NADA-NADA ASMARA - 22

11 1 0
                                    

“Kalian ngapain malah duduk di sini?” Nada yang tengah mengunyah pentol baksonya itu mendongak saat Syena, Mireya dan Jasmine malah menyusulnya yang tengah duduk sendirian.

Nada memang datang paling akhir ke kantin, sebab tadi dia masih pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan novel yang ia pinjam kemarin lusa. Dan ketika sudah masuk ke kantin, dia sudah melihat ketiga teman perempuannya itu berkumpul dengan teman-temannya yang lain—yang di situ juga ada Kalil.

Dan alasan Nada enggan menyusul mereka untuk duduk berkumpul di sana adalah karena enggan untuk bertemu tatap dengan laki-laki itu lagi. Setelah yang terjadi kemarin.

“Udah balik sana duduk sama yang lain. Gue gak apa-apa makan sendirian,” kata Nada lagi.

Syena yang duduk di sebelah Nada berkata, “Ada masalah apa lagi sama Kalil? Gue kira kalian udah baik-baik aja. Bukannya belakangan ini kalian udah biasa-biasa aja lagi, kan?”

Mireya mengangguk, membenarkan. “Mukanya Kalil juga ditekuk mulu dari tadi. Kayak banyak pikiran gitu. Nggak kayak biasanya.”

Dianara turut membenarkan ucapan Mireya. “Biasanya meskipun ada masalah, wajah Kalil tuh lempeng-lempeng aja. Tapi sekarang kelihatan banget kalau lagi ada yang dipikirin.”

“Masa sih?” Nada yang tak percaya perkataan teman-temannya itu menoleh ke belakang. Sebab kini posisi duduknya memang membelakangi lelaki itu.

Di sana Kalil duduk bersama Harjuna, Jefri, Yuda dan Raja. Di saat keempat lelaki itu bercanda tawa, saling melemparkan ejekan yang suaranya terdengar menggelegar, Kalil hanya merespon itu hanya dengan sesekali tersenyum tipis.

Dan saat melihat bagaimana raut wajah Kalil, benar saja. Nada menemukan keanehan. Kalil tidak terlihat seperti biasanya yang datar-datar saja.

“Bener, kan?” Syena bertanya lagi, membuat Nada kembali menghadap ke depan. Menghabiskan baksonya yang tersisa satu pentol. “Emang bener ada masalah lagi?”

“Eh? Kak Lula?”

Belum saja Nada sempat menjawab pertanyaan Syena, ucapan Mireya seketika membuat Nada kembali menoleh ke arah Kalil. Lula terlihat sedang menghampiri lelaki itu dengan gerakan terburu-buru.

“Kenapa wajah Kak Lula begitu?" Dianara bergumam. Wajah Lula memang tampak cemas saat menghampiri Kalil dengan gerakan terburu-buru itu. "Mungkin yang dipikirin Kalil itu ada hubungannya dengan Kak Lula kali ya? Mereka kan pacaran."

Meskipun pertanyaan-pertanyaan terus dilontarkan oleh teman-temannya, Nada tidak menjawab satu pun pertanyaan itu. Ia hanya fokus memperhatikan bagaimana interaksi Kalil dan Lula.

Sampai ketika tatap yang diberikan Nada bertemu dengan tatap milik Kalil, Nada menemukan banyak sekali perasaan cemas ada di sorot matanya—yang seketika membuat perasaan Nada mencelus.  

Entah apa yang disimpan lelaki itu kali ini.

Nada merasa tak ingin tahu, tetapi di sisi lain, ia juga merasa khawatir.

Hingga akhirnya tatap itu lebih dulu diputus oleh Kalil, karena lelaki itu sudah pergi dari kantin. Bersama Lula yang menarik tangannya.

Membiarkan Nada bertanya-tanya sendirian. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

•••

“Kali ini lo harus beneran ngomong sama Nada, Lil!” Lula berkata dengan nada frustasi, memohon dengan sangat pada lelaki itu agar Kalil benar-benar mau mendengarkan ucapannya. “Kalau lo tetep nggak mau ngomong, gue yang bakalan ngomong sama Nada. Bodo amat kalau akhirnya dia nampar gue lagi.”

Kalil tak menjawab, ia menghela napas kasar. Dirinya juga bingung, tentang sebenarnya harus ia lakukan. Memberitahu Nada soal ini, apakah adalah hal yang benar? Apakah gadis itu akan mempercayainya? Sebab dari awal, Kalil memang tak berniat sama sekali untuk menceritakan soal ini pada Nada. Nada tak perlu tahu soal ini karena terlalu berbahaya. Kalil tidak ingin Nada malah ikut campur, dan membuat dirinya sendiri terikut dalam masalah.

NADA-NADA ASMARA || END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang