Sudah terhitung hampir dua bulan Kalil dan Nada mengakhiri hubungan mereka. Dan itu tandanya, sudah selama itu Nada tidak berkunjung ke rumah ini dan tidak lagi bertemu ibun—sebelum tadi mereka tak sengaja bertemu di supermarket—dan ayah Kalil.
Saat mobil yang yang disetir Kalil memasuki halaman rumah lelaki itu, Nada yang duduk di jok belakang dan persis di sebelah jendela, bisa melihat tanaman bonsai milik Ibun sudah bertambah. Juga, ada bunga mawar dan matahari yang sedang indah-indahnya untuk dipandang. Ibun memang sangat suka dengan tanaman. Ini baru tanaman yang berada di halaman depan, belum lagi yang ada di halaman belakang yang sudah tak terhitung jumlahnya. Saat masih bersama Kalil dulu, Nada juga sering membantu Ibun untuk merawat beberapa tanamannya.
“Abis ini Nada bantuin Ibun masak ya? Mau kan?” Ibun berbicara sesaat setelah mesin mobil mati. Dan Nada mengangguk sebagai jawaban.
“Boleh, Ibun. Kita juga udah lama nggak masak bareng, kan?”
Ibun tersenyum sebelum akhirnya keluar dari mobil yang disusul oleh Nada. Sedangkan Kalil, lelaki itu sudah keluar lebih dulu untuk mengambil belanjaan ibun yang ada di bagasi.
“Gue bantuin.” Nada menyusul Kalil, sementara ibun sudah masuk lebih dulu. Tangannya mengambil satu kantong plastik berisi buah-buahan. Karena dua tangan Kalil sudah berisi dua kantong belanjaan lain. Lelaki itu hanya mengiyakan saja saat Nada mengajukan diri untuk membantu.
Suasana rumah Kalil masih sama seperti terakhir kali Nada berkunjung kemari—masih sama hangatnya. Gadis itu berjalan di belakang Kalil seraya melihat foto-foto yang berjajar di dinding saat melewati ruang keluarga.
Ada foto Kalil saat masih SD ketika lelaki itu baru lulus, ada foto Kalil saat menerima penghargaan olimpiade saat SMP, juga ada foto keluarga yang paling besar di sana. Ada ibun, ayah Kalil dan Kalil yang berdiri di tengah-tengah mereka.
Foto-foto itu lah yang tak pernah Nada lewatkan untuk dilihatnya lamat-lamat saat kemari. Entah kenapa, rasanya hati ikut merasa hangat melihat kehangatan keluarga orang lain.
Dan entah kenapa, berkunjung kemari membuat Nada sadar—berpisah dengan Kalil itu juga berarti ia telah kehilangan sebuah kehangatan yang sudah lama ia rindukan dari keluarganya sendiri.
“Nada?” Lamunan Nada tersadar saat suara berat yang sudah lama tak ia dengar memanggil. Itu ayah Kalil.
“Om?” Senyum Nada mengembang. Ia segera mencium tangan pria paruh baya itu. “Sehat?”
Ayah Kalil turut tersenyum lebar dan menepuk-nepuk pundak Nada. Wajahnya terlihat bahagia sekali.
“Sehat sehat. Wahh, Om tidak menyangka kamu akan kemari lagi setelah sekian lama,” ujarnya. “Kamu juga sehat, kan?”
“Aku sehat, Om. Senang bisa ketemu Om lagi setelah sekian lama,” ujar Nada. "Ah iya. Selamat ulang tahun ya, Om. Maaf, Nada nggak bawa hadiah. Tadi ketemu Ibun sama Kalil di supermarket jadi nggak sempat beli."
“Wahh benar-benar. Kamu yang datang ke sini saja itu sudah jadi hadiah buat Om. Terima kasih ya sudah mau berkunjung ke sini lagi."
Nada tersenyum, hatinya benar-benar menghangat kali ini.
“Oh iya, kamu makan malam di sini kan? Nggak keburu pulang kan?”
Nada tersenyum dan menggeleng. “Nggak. Boleh kan, Om, aku bantuin Ibun masak dulu?”
“Lho ya boleh. Tapi masa kamu baru datang udah disuruh bantuin masak sih?”
“Ibun udah lama nggak masak sama Nada, Ayah.” Ibun muncul dengan jalan yang sedikit terburu dari arah dapur dan berdiri di sebelah Nada. “Ibun sih maunya biarin Nada duduk-duduk aja. Tapi kan, belum tentu juga nanti bisa ketemu Nada terus ngajakin dia ke sini lagi. Ibun kangen masak bareng Nada.” Lalu tatapan ibun beralih pada Nada. “Nggak apa-apa kan, Sayang, kamu bantuin Ibun? Nggak keberatan kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA-NADA ASMARA || END√
Teen FictionNada pikir, ia sudah tahu segalanya tentang Kalil. Nada pikir, ia paham bagaimana seluk-beluk lelaki itu setelah mereka menjalani hubungan selama satu tahun. Namun ternyata, Nada salah. Ia tak pernah tahu apapun tentang Kalil. Bahkan ketika hubungan...