NADA-NADA ASMARA - 1

92 17 19
                                    

Seperti apa yang sudah Nada tekadkan bulat-bulat dan sudah ia pikirkan matang-matang belakangan ini, gadis itu akan berbicara empat mata dengan Kalil dengan mengajaknya untuk bertemu di StarMoon setelah pulang sekolah.

Tadi Syena kembali mengingatkannya agar tidak berbicara dengan emosi. Yah, meskipun Nada juga tidak tahu apakah ia masih bisa menahan diri atau tidak.

Namun, baiklah. Mungkin Syena benar. Ia harus bersabar sedikit lagi dan tidak boleh terpancing emosi lebih dulu. Apalagi mengingat watak Kalil yang memang susah untuk mengungkapkan perasaannya karena siapa tahu apa yang ia ketahui hanyalah salah paham.

Iya. Nada tahu betul hal ini. Maka dari itu, sebelum benar-benar mengakhiri hubungan ini Nada akan bertanya lebih dulu soal apa yang ia curigai.

Mereka duduk berhadapan, persis di sebelah jendela. Membuat Nada bisa langsung melihat keadaan di luar sana.

Di luar juga tengah hujan, dan semoga cuaca hari ini tidak sedang mengejeknya kalau-kalau apa yang ia simpan selama ini tentang Kalil adalah kebenaran.

Nada berusaha menenangkan degup jantungnya yang tak karuan. Pikirannya berkelana. Sesekali ia melirik Kalil yang sejak tadi duduk tenang di hadapannya tanpa mengatakan apa-apa. Lelaki itu hanya sibuk meminum teh hijau yang selalu menjadi minuman andalannya ketika kemari.

"Kita putus aja ya?"

Nada tercenung ketika tiba-tiba Kalil mengungkapkan kata-kata itu. Jantungnya seakan mencelus mendengar Kalil mengatakan hal yang ...

"A—apa lo bilang?" Dengan suara tercekat, Nada berusaha bicara. Kedua matanya bergerak mencari-cari kesungguhan dari sosok di depannya ini. Putus? Kalil memutuskannya? Di saat Nada masih ingin mencari tahu kebenaran atas bukti-bukti yang ia miliki?

"Putus." Kalil berkata serius. Dan kenyataan bahwa Kalil tak terlihat sedang bercanda berhasil membuat perasaan Nada hancur berantakan. "Gue nggak bisa lanjutin hubungan sama lo lagi. Gue ... terlalu capek. Sama tingkah lo. Terutama dengan ... energi yang lo punya."

Mendengar ucapan demi ucapan dari mulut Kalil yang terkesan sangat tidak masuk akal membuat Nada tak habis pikir.

Kalil capek? Terlalu capek? Sama tingkahnya? Energinya?

Astaga ... memangnya apa yang ia lakukan sampai membuat lelaki itu lelah?

Jika dipikir-pikir, bukankah harusnya ia yang lelah dengan pria itu? Bukan sebaliknya?

Ini benar-benar konyol.

"Gue ... nggak bisa mengimbangi energi yang lo punya. Lo selalu banyak tingkah, banyak bicara dan ... banyak melakukan hal-hal yang nggak bisa gue imbangi. Maka dari itu, ayo berhenti. Gue yakin lo juga capek sama gue yang begini. Iya, kan?"

Wah ... sumpah. Alasan macam apa ini? Sungguh tidak masuk akal. Nada masih tak bisa berkata-kata.

Perempuan itu marah. Dadanya bergemuruh. Di bawah meja, kedua tangannya terkepal.

"Oke," putus Nada akhirnya. "Kita putus," katanya. "Asal lo tahu, gue ngajak lo ke sini karena emang mau mutusin lo." Ia menatap tajam Kalil yang masih menatapnya dengan cara yang sama—seperti ketika hubungan mereka masih baik-baik saja.

Nada perhatikan baik-baik bagaimana raut wajah Kalil sekarang. Seperti yang Nada duga, Kalil selalu bisa menyimpan ekspresi dan perasaannya dengan baik sehingga yang bisa ia lihat sekarang hanyalah wajah datar lelaki di depannya ini.

Tak ada raut terkejut atau ... sedih?

Atau memang Kalil tidak merasa sedih setelah mengakhiri hubungan mereka?

NADA-NADA ASMARA || END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang