Hari mulai terang, sinar matahari juga mulai menyengat. Pukul 6 Arsena memutuskan pulang dan melanjutkan olahraga di rumahnya saja. Bukan mengapa, melainkan sudah banyak orang menjajakan es sementara dia tak membawa uang sama sekali.
"Haissh, es cincau, jus melon lime, jus semangka mana ngga bawa duit." Ujarnya menyesal.
"Kopi A? Es teh venti, large atau biasa?" Tawar pedagang keliling.
Dia menggeleng pelan namun dalam hatinya "sejak kapan es teh keliling pake ukuran venti sampai large. Bjir pasti beli segelas udah belum termasuk pajak."
Sesampainya di rumah, terlihat orang yang selalu berdiri memantaunya pulang layaknya CCTV ditengah pintu.
"Sering banget keluar ngga ngajak Daddy huh?" Teriaknya sambil berkacak pinggang.
"Lama." Singkat Arsena.
Pull up sebanyak 20 kali, chin up 15 kali, push up 35 kali dilanjutkan beberapa gerakan pendinginan. Terlihat tak terlalu peduli sekitarnya, bahkan mengabaikan eksistensi bapak-bapak yang geleng-geleng kepada di kedua sisi.
"Bi air putihnya!" Teriak Rangga.
Satu liter air putih tandas dalam beberapa detik saja. Seolah keringat yang mengucur itu benar-benar jauh lebih banyak daripada air yang ia minum.
"Haus, haus banget atau gimana?" Heran Rangga menatap lekat putranya.
"Tadi banyak yang jual es tapi aku ngga bawa duit, jadi langsung pulang haus dikit ngga ngaruh." Jawabnya sambil terengah.
Di hari Senin tanggal merah itu kembali terjadi hal yang dulu, bahkan diperkirakan akan terjadi lebih gawat. Dimana sepasang lansia datang dengan mobil mewah lalu keluar sosok wanita dewasa yang memang terlihat cantik meski usianya lebih dari 30 an.
"Habis olahraga Ngga?" Tanya Andika menggunakan nada promosi.
Sementara Rangga yang memicingkan matanya, ibunya menimpali dengan beberapa promosi layaknya SPG alat kesehatan yang mengatakan garansi barang namun tak kembali lagi.
"Anak tante emang gitu, tiap bangun pagi langsung olahraga biar bugar. Lihat tuh, badannya gede, sehat bugar, ganteng dokter spesialis pula." Promo Leni.
Wanita itu tersipu, pipi dan telinganya terlihat memerah. Sementara si pria yang dipromosikan terlihat salah tingkah.
"Eh, mari silahkan masuk." Tawar Rangga.
"Dia siapa om? Satpam ya, tapi kok masih kayak anak-anak?" Tanya wanita itu dengan menatap intens sosok yang selonjoran dibawah pohon mangga.
"Ngga usah dipedulikan, cuma anak HARAM!" Tegas Andika langsung masuk dalam rumah.
Rangga? Sejujurnya dia sakit hati dengan perlakuan kedua orangtuanya terhadap anaknya sendiri. Namun kali ini pemikirannya agak beda "Mungkin tak apa buat kali ini, sungkan juga dengan Sarah. Udah lama ngga kesini." Ucapnya dalam hati.
Arsena yang ditinggal masuk pun hanya tersungging.
"Emang seharusnya seperti ini." Ucapnya.
Rangga memang sejak lama menyukai Sarah. Wanita yang menjanda sejak 5 tahun lalu karena masalah dengan mantan suaminya. Begitu pula sebaliknya, Sarah yang menaruh hati pada Rangga yang bahkan saat itu masih berstatus istri orang.
Dan kini mereka bisa dekat serta tau masa lalu masing-masing. Dan sempat sepakat mengabaikan masa lalu mereka jika nantinya bisa menikah.
Obrolan hangat dan menyenangkan itu terdengar amat bahagia. Sebuah keluarga harmonis yang saling melengkapi. Bahkan saat sarapan pun banyak bahasan ringan yang begitu terhubung diantara mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
SOLO
القصة القصيرة"Kalo masih punya otak MIKIR" bentaknya sambil menatap nyalang. "Lo masih tinggal disini cuma karena kita semua kasian, ngga usah drama!" "Pernah kepikiran hidup bebas diluar? Lakuin aja, Papa malah seneng kalau kamu inisiatif gitu. Seenggaknya Papa...