Love Sign (Part. 8)

407 29 1
                                    

Setelah kekacauan yang terjadi tadi...kini mereka bertiga sudah berada di kamar pribadi milik Billy yang mana dia meminta untuk disediakan kamar ini kepada teman dekatnya untuk istirahat, namun kini malah harus dijadikan rumah sakit sementara…. Tentu untuk mengobati luka si pemilik kamar ini.

Babe segera melihat kotak peralatan P3K yang dibawa oleh pegawai Talay dan diletakkan di atas meja bergantian dengan melihat wajah Talay. Karena pegawainya itu hanya membawanya kesini tapi tidak berniat untuk mengobatinya. Melihat itu, siapa yang akan mengobati Billy...dia? Babe menatap wajah Talay lagi sebelum bertanya melalui matanya.

"Aku tidak tahu cara mengobati luka....maukah kamu membantu menyembuhkan luka temanku, N'Babe?" ucap Talay sambil tersenyum menggoda sambil mengangkat-angkat kedua alisnya.

"Apakah kamu tidak punya perawat pribadi? Meski pelurunya tidak bersarang, goresannya panjang dan dalam. Aku juga mungkin tidak akan berani melakukannya." Babe menjelaskan dengan ekspresi keraguan di wajahnya. 

Babe sebenarnya telah mempelajari berbagai bentuk pengobatan, namun ia sendiri bukanlah ahli dalam segala hal karena beberapa mata pelajaran berada di luar kemampuannya.

“Tidak apa-apa lakukan saja….lukanya tidak terlalu dalam.” Billy menatap wajah sosok yang ragu-ragu itu sebelum mendesak Babe untuk mulai membalut lukanya yang menurutnya tidak terlalu dalam, sebenarnya Billy tidak suka pergi ke rumah sakit. “Dan lagi aku yakin, bajingan itu tidak akan melepaskanku.”

"Serius, bagaimana kamu menghabiskan kehidupan masa lalumu? Mengapa mengambil risiko kematian seperti ini? Dari apa yang kamu katakan tadi, ini mungkin bukan pertama kalinya kamu ditembak seperti ini." Babe mulai menggerutu karena frustasi. Kenapa dia harus melalui kekacauan seperti ini? 

"Maaf...aku hanya ingin mengajakmu makan malam. Aku tidak mengira akan ada bajingan-bajingan itu yang mengejarku." Pria jangkung itu berkata dengan ekspresi bersalah di wajahnya.

"Jangan salah sangka N’Babe. Mereka pasti musuh dari klub yang menjadi rivalnya. Ini bukan pertama kalinya hal itu terjadi. Tolong obati lukanya, karena sekarang tidak ada yang bisa membantu,” jelas Talay membantu temannya. Babe tidak punya pilihan. Pria yang lebih muda itu mengeluarkan obat-obatan dari kotak P3K dan mulai membalut luka sosok tinggi itu.

"Kalau begitu aku akan pergi membuat sesuatu untuk dimakan, sementara Nong mengobati lukanya." Talay, setelah melihat orang lain bersedia membalut luka temannya, sosok tinggi itu segera memisahkan diri dari sini agar temannya bisa berbicara empat mata.

"Oh... tentang pekerjaanku, jangan khawatir." Ketika Billy selesai berbicara, Talay keluar ruangan. "Aku bekerja di industri hiburan dan membuka club. Pasti akan ada resiko seperti ini yang akan dibidik oleh saingan. Tapi kamu bisa tenang. Klubku bersih seratus persen.”

"Sudah selesai." Babe mendengarkan sosok jangkung itu menjelaskan dengan tenang tanpa mengatakan apa pun atau bertanya apa pun, sebelum mengatakan bahwa apa yang dia lakukan sudah selesai. Dia perlahan memasukkan semuanya kembali ke dalam kotak P3K dan berdiri untuk mencuci tangannya. Namun kaki ramping itu bahkan tidak sempat melangkah keluar sebelum sebuah tangan yang kuat dengan cepat meraih pergelangan tangan kurusnya.

"Oh... jangan pergi, kita akan makan bersama. PegawaibTalay mungkin akan datang sebentar lagi.” Billy melepaskan tangan Babe sebelum berbalik untuk mencari dimana ponselnya. 

“Aku hanya ingin mencuci tanganku,” kata Babe terus berjalan ke arah wastafel yang kebetulan tak jauh dari tempat mereka duduk. Tak lama kemudian Babe berjalan kembali dan duduk di sofa yang sama dengan Billy.

Keduanya kini sibuk dengan ponselnya masing-masing untuk menghabiskan waktu. Billy merasa tak tenang, jadi dia menurunkan ponselnya dan diam-diam melihat ke arah Babe yang duduk diam bermain ponselnya tanpa mengatakan apa pun. Billy masih merasa bersalah karena hari ini dia mungkin menyebabkan orang di depannya mendapat masalah dan berisiko mati bersamanya. Dan yang terpenting, Billy juga merupakan orang yang kurang pandai berbicara, dia bingung ingin mulai dari mana sehingga suasana di ruangan itu kini tampak sunyi. Namun tak lama kemudian terdengar suara bel pintu berbunyi. Sosok jangkung itu kemudian berdiri dan berjalan membuka pintu agar para pegawai suruhan Talay bisa masuk dan menata meja makan di dalam kamar. Semuanya diatur dengan cepat sebelum semua pegawai itu pulang setelah menyelesaikan tugasnya.

"Ayo cepat makan, jangan buang waktu lagi" Suara Babe yang duduk di sofa terdengar keras yang membuat Billy berdiri diam dengan mata terbelalak, seharusnya dia yang mengajak Babe untuk datang dan memakan makanan panas yang ada di atas meja. Tentu saja Billy sendiri pasti tidak memungkiri karena kini perutnya mulai keroncongan dan tadinya ingin mengajak Babe makan, tapi dia mendengar Babe berkata demikian yang membuat dirinya merasa tersinggung.

"Duduklah, Tuan. Sebaiknya kamu cepat makan agar aku bisa cepat pulang," ajak Babe lagi pada sosok jangkung yang masih berdiri mematung sedangkan Babe sendiri sudah duduk di meja makan.

Billy tak mau berdebat, selain karena dia lapar dia juga tidak mau membuat mood Babe lebih buruk lagi.

Saat mereka berdua duduk dan memakan makanan mereka dengan saksama. Tiba-tiba, suara hujan turun dengan derasnya. Hingga Billy harus beralih menatap wajah orang lain yang duduk di seberang.

“Sepertinya kamu harus tidur di sini malam ini,” kata Billy sebelum berbalik untuk melihat ke luar balkon lagi sambil tersenyum.

"Ah....jika hujan berhenti aku akan segera pulang. Walau masih hujan pun, aku tetap bisa pulang." Jawab Babe seolah tidak terpengaruh, tapi sebenarnya, sebagian dari dirinya juga tidak mau keluar dan menghadapi basahnya di luar. Dan sepertinya hujan yang turun saat ini bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

"Kalau begitu, duduk saja dan tunggu sampai hujan reda. Aku kenyang. Aku mau mandi dulu. Setelah hujan berhenti, aku akan mengantarmu pulang." Pria yang lebih tua itu menggelengkan kepalanya dengan lembut. Sebelum bangun, dan pergi mengambil handuk lalu berjalan ke kamar mandi, meninggalkan Babe yang duduk dan makan sendirian, dalam keadaan bingung.

'Kenapa dia? Mood nya memburuk karena efek lukanya, apa?' Babe bertanya dalam hati. Dan terus melanjutkan makan malamnya.

Saat makanan sudah habis, staf hotel datang untuk mengambil piring. Meja makan sudah dibersihkan, namun hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti juga.

KREAK!!! (Suara pintu terbuka)

Babe yang tadinya duduk memandangi tetesan air hujan yang berjatuhan, dan berharap kapan air itu akan berhenti jatuh, langsung berbalik ke arah sumber suara. Dan melihat tubuh yang tegap dan kokoh, Otot-otot yang kencang milik Billy yang bertelanjang dada dengan hanya handuk putih yang melilit pinggangnya. Hal ini menyebabkan Babe segera menoleh ke belakang ke arah yang sama sebelum wajah putihnya mulai memanas.

'Apa yang membuatnya sangat malu? Bertingkah seolah-olah dia belum pernah melihat seorang pria melepas bajunya saja.' Pikir Billy di dalam hati. Tapi dia tak bisa memungkiri kalau dia gembira dengan apa yang dilihatnya saat ini. Wajah Babe yang memerah.

“Ada apa?” ​​Babe terkejut dan tiba-tiba membeku, karena dia terlalu sibuk melihat ke luar balkon dengan alasan merasa sangat malu karena tidak sengaja melihat sosok telanjang orang lain. Jadi dia tidak sadar bahwa sosok telanjang Billy itu sedang mendekatinya dan berdiri tepat di depannya.

"Aku bertanya ada apa, hm.. “ tanya Babe dengan wajah dan telinga yang makin memerah.

Billy tersenyum dalam hati, artinya Babe masih ada ketertarikan terhadapnya, bukan?

…….🐺🐽……

Author note,

Maaf sepertinya belum bisa update setiap hari, rutinitas di RL sangat menyita waktu, tapi aku akan usahakan tetap update yah.

Yang masih mau dukung author, silahkan klik traktir.ID (di bio) atau DM X uffiekim yah.

Thanks to,
U parin,
All readers.

Love Sign (Billy × Babe) Short FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang