Love Sign (Part. 28)

220 29 4
                                    

Babe berjalan untuk mandi sambil bersenandung riang, sebelumnya dia sudah bersiap-siap untuk melakukan misi yang menurutnya keren. Setelah mandi dia duduk di depan cermin untuk menata rambutnya sampai dia yakin bahwa penampilanya sudah terlihat bagus, jadi dia segera pergi mengambil kunci mobilnya, dia akan mengemudi mobilnya sendiri sebelum berjalan ke bawah sambil bersiul.

"Kamu akan pulang pagi dan berangkat di malam lagi? Jangan terbawa suasana, mengerti? Jangan lupa kabari Yai. Dan ingat jangan marah sama sekali." Suara ibu berteriak seolah-olah dia tahu apa yang akan terjadi.

"Mau marah ke siapa?" tanya suara Ayah heran kepada Ibu yang duduk di sebelahnya.

"Percaya saja pada anakmu Pho dan sebaiknya kamu menunggu sampai dia membawanya menemuimu sendiri. Sekarang biarkan dia pergi. Cepatlah, kalau tidak nanti akan semakin larut. P'Yai juga sudah menelepon dan memberitahu Phomae," jawab Khunying Narirat kepada suaminya sebelum berbalik dan menegur Babe yang berdiri di sana menunggu untuk mendengarkan.

“Krub Mae, Bev pergi dulu yah,” ucap Babe sambil tersenyum pada ibunya.

“Berkendara hati-hati, Beb,” Ayah memberi pesan sebelum Babe pergi dan dia kembali fokus menonton TV. Babe tersenyum pada mereka sekali lagi sebelum berjalan keluar rumah untuk segera menuju klub milik Billy.

Babe membutuhkan waktu hampir 40 menit berkendara ke klub. Beberapa menit sebelumnya, Babe memarkir mobilnya di tempat parkir dan bergegas masuk ke dalam klub, tujuan utamanya adalah kantor sosok jangkung yang ingin ditemuinya. Namun sesampainya di dalam, dia disambut oleh 2 orang penjaga yang menghalangi langkahnya.

"Maaf....Boss sudah memerintahkan kami agar tak seorang pun boleh menemuinya," kata penjaga yang berdiri di tangga.

"Tapi aku ingin menemui Billy secara pribadi.”

“Ya, Boss menyuruh Khun Babe untuk menghubungi Khun Natee secara langsung. Itu dia, Khun Natee berjalan ke sini." Penjaga lain menjawab pertanyaan itu sebelum mengarahkan jarinya ke arah Natee yang berjalan mendekat.

"Halo, Khun Babe." Begitu orang kepercayaan Billy itu sampai di dekat Babe, dia segera menyapa Babe dan bertanya. "Khun datang kemari ingin bertemu Boss?”

“Ya.”

“Boss tidak bisa menerima tamu karena dia baru saja berbicara dengan Khun Phisut. Khun Babe, apakah ada yang ingin disampaikan? Boss menyuruh khun untuk berbicara langsung denganku." Sosok jangkung yang kira-kira sama tingginya dengan Billy itu menjawab dengan sopan.

“Bukankah tidak sopan, kalau aku membicarakan masalahku pada orang lain?” Kata Babe.

"Aku pikir Boss mungkin sudah memberitahu Khun Yai untuk memberitahu Khun, jadi dia sendiri tidak menelepon untuk memberitahu." Natee masih berdiri menjawab pertanyaan untuk membela boss nya, tanpa berani menanyakan niat Babe, karena bagaimanapun juga, sosok di depannya tetap penting bagi bos.

"Jadi, apakah P’Yai ada di sini? Oh, tadi aku ingin memberitahu jadwal pemotretan dan memintanya untuk melihatnya." Tapi cara itu tidak berfungsi saat ini, jadi Babe harus mencari bantuan seseorang, jadi dia langsung menanyakan sepupunya sendiri.

“Iya, Khun Yai ada di ruang VIP sebelah kiri.” Natee menjawab pertanyaan itu. Saat melihat Babe mengangguk, Natee menoleh ke penjaga yang menghalangi Babe tadi untuk membawanya ke ruangan tempat sepupunya itu. Babe mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh penjaga, mereka berjalan ke ujung koridor kiri, dia berhenti di depan sebuah ruangan. Penjaga yang sama kemudian mengetuk pintu untuk meminta izin masuk sebelum mendorong pintu hingga terbuka dan membiarkan Babe masuk dan dirinya kembali melanjutkan tugasnya seperti sebelumnya.

"Hai! Kamu yang merepotkan.” Ketika si tua melihat wajah si muda, Yai langsung menyambutnya dengan suasana hati yang baik.

"Sepertinya suasana hatimu sedang baik. Sawasdee." Babe mengerutkan kening pada sepupunya sebelum berbalik dan memberi Wai untuk menyambut Talay, teman dekat sepupunya itu yang berwajah manis yang duduk di samping Yai sambil menuangkannya minuman.

“Wadee, silakan duduk, Nong Babe.” Talay selesai menyapa dan menyuruh yang lebih muda untuk duduk.

"Terima kasih." Setelah mengucapkan terima kasih, pria kecil itu berjalan mendekat dan duduk di samping Yai sambil menghela nafas panjang.

"Apa yang kamu lakukan hingga membuat Billy marah? Makanya seharian dia duduk dengan wajah merajuk." Tangan ramping Yai yang mengangkat segelas wine dan menenggak semua ke mulutnya, bertanya dengan serius karena saat dia membantu adiknya mencari temannya tadi malam, dia tidak melakukannya. Dia tidak banyak bertanya. Saat sang adik meminta bantuan, dia hanya pergi membantu dengan bingung.

"Ada sedikit kesalahpahaman. Namun P’Ly menolak berbicara denganku. Jadi kita belum punya kesempatan untuk memahami satu sama lain karena dia menolak penjelasan dariku." Tangan kecil Babe meraih gelas minuman keras yang baru saja dituangkan Yai ke dalamnya, dan langsung menenggak semua ke dalam mulutnya sekaligus sebelum meletakkannya kembali di tempat semula.

"Oiii…. Pelan-pelan Nong, Apakah masalahnya serius? Bibi bilang padaku kamu menangis semalaman sampai mata bengkak seperti itu.” Yai menuangkan kembali alkohol ke dalam gelas.

"Ya, serius. Bisakah Phi membantuku berdamai dengan temanmu itu?" Babe Menyambar alkohol di tangan Yai dan menenggak gelas demi gelas hingga wajahnya semakin merah sambil meminta bantuan kepada sepupunya dan teman dekat Billy lainnya seperti Talay yang sedang duduk memandang wajahnya dari seberang.

“Lalu kenapa kamu mencoba mengambil minumanku? Siapa yang di luar? Tolong ambilkan minuman lagi." Yai mengambil gelas anggur dari tangan Babe, tetapi ketika dia melihat pemuda itu tidak mau memberikannya, dia tidak ingin membuat sepupunya marah, jadi dia berteriak kepada pria yang menjaga di luar itu untuk mengambil minuman yang baru.

"Apakah kalian akan membantuku? Jika kalian tidak membantuku, aku pasti akan mendapat masalah.” Pria yang lebih muda itu meratap dengan wajah sedih.

“Jadi, apakah dia mengatakan sesuatu kepada N’Babe?” Talay meletakkan gelas wine di tangannya sebelum bertanya kepada Babe. Karena dia yakin temannya tidak akan pernah membiarkan orang yang disukainya menjadi seperti ini. Ya, Billy, orang yang licik tapi dia selalu mempunyai alasan yang tepat.

"Dia menyuruhku bertanya pada diriku sendiri," jawab Babe dengan senyum malu-malu.

"Hanya itu?" tanya Yai sambil mengangkat alisnya.

“Ya,” jawab Babe sambil melihat ke arah Yai sambil mengerucutkan bibirnya.

"Dan jawabannya? Apakah Nong sudah mendapatkan jawaban yang dia tanyakan itu?" Bagaimana perasaanmu terhadap temanku itu?” tanya Talay langsung pada intinya.

"Itulah yang ingin kami tahu juga." Yai juga mengangguk untuk menanggapi pertanyaan temannya, Talay.

“Awalnya aku takut untuk menjalin hubungan. Tapi saat ini, aku lebih takut kalau aku tidak bisa bersama dengannya." Suara Babe menjawab dengan ekspresi malu-malu.

"Serius sobat, dia tidak sesulit itu. Cukup menggunakan rayuan mautmu. Coba pikirkan, menurutku Nong Babe bisa melakukannya," kata Talay dengan suara tenang. “Bukankah pekerjaan modeling pertama di Thailand juga karena Nong Babe?”

"Apakah Phi tahu tentang itu?" Babe bertanya sambil tersenyum kecil. Tapi, mereka adalah teman dekat, adakah hal yang tidak akan mereka ceritakan satu sama lain?

“Ayo kita mulai saat pemotretan berlangsung. Oh Bev, sudah cukup, berhenti minum. Ibumu akan memarahimu dan juga aku." Yai meraih tangan kecil itu yang akan menegak alkohol lagi sebelum berteriak keras pada Babe.

“Aku tahu.” Babe segera meletakkan gelasnya.

"Kamu tahu, tapi kamu malah minum sampai seluruh botolnya kosong.”

"P’Yai, lebih baik kamu mengantarnya pulang. Bev, pulanglah dan istirahat. Ingat apa yang aku katakan. Jadilah diri sendiri dan kamu pasti berhasil mendamaikannya,” kata Talay kepada Yai sebelum mengingatkan Babe lagi.

“Baiklah, kalau begitu ayo kita pulang,” kata Yai sambil mengangkat lengan sepupunya dan berdiri di sampingnya.

"Oh, tidak perlu memapahku, aku sama sekali tidak mabuk." Erangan Yai terdengar ketika Babe menolak untuk dipapah, padahal untuk menopang dirinya saja dia sudah tidak sanggup. Tapi Yai masih membalas dengan senyuman pada sepupunya itu, dia tahu sepupunya sedang gundah gulana. Seandainya saja Billy sedang duduk bersamanya saat ini, dia pasti tidak akan bisa menahan untuk membantu Babenya. Yai kembali menatap sepupunya dan bergegas membawanya pulang.

………🐺🍑………

Selamat membaca.

Love Sign (Billy × Babe) Short FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang