“Pagi, Bun.” Kalil turun dari kamar, sudah lengkap dengan seragamnya yang ia padukan dengan jas sebagai luaran. Ia menyapa sang ibun yang tengah menyiapkan sarapan, yang ternyata di sana juga ada ayah sedang membaca koran beserta kopi hitam sebagai peneman. “Pagi, Yah.”
“Hm, pagi.” Ayah menurunkan posisi korannya, sehingga bisa melihat sang anak yang turut bergabung di meja makan. Berjarak satu kursi darinya.
“Ayah kerja? Kata Ibun, Ayah nggak enak badan semalam.”
Ayah menutup korannya dan meletakkan benda itu di atas meja. Menyeruput kopi, lalu tangannya mengambil roti yang sudah diolesi selai kacang oleh ibun.
“Udah enakan. Ayah ada jadwal operasi pagi ini jadi harus ke rumah sakit.”
Kalil mengangguk-angguk. Profesi ayahnya yang sebagai dokter bedah memang tidak bisa sembarangan untuk mengambil cuti. Keselamatan pasien adalah yang utama.
“Makan dulu, Ndra. Mau nasi goreng atau roti?” tawar Ibun seraya meletakkan satu mangkuk besar berisi nasi goreng yang baru ditiriskan dari wajan ke atas meja.
Ah iya, sebagai informasi, jika di rumah, Kalil emang selalu dipanggil Andra. Beda jika di sekolah. Karena Kalil adalah singkatan dari namanya—Kaliandra Ilham. Yang mana pencetus nama singkatan itu sendiri adalah Nada. Saat mereka masih masa orientasi.
“Nasi goreng, Bun.” Kalil membalikkan piring yang tersedia di depannya, lalu menyendokkan beberapa nasi goreng ke atas piring.
“Ya sudah. Ayah berangkat dulu ya. Takut kesiangan.” Ayah berdiri setelah menghabiskan roti dan kopinya. “Kamu hati-hati ya, Ndra berangkatnya. Salam buat Nada, udah lama juga dia nggak ke sini.”
Mendengar nama Nada, membuat Kalil tertegun sebentar. Ia tak menjawab ucapan ayah, hanya menatap lurus ayahnya itu yang berpamitan pada ibun dan ibun yang mencium tangan ayah. Sampai akhirnya ayah pergi, menyisakan dirinya dan ibun yang masih berada di ruang makan.
Ibun duduk di hadapan Kalil. Lalu mengambil dua centong nasi goreng sebagai sarapan.
“Kenapa bengong?” Ibun bertanya. “Ada masalah, Ndra?”
Kalil tersadar, ia menggeleng. Mulai menyuap nasi ke mulutnya yang entah kenapa rasanya sangat tidak nyaman—ah bukan maksudnya masakan ibun tidak enak. Tetapi sepertinya, memang ada yang salah dengan lidahnya saat ini.
Atau mungkin bukan karena masalah lidah, tetapi karena memang perasaannya yang memang tidak nyaman sejak kemarin-kemarin.
“Ibun denger, katanya kamu lagi ada masalah?”
Setelah beberapa suap, Ibun kembali bicara. Dan pertanyaan itu membuat Kalil mendongak, menatap ibun bingung. “Masalah?”
Ibun mengangguk. “Dan anehnya, kenapa kamu nggak ceritain soal ini ke Ibun.”
Kalil semakin tak mengerti arah pembicaraan ibun. Ia berpikir sebentar sampai akhirnya satu masalah terlintas. Ia mengerti.
“Ada apa? Kenapa kamu memilih putus dari Nada padahal malam sebelumnya kamu bilang ke Ibun kalau kamu sayang sekali sama dia?”
Untung saja nasi gorengnya sudah habis, jadi saat ibun tiba-tiba membahas hal ini Kalil tidak terpaksa lagi harus memasukkan makanan ke mulutnya padahal rasanya ia ingin muntah sekarang.
Kalil menatap ibun. Saat berpacaran dengan Nada, gadis itu memang sangat dekat dengan ibunya ini. Mereka kerap memasak bersama, belanja bersama, dan melakukan hal lain bersama-sama yang ketika Kalil mendengar ceritanya entah dari ibun maupun dari Nada, akan membuat senyumnya tersungging dan dadanya menghangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA-NADA ASMARA || END√
Genç KurguNada pikir, ia sudah tahu segalanya tentang Kalil. Nada pikir, ia paham bagaimana seluk-beluk lelaki itu setelah mereka menjalani hubungan selama satu tahun. Namun ternyata, Nada salah. Ia tak pernah tahu apapun tentang Kalil. Bahkan ketika hubungan...