BAB XXXVI

15 2 0
                                    

"Mwoga mianhe?", tanya Dae-ah.

"Aku minta maaf sering merepotkanmu hampir setiap hari. Akhir-akhir ini.", Jongin sedikit menunduk sendu.

"Gwenchana, aku tau kau sedih dan rindu dengan abeonim, tapi kau tidak berhak menyiksa tubuhmu sendiri. Kau tau, aboenim juga tidak suka melihat anaknya sakit.", terang Dae-ah sembari mengusap punggung Jongin.

"Miahne, aku tidak memakan sarapan buatanmu dengan baik. Padahal aku tau kalau kau pandai membuat sarapan yang enak. Gomawo, aku menyukai smoothiesmu", Jongin sedikit tersenyum menatap Dae-ah.

"Aku lupa kalau kau suka dengan bubur kacang hijau, harusnya aku membuatkanmu bubur kacang hijau sejak awal, agar kau tidak sampai sakit. Kau merasa baikan sekarang? Masih minum obatmu?".

"Obatku hanya berisi vitamin untuk nafsu makan Dae-ah. Aku tidak sakit. Aku akan makan dengan baik dan meminum vitaminku dengan baik. Kkogcheonghajima", Jongin menenangkan sembari meraih tangan Dae-ah.

 Menatapnya lama, dan sedikit dalam. Dae-ah kini tau, kemana arah pembicaraan mereka.

Malam ini, sepertinya perjalanan escape plan milik Dae-ah akan benar-benar berakhir. There's no turning back. Dae-ah tidak akan dan tidak bisa melarikan diri malam ini, ia harus benar-benar menghadapinya. Menjadi dewasa memang akan selalu menempatkannya pada persimpangan jalan. Layaknya makanan, menjadi dewasa mengharuskan kita untuk menelan pil pahit atau manisnya permen.

"Jongin-ah, kkeugooo....", Dae-ah mengawali niatnya malam ini untuk berterus terang.

"Kau ingin semuanya tetap di batalkan, bukan?", tebak Jongin. Dae-ah mencelos mendengar jawaban Jongin malam ini dan menatap mata Jongin kembali sedih.

"Kau pergi ke ke rumah utama menemui appa. Lalu mengembalikan cincinku. Majjayo?", Jongin kembali mengusap tangan kiri Dae-ah pada jari manisnya.

"Neo, eottoke arra? Jongin-ah, aku akan menjelaa..."

"Lalu mana cincin eomma?", Jongin meminta cincinnya kembali, matanya berkaca-kaca kali ini.

"Jongin-ah, kkeugo...", Dae-ah tercekat, nafas hanya sampai di tenggorokan.

 Lidahnya kelu hanya untuk mengucap bahwa cincin milik ibu Jongin ada di Seoul. Dae-ah tak kuasa menatap Jongin yang hampir meneteskan air matanya malam ini, padahal ia baru saja tertawa bersama Chanyeol dan appa Byun di bandara tadi sore.

"Kembalikan pada ku, jika kau sudah tidak ingin memakainya. Naekeoya!", Jongin mempertegas ucapannya kali ini, air mata itu lolos dari mata kirinya. Dae-ah panik dan buru-buru menghapus air matanya yang juga sudah mulai bercucuran melihat Jongin mulai menitikkan air matanya.

"Jongin-ah, aku bisa menjelaskan semuanya. Eum? Aku ingin kau mendengarkan penjelasanku terlebih dahulu. Ne?", Dae-ah mencoba meraih tangan Jongin yang sempat terlepas saat berkata bahwa cincin itu miliknya.

"Bukankah semuanya sudah jelas? Jadi kembalikan cincin milik eomma, jigeum baro!", Jongin menarik tangannya, Dae-ah semakin panik dan tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang. 

Ia hanya ingin menahan Jongin agar tidak pergi dari hadapannya, dan obrolan mereka berakhir seperti ini. Bukan ini ending yang Dae-ah inginkan, apakah Jongin menginginkan ending yang seperti ini?

"Jongin-ah, majjayo. Aku ke rumah utama bertemu dengan abeonim. Tapi aboenim bilang cincin itu bukan miliknya...", Dae-ah berusaha menjelaskan meski terbata oleh airmata dan Jongin mulai berdiri dari kasur Dae-ah.

"Naekkeo nika!!", Jongin sedikit frustasi, dan memotong penjelasan Dae-ah, menurutnya Dae-ah terlalu bertele-tele sehingga ia menaikkan nada bicaranya.

"Arra! Cincin itu milikmu. Aku tau!", Dae-ah putus asa mendengar teriakan Jongin malam ini.

ESCAPE PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang