Memasuki rumah barunya yang dibilang Daddy-nya itu benar-benar tak memiliki kesan tertentu. Hanya rumah 2 lantai yang besar.
"Ayo masuk!" Ajak Rangga.
Tak ada maid berseragam, bodyguard hanya dijelaskan ada seorang ART, seorang satpam serta tukang kebun yang datang tiap pagi saja.
"Sen, rumah ini tak sebesar rumahmu kemarin. Daddy harap kamu bisa menerima.
Kamar disini ada 6, tiga bawah dan sisanya diatas. Daddy dengar kamu suka menatap langit kan? Jadi kamarmu ada di atas, paling kanan." Jelasnya dengan merangkul anak kesayangannya.
Usai diantar ke tujuan, dia kagum dengan layout kamar itu. Arsena harus bertepuk tangan dengan selera Daddy-nya.
Pintu yang lurus dengan meja belajar di pojok, sementara disisi belakang tak diisi perabot apapun dengan cat putih polos. Sebelah sisi kananya lemari desain minimalis berwarna hitam model built-in. Kasur disisi paling kanan dengan beberapa aksesoris seperti nakas.
"Lumayan, aku tak menyukai lampu tidur dan benar-benar tak ada lampu tidur." Kagumnya sambil menelusuri tiap sudut.
Semua barangnya tertata rapi, baik baju, mainan koleksi, buku pelajaran, bahkan celengan yang berjejer rapi.
"Ayam jantan, ayam betina, babi pink, babi kaleng, beruang coklat, kucing oren. Pas, eh...!" Dia merasa sedikit aneh dengan jumlah barangnya.
Tok tok
"Permisi Tuan Muda." Ucap orang dari luar.
"Ada apa om?" Muka datar Arsena.
"Tuan Besar menyiapkan ruang lain sebagai ruangan Anda. Mari saya antar." Jelas Theo sambil memimpin jalan.
Kamar sisi paling kiri, dimana ruangan itu paling kecil diantara dua kamar lain di atas. Namun siapa sangka bahwa ukurannya sepertiga dari kamar Arsena sendiri.
"Anda pernah bergumam keinginan memiliki perpustakaan bukan? Jadi ini salah satu hadiah dari orang tua Anda." Ucap Theo dengan senyum tulus. Dia tau keinginan tersembunyi Arsena, kala itu sebelum terjadi kecelakaan hingga Arsena masuk rumah sakit dan sifatnya agak berubah.
Dimana dia melihat ruang disebelah kamar Zack berupa ruang kerja yang rapi sambil bergumam pelan 'Sepertinya nyaman.' ucapan singkat namun membekas bagi Theo.
Dan sepeninggal asistennya itu, dia terbaring nyaman di kasur besar impiannya sewaktu kecil. Entah seperti bagian dari ingatan lamanya. Kasur besar berbentuk snorlax yang tergeletak teduh disebelah lemari kecil.
Abaikan selera yang sering dianggap anak kecil. Pikirnya bukankah semua orang punya selera. Bukankah banyak wanita usia 30 an yang mengkoleksi boneka keropi atau wajan mug kelinci manis, atau pria 35 tahun yang mengenakan tas karakter superhero? Jadi biarkan saja seleranya tidur dengan kasur perut snorlax yang gendut ini.
Waktu bed rest selama 4 hari berlalu sangat monoton. Tak bisa mandi bebas apalagi berendam. Dan pagi ini jadwalnya melakukan check up serta melepas beberapa jahitan.
"Sen Daddy minta maaf kalo ngga bisa antar kamu ke dalam sekolah." Sesal Rangga sambil mengecup dan mengelus putranya.
Arsen hanya mengangguk, namun menjadi hal berat bagi Daddy-nya. Harusnya seorang ayah bisa mengantarkan anaknya menuju sekolah untuk pertama kali, walaupun mungkin terlambat karena sudah SMA. Jika bukan terkendala jadwal praktek di RS dengan pasien yang padat mungkin tak apa sedikit terlambat 5 menit.
Kepindahannya di sekolah baru mengharap nantinya tak akan ada masalah seperti dulu lagi. Disusun beberapa rencana agar tak masuk dalam lubang yang seperti kemarin.

KAMU SEDANG MEMBACA
SOLO
القصة القصيرة"Kalo masih punya otak MIKIR" bentaknya sambil menatap nyalang. "Lo masih tinggal disini cuma karena kita semua kasian, ngga usah drama!" "Pernah kepikiran hidup bebas diluar? Lakuin aja, Papa malah seneng kalau kamu inisiatif gitu. Seenggaknya Papa...