3

3.7K 252 19
                                    

Kala petang menjelang, Arsen bagun dari tidur pertamanya di rumah ini. Melanjutkan rutinitas seperti mandi dan berganti pakaian. Dan tak perlu diingatkan bahwa memar loreng di tubuhnya langsung ia gosok menggunakan sabun dan tangan.

Entah dia juga lupa mengenai kelainannya. Sehingga merasa bodo amat asal tubuhnya bersih dan wangi. Bahkan seharusnya dia hanya boleh seka badan bukan mandi bebek sambil menggosok seluruh tubuh.

"Aish, ganteng banget gue!" Narsisnya didepan cermin besar.

Dengan kaos abu-abu muda dan celana pendek, kini dia menuruni tangga dari lantai 3. Dan mengabaikan seluruh tatapan penghuni rumah yang terlalu besar itu.

'Gue tau hue tuh ganteng dan menarik, tapi ngga segitunya juga liatin gue." Batinnya dengan tetap jalan memandang lurus.

"Caper? Haus perhatian?" Sinis Harris.

"Apa yang mau kamu lakukan? Makan bersama kami, jangan harap." Cegah sang tuan besar.

Semua mata tertuju padamu, ya begitulah seharusnya. Namun bagi Arsen yang sekarang dia tak peduli. Keinginan untuk menuntaskan rasa laparnya lebih penting, namun tak bakal dia duduk di kursi itu. Bukannya takut atau sungkan, seleranya hanyalah makanan rakyat pada umumnya seperti pecel, lotek, sayur kangkung, perkedel atau ayam geprek. Bukannya ala-ala western yang memang tak memenuhi standar makanan Indonesia karena tak menggunakan nasi serta porsi yang super pelit.

Sesampainya di dapur, dengan muka datar dia memeriksa berbagai hal untuk memasak.

"Makanan emergency buat sekarang cukup dengan nasi goreng telur ceplok, sosis, pokcoy, udang mentega. Cukup," monolognya menghiraukan para maid.

Skill memasak yang ia miliki memang bawaan dari kehidupan sebelumnya. Biarkan saja mencolok, lagipula dia tak selera dengan salmon panggang yang diberi telur ikan mentah disana.

Cess
Sreng sreng

Kepala keluarga itu makin terheran, mengabaikan dua pasang mata yang menatapnya. Dia fokus melihat sosok anak penengah yang sibuk dengan penggorengan.

Ada sedikit rasa sesal dimana pergelangan tangan Arsen yang terbalut perban. Seingatnya, kedua tangan dan kaki itu dia ikat kencang menggunakan rantai besi. Pun dia juga lupa apakah rantai itu keadaannya baik atau sudah berkarat.

Lima belas menit masakan itu selesai. Andrean yang penasaran menuntun kakinya perlahan mendekati dapur.

"Siapa yang mengajarinya memasak? Bukankah dia pemalas yang selalu haus validasi?" Lirihnya tak jauh dari meja pembatasan antara dapur dan meja saji

Anak itu amat lahap memakan masakannya sendiri. Tak ada satu kata pun terucap.

"Apa seenak itu makananmu hmm?
Mengapa tak menawarkan pada Daddy mu?"

Entah dia sadar atau tidak. Suara lembut itu membuat para maid dan kedua anaknya yang berada di ruang makan terkejut.

"Sejak kapan Daddy mu itu berkata lembut selain padamu?" Miris Zack sambil menyenggol lengan adiknya.

"Entah lah, padahal aku anak kandungnya, apa itu tak berlebihan pada anak itu?" Balas Harris.

Sementara si pelaku juga tak tau apa yang terjadi. Dia terus fokus makan dan menghabiskan makanannya tanpa sisa. Tak lupa menaruh beberapa sendok nasi gorengnya di sisa bumbu udang mentega agar tak terbuang sia-sia.

"Mmm, nikmat mana yang kamu dustakan. Sekarang waktunya meminum ramuan obat agar supaya diriku ini makin ganteng dan uwow!"

Daddy-nya hanya geleng-geleng melihat kelakuan anak itu. Merasa bahwa dirinya tak mengetahui bahwa sedari awal banyak mata menatapnya heran.

"Mau kemana kamu? Duduk!" Cegah Andrean.

Tau anaknya itu saat ini begitu bebal. Bukan lagi sosok Arsen kemarin yang akan diam ditempat saat dirinya tengah berbicara.

"Jawab, apakah mulutmu sudah tak berfungsi semestinya?" Bentak Andrean.

Tak terlalu sulit untuk menghindari Daddy-nya, Arsen akan menggunakan hal ini agar dia tak lama menanggapi kalimat pedas dan kasar orang ini.

"Maaf Tuan, merurut dokter tubuh saya yang masih lemah ini membutuhkan banyak istirahat. Bahkan mungkin akan lebih baik bagi Tuan apabila tak berinteraksi dengan saya." Jawab Arsen dengan nada penuh drama.

Woila... Cara itu ampuh membuat Tuan Andrean diam mengabaikan langkah Arsen kembali ke kamar.

"Apa itu tadi? Bocah itu bermain drama? Sejak kapan?" Tanya Zack pada salah satu bodyguard yang berjaga.

Terperangah, itulah yang dirasa semua orang di ruangan itu. Sejak kapan tuan muda kedua mereka bicara banyak apalagi mainan drama. Bukannya hal seperti itu hanya dilakukan oleh tuan bungsu mereka.


"Apa gue bikin kesalahan?" Monolog Arsen sambil duduk di balkonnya.

"Apa gue bikin kesalahan?" Monolog Arsen sambil duduk di balkonnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC

Hehehe biar ngga ngambang. Maapkeun cuma beberapa kata.

SOLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang