-*.✧49✧.*-

3.8K 419 19
                                    

"Utamakan sarapan, bukan harapan."

---🌹🌹🌹---

Tiga hari telah berlalu. Setelah operasi itu Sylvester di pindahkan ke ruang inap guna pemulihan mendasar. Sylvester sekarang masih terbaring di atas ranjang pesakitan. Masker oksigen terpasang, jarum infus pun masih bertengger apik di tangan kirinya.

Lauriel duduk seraya menggenggam tangan Sylvester yang terbebas dari jarum infus. Ia dengan setia menunggu sang keponakan manisnya bangun dari tidurnya. Theodore hanya duduk diam di sofa, ia menyenderkan punggungnya ke sofa sambil mengamati lekat Sylvester.

Eleander dan Miguel duduk di samping kanannya. Mereka berdua tertidur karena Theodore yang memasukkan obat tidur ke minuman keduanya, itu akibat dari berjaga selama tiga hari penuh serta membantah kala di beri titah untuk beristirahat.

Marcellus ada di dekat jendela. Memandang tidak minat pada salju yang turun dengan lebatnya di luar sana. Dirinya jadi ingat, saat Sylvester bermain salju bersama dirinya. Sangat menyenangkan kala itu.

Sedangkan Damien, pria itu hanya duduk termenung di depan ruang inap. Menundukkan kepalanya suram. Ia hanya memakai kemeja hitam serta celana panjang. Jasnya ada di sampingnya.

'Tak

'Tak

Suara sepatu mendekat ke arah dirinya. Damien mendongak, tatapannya langsung bersitatap dengan kedua netra sang ibu. Margareta. Sambil mengenakan OverCoat ia bersedekap tangan, memandang sang putra keduanya.

"Apa-apaan penampilanmu itu Damien?" Suara Margareta terdengar agak berat di gendang telinga. Damien tidak menjawab, ia menyenderkan punggungnya ke kursi, kepalanya mendongak. Margareta duduk di samping kirinya. Putranya butuh sandaran saat ini.

"Aku... Takut ma." Damien menutup netra, mengingat kala dulu seseorang yang paling di cintainya pergi meninggalkan dirinya. Selentia. Kupu-kupu miliknya.

"Buang rasa takutmu itu," ucap Margareta, "Buang jauh-jauh Dami."

Damien tidak berkata lebih lanjut lagi. Dirinya di landa cemas, entah karena apa. Tapi genggaman sang ibu menghilangkan semua kegundahan tadi. Di gantikan oleh kelegaan. Margareta menggenggam tangannya, ia menatap lurus ke arah putra bungsunya.

"Jangan menjadi pecundang Dami."

Damien membuka kelopak netranya. "Pecundang? Aku tidak akan pernah ma."

"Kalau begitu jangan sembunyi, pada kenyataan yang akan kau jalani nanti." Margareta menuntun kepala Damien untuk bersandar ke pundaknya, ia mengelus surai hitam legam sang putra.

"Tentu, tidak akan pernah."

'Brak

Pintu ruang inap terbuka dengan tergesa. Lauriel keluar dari sana. Air muka bahagia tidak mampu ia sembunyikan, bibirnya tersenyum tipis sebelum berucap.

"Syl sudah bangun."

.*✧—Sylvester—✧*.

"Keadaan tuan muda sudah mulai stabil, tapi istirahat total masih di perlukan untuk pemulihan lebih lanjut." Sang dokter menjelaskan dengan tenang, walau begitu kegetiran masih ia coba sembunyikan.

Margareta mendengarkan dengan seksama. Kedua netranya mengamati sang cucu bungsu yang sudah bangun, tapi kelopak netranya masih tertutup. Masker oksigen sudah terganti oleh nasal canula. Hanya menyisakan jarum infus di tangan kirinya.

"Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu."

Tepat setelah sang dokter dan perawat keluar, semuanya langsung masuk ke dalam. Theodore, Damien, Lauriel, Marcellus, Danielo, Miguel, serta Eleander. Semua berwajah lega. Sylvester benar-benar baik-baik saja.

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang