Di rumah ini, Nada hanya tinggal bersama Nara—kakak perempuan yang hanya berjarak satu tahun darinya yang juga teman satu kelas Lula. Lalu bersama Papa, orangtua satu-satunya Nada dan Nara yang gila kerja. Mungkin kehadiran Papa di rumah hanya sekitar tiga sampai empat kali saja setiap minggunya.
“Lagi apa?” Nara menghampiri sang adik yang duduk di sofa dengan laptop yang berada di pangkuannya. Nada menoleh, mendapati Nara yang masih mengenakan seragam sekolah. Ini sudah jam tujuh malam, dan kakaknya ini baru sampai rumah.
Dan Nada sudah terbiasa melihat pemandangan ini sejak lama.
“Nyari film yang bagus,” ujarnya. Ia menoleh ke arah sang kakak. “Udah makan?”
Nara menghela napas, menyandarkan kepalanya di bantalan sofa. “Udah. Tadi makan nasi goreng di depan sama Romeo.” Dan Romeo adalah sahabat dekat Nara sejak SMP.
Dulu sewaktu awal mereka dekat, Nada pernah bertanya pada Nara apakah ia tidak jatuh cinta pada Romeo. Pasalnya, dilihat dari sisi manapun lelaki itu sangat pantas untuk dijadikan sebagai pacar. Bahkan dibandingkan dengan Kalil, Romeo jauh lebih baik.
Tetapi jawaban Nara saat itu hanya Enggak. Gak tertarik sama cowok yang sama ambisnya kayak gue. Begitu.
Nada mengangguk-angguk mendengar jawaban sang kakak.
“Papa nggak pulang?”
“Belum,” jawab Nada. “Ini masih jam tujuh dan nggak mungkin Papa pulang jam segini kalau lo lupa. Atau bisa jadi, Papa nggak pulang lagi malam ini."
Nara mengangguk. Ia memejamkan mata. Nada memperhatikan sang kakak, rautnya yang lelah tak bisa disembunyikan.
“Capek banget ya jadi anak kelas dua belas?” Nada menutup laptop dan meletakkannya ke atas meja. Ia duduk menyerong, meletakkan satu lengannya di kepala sofa agar bisa melihat lurus-lurus ke arah Nara. “Lo anaknya emang ambis sih dari dulu. Tapi akhir-akhir ini gue lihat lo selalu belajaaar mulu. Nggak capek?”
Nara membuka mata, menghela napas lelah. Ia menatap langit-langit ruang tengah. “Ya lo pikir aja. Nggak ada belajar yang nggak capek, Nad. Tapi gue suka. Gimana dong?”
Nada tertawa, membuat Nara menoleh dan ikut tersenyum lebar. “Sesuka itu sama belajar?”
“Suka aja. Tapi karena ada temennya, jadi suka banget.”
Nada mencibir. “Gitu lo bilang kalau lo nggak suka sama Romeo. Padahal mah …”
Nara tergelak. “Siapa coba yang bilang suka sama Romeo? Gue cuma bilang suka banget karena sekarang ada temennya. Ada temen ngobrol, ada temen sharing, ada temen yang … bisa buat gue tahu apa yang gak gue tahu. Gitu gitu lah.”
“Iya iya deh iya. Apalagi pas Romeo sekarang satu tempat les sama lo ya? Jadi eeghhh … makin semangat belajarnya meskipun pas pulang gini capeknya keliatan banget.”
Nara tak menanggapi ucapan Nada dan hanya tertawa kecil. Setelahnya, mereka hening.
Nara yang kembali memejamkan mata, sedangkan Nada pergi ke dapur untuk mengambilkan air hangat yang akan ia berikan untuk sang kakak.
Tak sampai lima menit, gadis itu kembali. Bukan hanya dengan air hangat, tetapi juga dengan potongan buah naga yang tadi sempat ia kupas sepulang sekolah.
“Ra, minum dulu.”
Nara membuka mata, ia menegakkan tubuhnya yang masih terasa lelah dan meraih segelas air hangat yang disodorkan Nada. Meminumnya sampai tersisa separuh dan meletakkannya kembali ke atas meja.
“Naik deh sana. Mandi terus istirahat. Lo kelihatan capek banget,” komentar Nada ketika melihat Nara mengambil sepotong buah naga yang ia suapkan ke mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA-NADA ASMARA || END√
Teen FictionNada pikir, ia sudah tahu segalanya tentang Kalil. Nada pikir, ia paham bagaimana seluk-beluk lelaki itu setelah mereka menjalani hubungan selama satu tahun. Namun ternyata, Nada salah. Ia tak pernah tahu apapun tentang Kalil. Bahkan ketika hubungan...