5

3.8K 211 7
                                    

Satu bulan kini Arsen berada di kehidupan barunya. Tekadnya yang ingin hidup lebih nyaman telah pupus.

Dia melakukan rutinitas layaknya Arsena yang dulu. Menjadi babu seorang Alfredo tiap di sekolah, menjadi objek kekerasan saudaranya karena tak suka akan perubahannya, bahkan sedari kemarin siang hingga siang ini dia dikurung oleh Daddy-nya tanpa alasan yang jelas.

"Sengsara, benarkah itu yang gue rasain sekarang?" Protesnya sambil melihat celah jendela yang masih terlihat langit biru.

"Dulu hidup gue emang ngga baik, tapi apa emang karma hingga di hidup gue sebagai orang lain yang harus mengalaminya?"

Di waktu sore makanan datang. Seperti kemarin, pintu kamarnya sedikit terbuka untuk memasukkan piring yang berisi nasi dan sup sayur dingin. Dan kemudian sebotol air dilempar tak jauh dari piring.

"Makan." Suara entah siapa namun terkesan garang.

"Ya meskipun sekali sehari dengan menu model gini, seenggaknya mereka masih biarin gue hidup." Entah dia bersyukur atau hendak protes akan yang ia terima.

Melewati hari yang panjang, hingga pagi buta. Beberapa orang agak ribut mencopot papan kayu yang dipaku di balkon kamar Arsen.

Tok tok tok
Krakk

Tak hanya itu, rantai yang mengunci pintu balkon serta jendela kini juga itu dilepas.

"Tuan muda, Anda diperbolehkan sekolah hari ini, namun hanya sampai waktu sekolah saja. Selebihnya Anda harus pulang jadi silahkan bersiap." Jelas pria tua yang bekerja sebagai kepala pengurus rumah.

Tak berlangsung lama Arsen mandi, mengenakan seragam dan menyusun buku sekolah dan langsung turun untuk meminta bekal.

"Halo tuan putri, seperti terlihat segar usai tidur panjang hm?" Ejek Haris dan ditertawakan yang lainnya.

Arsena mengabaikan, memilih ke dapur untuk meminta bekal sekolah hari ini. "Bi bisa buatkan bekal seperti biasa?" Maid didepannya mengangguk dan dengan cekatan memasukkan makanan ke kotak bekal.

Perjalanan ke sekolah juga masih hening. Begitupun dengan situasi sekolah, tak ada yang menarik.

"Darimana saja kau huh?" Alfredo menarik kerah belakang seragam Arsen.

"Lo tau gara-gara lo ngga masuk 2 hari gue dimarahin guru. Gara-gara lo ngga ngerjain tugas gue, gue mesti masuk BK, dan gara-gara lo gue malu karena nilai terendah!" Bentaknya didepan muka Arsena.

'Cuih' dia meludah ke wajah Arsena.

Tubuh Arsen dikuasai ketakutannya, tubuhnya gemetar. Namun hatinya kini tak karuan.

"Hukuman lo nanti, jangan kabur dari gue." Peringkat Alfredo dingin.

Momen itu terasa agak melambat. Ketakutan akan suatu hal yang entah apa bagi Arsen. Terlebih beberapa siswa yang memandang jijik akibat ludah yang tak dibersihkan itu.

Untungnya tak lama bell masuk berbunyi.



Pukul 2 sore waktu dimana sekolah selesai. Para siswa bubar dari kelas mereka untuk pulang atau lanjut nongkrong entah dimana.

Sreett

Tak sabar Alfredo langsung menarik kasar Arsena hingga ke parkiran mobil.

"Masuk, ngga usah banyak omong!" Bentaknya langsung mendorong Arsena.

Seolah merasa sebuah dejavu, Arsena benar-benar merasa pernah berada di situasi ini. Entah dia tak ingat atau memang sebuah peringatan. Hingga tak lama sampai di kediaman Alfredo.

SOLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang