NADA-NADA ASMARA - 23

14 2 0
                                    

“Lo serius kah sampe ngomong nggak masuk akal begini supaya gue nggak dekat-dekat Mas Jaya lagi?” Nada sungguh tak percaya dengan apa yang Kalil katakan. Apa katanya tadi? Jaya melakukan kekerasan pada Lula? Jaya menguntit Lula bahkan setelah mereka putus? Memangnya itu mungkin? Seorang Mas Jaya? Jaya yang itu? Jaya yang bahkan selalu menjadi tempat curhatnya, dan Jaya yang sudah dia anggap seperti kakak sendiri?

Dan juga … alasan Kalil mengakhiri hubungan mereka adalah karena lelaki itu ingin melindungi Lula dari Jaya? Haha. Sungguh, Nada ingin tertawa saja. Adakah yang lebih lucu dari ini?

Dan yang membuat Nada merasa aneh di sini, kenapa Kalil harus ikut campur masalah Lula? Bukankah selama ini mereka tidak pernah dekat? Selama mereka berpacaran pun, tak ada tanda-tanda kedekatan yang ditunjukkan oleh keduanya.

“Lo tuh kalau cuma mau buang-buang waktu gue dengan omong kosong kayak gini mending pulang deh, Lil. Gue beneran nggak ada waktu buat ini.” Nada benar-benar tak habis pikir.

“Lo harus percaya sama gue. Lo juga tahu kalau gue bukan orang yang suka bohong apalagi buang-buang waktu.”

Benar. Jika dipikir lagi, untuk apa Kalil berbohong soal ini? Untuk apa Kalil sampai menunggunya jika hanya untuk mengatakan hal yang tidak perlu?

Benar. Nada tahu seperti apa Kalil itu. Dan berbohong serta buang-buang waktu adalah bukan Kalil sekali.

“Gue nggak percaya sama omongan lo,” kata Nada, masih tetap dengan pendiriannya. “Mas Jaya nggak mungkin kayak gitu ke Lula. Mas Jaya itu sayang banget sama Lula, Lil. Bahkan mungkin sampai sekarang. Mas Jaya aja sebenarnya pengen balikan sama Lula tapi kehalang lo.”

“Kalau dari cerita gue, mungkin nggak gue biarin Lula balikan sama Jaya setelah tahu apa yang terjadi?” Kalil bukannya merasa dirinya benar, ia tahu bahwa apa yang telah dilakukannya pada Nada telah menyakiti gadis itu. Menyakiti Nada demi membantu Lula bukanlah hal yang benar, Kalil tahu pasti. Tetapi menurutnya, menyelamatkan Lula dari Jaya adalah hal yang penting karena ini bersangkutan dengan nyawa.

Kalil khawatir jika terus membiarkan Lula sendiri, Jaya akan membuat Lula mati di tangannya. Itu lah alasannya.

“Gue tahu gue salah karena gue terpaksa bikin hubungan kita berakhir gara-gara gue merasa harus bantuin Lula. Tapi gue merasa, kalau tindakan gue adalah yang terbaik saat itu. Gue minta maaf."

“Dan menurut lo, maaf yang lo ucap itu bisa bikin sakit hati gue sembuh?” ujar Nada. Jujur saja, kalimat Kalil cukup membuatnya tertohok. Bagaimana bisa dia berpikir jika memutus hubungan mereka adalah tindakan terbaik, padahal seharusnya Kalil bisa memikirkan opsi lain. Dengan membicarakan masalah ini kepadanya contohnya?

“Alih-alih jelasin gue sebenarnya apa yang terjadi, lo malah milih mutusin gue dan jadiin gue alasan supaya hubungan kita berakhir. Lo mikir nggak sih? Lo sebenarnya kenal gue nggak sih, Lil? Menurut lo, gue bakalan diem aja gitu kalau tahu Lula beneran diperlakukan begitu sama Mas Jaya? Lo sebenarnya punya banyak opsi, Lil, buat bantuin Lula. Tapi yang ada di pikiran lo cuma mengakhiri hubungan kita. Dari sekian banyak pilihan, lo lebih milih buat nyingkirin gue. Menurut lo, setelah lo ceritain semuanya, gue bakalan berubah pikiran dan ikutin kemauan lo buat nggak deket-deket sama Mas Jaya? Yang bener aja deh. Lo bahkan udah lebih dulu nyingkirin gue.”

Kalil bungkam. Sudah sekian lama Nada tidak berbicara sepanjang itu padanya setelah hubungan mereka putus dan itu cukup membuatnya tertegun. Kehilangan kata.

Kalimat ‘dari sekian banyak pilihan, lo lebih milih buat nyingkirin gue’ benar-benar membuat hati Kalil tersentil. Kalimat itu benar. Nyata. Tak bisa dia bantah.

"Gue ngerti kalau misalnya lo berpikir omongan gue seperti terkesan membela diri. Tapi, Nad, ini masalah Lula. Gue nggak bisa seenaknya cerita ke orang lain tanpa izin dari dia," ujar Kalil.

NADA-NADA ASMARA || END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang