa untuk menahan amarah gila di pikirannya. Miguel pun sama, tapi dirinya lebih memilih untuk mengkhawatirkan sang kakak yang bahkan tidak berbicara pada Sylvester dari kemarin. Marcellus diam seraya menunduk dalam duduknya.

"Harus... Membunuh gadis... Itu...."

Miguel langsung menoleh ke arah Marcellus yang bergumam. Damien juga bergumam. Aura dominan menguar dari keduanya. Danielo kenal aura ini, aura yang dirinya rasakan beberapa tahun lalu. Danielo sudah lama tidak merasakan perasaan yang mencekik dirinya.

Eleander yang berada dekat dengan Theodore menelan ludah. Suasana sangat tegang di sini. Semua sangat menantikan pintu ruang darurat itu terbuka, menampilkan dokter yang menangani dengan wajah leganya.

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang