NADA-NADA ASMARA - 12

17 4 0
                                    

“Lo … ngapain ke sini?”

Nada masih menatap Kalil tak percaya. Bukankah tadi lelaki itu berkata tidak akan ikut berkumpul karena ada acara keluarga? Tapi kenapa tiba-tiba ada di sini? Apa alasannya?

Bukankah lebih baik mereka tidak usah bertemu apalagi berkumpul di tempat yang sama setelah apa yang terjadi tadi pagi?

Nada melirik Nara yang masih menatapnya tak nyaman. Hingga kemudian kakaknya itu berkata bahwa ia akan pergi ke kamar yang langsung disetujui oleh Nada.

“Gue tanya lo ngap—”

“Nada Nada Nada!!! Cowok ganteng sejagat raya udah dateng nih!!” Terdengar teriakan yang suara tak asing. Nada sangat hapal suara ini. Suara buaya—alias suara Harjuna. Karena sudah paham seluk beluk rumah ini, Harjuna langsung menuju dapur untuk menemui sang pemilik rumah. “Udah masaknya? Gue sama Kalil awal banget gak sih ini datengnya?”

Oh. Nada paham sekarang.

Karena tak kunjung mendengar jawaban Nada, Harjuna baru paham bahwa ada sesuatu yang salah di sini.

Ya, tentu saja. Tentang kehadiran Kalil.

“Gue yang maksa dia ikut.” Harjuna menepuk dada Kalil seolah memberikan jawaban atas apa yang ada di pikiran Nada sekarang. “Ada acara apanya coba? Dia nggak ada acara di rumahnya, Nad. Boong ni orang.

Nada menaikkan satu alis, kedua tangannya bersidekap. “Terus?”

“Tadi gue samperin aja dia ke rumahnya. Iseng aja gitu. Siapa tahu dia cuma bohong kan. Alasan doang bilang ada acara keluarga padahal mah cuma nggak mau ketemu lo aja.” Perkataan Harjuna yang sembarangan itu membuat Nada mendelikkan mata ke arah lelaki itu. Bisa-bisanya ya Harjuna ini. “Akhirnya ya… ibun nyuruh dia ikut aja kumpul sama kita. Daripada di rumah, dia palingan cuma molor.” Harjun menjelaskan lagi. “Apalagi sodara dia juga baru balik tadi.”

“Oh.” Nada kemudian hanya mengangguk. Mungkin yang dimaksud saudara itu adalah Rafi ya? “Ya udah lo pada nungguin aja di ruang tengah. Kalau mau camilan, nanti gue bawain ke sana.”

“Lah, Lil? Camilannya nggak lo kasih ke Nada?” Harjuna seketika melihat ke sebelah tangan Kalil yang masih menenteng satu kresek besar berisi belanjaan yang tadi mereka beli di supermarket. Juga, ada titipan ibun yang tersimpan di sana. “Yee, gimana sih lo anjir. Malah cuma ditenteng-tenteng.” Harjun meraih kresek itu dan meletakkannya ke atas meja.

Dan Kalil masih tak bersuara apapun sejak tadi. Dia hanya menatap lurus-lurus perempuan yang berdiri di depannya. Yang juga sejak tadi, enggan membalas tatapannya.

“Katanya Mireya yang belanjain. Kok malah kalian yang bawa?” Nada melihat camilan yang Harjuna dan Kalil beli. “Terus ini apa?” Lalu tangannya mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna biru dari dalam sana.

“Oh itu. Titipan Ibun. Buat lo katanya,” kata Harjuna santai.

Nada tertegun. “Buat gue?”

Harjuna mengangguk. “Bolu pisang. Tadi gue udah makan di rumah Kalil. Kata Ibun, lo paling suka bolu pisang buatan Ibun kan? Makanya Ibun bawain buat lo.”

Dan entah apa yang dirasakan Nada saat mendengar ucapan itu. Haruskah ia senang? Atau malah ia harus sedih dan merasa bersalah karena menganggap hubungan mereka berakhir karena Nada yang putus dengan anaknya?

“Oh oke. Thanks,” ujar Nada akhirnya. “Udah sana lo berdua tunggu di depan. Gue belum selesai masak. Kalau kalian ganggu, gak kelar-kelar gue nanti.”

“Oke.” Harjuna meraih kresek itu lagi untuk ia bawa ke ruang tengah. Namun sebelum benar-benar berlalu, ia menyentil kening Nada sehingga membuat gadis itu mengaduh.

NADA-NADA ASMARA || END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang