“Selamat siang, selamat istirahat guys. Hari ini kembali lagi bersama gue, Nada, di hari Rabu, di segmen Wednesdayou. Dan sebelum gue mulai bacain email dan menfess yang udah kalian kirim, seperti biasa gue akan sampein sesuatu dulu buat kalian.”
Kalil mendengar suara Nada dari ruang gimnamsium. Meskipun napasnya tersengal dan tubuhnya masih aktif berlarian ke sana kemari karena tengah bermain basket bersama teman-teman basketnya, itu tak membuat dirinya tidak mendengarkan apa yang kali ini Nada bicarakan dari ruang siaran.
“Gue putar lagu Diri-nya Tulus sebagai latar ya.”
Dan setelahnya, terputar lagu Diri yang membuat Kalil refleks menyunggingkan senyum. Diri adalah salah satu lagu favorit Nada.
“Untukmu, selamat bertemu lagi di hari Rabu. Tanpa lo tahu, gue sekarang ikut bangga karena lo masih sanggup bertahan setelah apa yang udah lo lewati belakangan ini. Gue tahu lo kesusahan, gue tahu lo capek, lo sedih, dan lo selalu khawatir. Gue tahu lo selalu nyimpen semuanya sendiri setelah apa yang terjadi.
Tapi nggak apa-apa, gue yakin, setelah semuanya, lo masih sanggup untuk bertahan sekali lagi. Hidup sekali lagi. Bernapas, menjalani hidup untuk bahagia sekali lagi. Nggak apa-apa kalau lo masih mau mengeluh. Nggak apa-apa kalau lo masih mau nangis. Karena sebagai manusia, menangis dan mengeluh adalah hal paling wajar yang nggak akan mungkin nggak terjadi di hidup kita.
Karena bagaimanapun, kita yang ada di dunia ini juga baru pertama kali menjadi manusia kan?
Gagal? Bangkit lagi.
Sedih? Nangis aja. Karena nangis bukanlah sebuah kesalahan apalagi dosa.
Bahagia? Lo bisa ketawa dan bangga atas apa yang udah lo capai.Gue harap lo selalu ingat, bahwa di dunia ini, lo nggak pernah sendirian. Selalu ada ruang untuk lo di dunia ini. Dan dunia akan selalu ada waktu buat mendengar keluh kesah lo.
Jadi, mari kita jalani hidup untuk waktu yang lama sama-sama.
Bersama gue. Bersama orang-orang yang lo sayang.”
Untuk sesaat, suara Nada tak terdengar lagi dan lagu Tulus yang mengiri suaranya tadi kembali terdengar kencang. Kalil masih fokus bermain tetapi pikirannya sudah berkelana ke sana kemari.
Setelah lagu Diri sudah berakhir, Nada kembali bersuara.
“Nah oke guys. Setelah gue cek, ada satu menfess yang minta gue bacain. Dan satu lagi dari email wednesdayou.com.
Inget ya guys, ini anonim. Setelah ini lo-lo pada nggak usah nanya ke gue surat siapa yang gue baca kali ini. Oke?”
Kalil berhenti. Ia sudah kelelahan. Meskipun teman-temannya masih menyuruhnya ikut bermain lagi, tetapi Kalil menolak.
Lelaki itu memilih untuk duduk di tribun dan menenggak air yang ia bawa tadi dari kantin.
Kalil ingin fokus mendengar suara Nada saja kali ini. Bagaimana suara ekspresif dan semangat yang didengarnya setiap kali Nada berada di ruang siaran, bagaimana hari Rabu di minggu ketiga selalu menjadi hari paling bahagianya karena di hari itu, Nada akan mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan membaca di ruang siaran yang bisa terdengar oleh satu sekolah.
Dan tak lama kemudian, suara Nada terdengar lagi. Kali ini bersama dengan lagu milik Tulus-Monokrom.
Ah ya, dan Kalil juga akan selalu ingat. Di setiap Nada menjadi penyiar, lagu-lagu Tulus akan selalu menjadi pengiring.
“Hari ini, apapun yang dikatakan Nada gue bakalan setuju. Nad, lo harus tahu kalau ini bukan surat cinta. Tapi surat ini adalah sebagai tanda bahwa gue selalu berterima kasih sama lo. Lo selalu mengingatkan kami untuk selalu jangan lupa bahagia, jangan lupa untuk tetap hidup dan … jangan lupa untuk menangis kalau kita sedih karena itu gak apa-apa.”
Kalil tersenyum tipis, ia mengangguk. Tentu ia juga setuju dengan apa yang surat yang tengah dibacakan oleh Nada sekarang.
“Terima kasih sekali lagi ya, Nad. Berkat lo, gue masih hidup sekarang.”
Untuk beberapa detik, hanya terdengar lagu Monokrom dengan suara yang pelan. Dan, “Wah gue terharu banget. Dari program Wednesdayou jalan, gue baru kali ini dapet surat begini. Makasih ya, buat siapapun lo yang kirim ini buat gue. Izin ya, ini surat gue bawa pulang.”
Nada tertawa.
“Nah oke. Gue bacain emailnya sekarang ya. Nah kalau sekarang, ini dari seseorang yang lagi … wow … he fell first, he fell harder? Oke … gue bacain ya …”
“Dari dulu, perasaan gue nggak pernah berubah. Masih sama dan akan selalu sama. Lo cinta pertama gue, dan gue harap lo akan tetap menjadi cinta terakhir gue. Sampai nanti. Sampai akhirnya kita bisa sama-sama lagi.
Note : meskipun gue nggak yakin kita bisa ketemu lagi di masa depan.
Yaah, kok sedih ya?? Hmm oke, guys. Buat lo yang kirim surat ini barusan, gue harap kebahagiaan selalu menyertai lo ataupun orang yang lo cintai. Inget ya. Di sini, di sekolah ini, usia kita masih muda banget. Paling nggak, usia rata-rata kita itu masih 16 sampai 18 tahun nggak sih? Masa depan masih panjang. Gue harap kalian nggak capek untuk mencari kebahagiaan itu buat diri kalian sendiri.
Gue harap. Buat lo semua, buat siapapun yang denger ini. Kalian akan selalu disertai hal-hal baik ke depannya. Jadi, sekali lagi, mari kita hidup bahagia sama-sama. Masa muda nggak akan datang dua kali dan ayo kita nikmatin ini sekarang supaya nanti ketika kita sudah dewasa nanti kita nggak akan menyesali apa-apa.”
Dan setelahnya suara Nada digantikan oleh rekannya, yang Kalil pikir itu adalah suara Ari—adik kelasnya.
"Lil.” Fokus Kalil akhirnya teralih pada sosok perempuan yang berjalan mendekat padanya. Dia Syena.
Kalil melihat ke belakang Syena, mencari-cari sosok yang mungkin bersama dengan gadis itu sekarang.
“Sendirian gue. Raja lagi sama yang lain di kantin.” Syena menjelaskan karena ia tahu apa yang ingin Kalil tanyakan. Lalu dia duduk di sebelah lelaki itu.
“Oh.” Kalil mengangguk. “Terus lo ngapain ke sini?”
“Mau nanya sesuatu mumpung nggak ada Raja.”
Syena dan Kalil sama-sama melihat ke arah anak-anak yang masih bermain basket. Dan Kalil, masih menunggu apa yang akan Syena katakan.
“Lo tuh … sebenarnya beneran sayang nggak sih sama Nada?” Kalil menoleh, ingin segera menjawab pertanyaan Syena. Namun gadis itu berujar lagi,“Lo nggak boleh bohong ya, Lil. Harus jujur.”
“Emang apa bedanya sih kalau gue sebenernya sayang apa nggak ke Nada? Kami udah putus, Nad, kalau lo lupa.”
Dan Syena sudah menduga jika jawaban Kalil pasti akan begini.
“Lo pikir gue nggak ngelihat lo tadi?”
Kalil melirik Syena yang menatap serius ke arahnya. “Ngeliat apa?”
“Ngeliat lo yang nggak bisa berbuat apa-apa waktu Nada ngobrol sama Mas Jaya di depan aula?”
Kalil tertegun.
“Gue nggak tahu ini cuma perasaan gue atau gimana, tapi tadi pas gue ngeliat lo cuma bisa merhatiin Mas Jaya dan Nada dari jauh … lo kayak … kesel? Tapi lo nggak bisa berbuat apa-apa.” Syena terkekeh sinis, memperhatikan Kalil dari atas sampai bawah. “Lo yang kayak gitu masih sok-sok an selingkuhin Nada.”
Dan Kalil hanya diam. Tidak membantah ataupun menyetujui apa yang dikatakan Syena. Seolah membiarkan gadis itu tetap dengan spekulasinya sendiri.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA-NADA ASMARA || END√
Teen FictionNada pikir, ia sudah tahu segalanya tentang Kalil. Nada pikir, ia paham bagaimana seluk-beluk lelaki itu setelah mereka menjalani hubungan selama satu tahun. Namun ternyata, Nada salah. Ia tak pernah tahu apapun tentang Kalil. Bahkan ketika hubungan...