34

244 21 11
                                    

Mata gadis itu mengerjap, tangannya bergerak pelan, bias cahaya pertama kali menyorot silau di kelopak kedua indranya, ia menghirup nafas pelan, masker oksigen masih ia rasakan menghirup di paru parunya, Nabila diam, ntah kenapa air matanya turun mengaliri sudut mata gadis itu saat ini.


Ruangan kali ini kosong, tidak ada siapapun yang berjaga, beberapa jam setelah yang di bicarakam dokter, Salma dan yang lain mulai berjaga bergantian, jaga  jaga jikalau Nabila terbangun nanti, namun sudah hampir tengah malam, bahkan kedatangan kedua orang tua Nabila dan Reyha pun, gadis itu masih enggan membuka mata, seolah masih ingin tertidur pulas tanpa di ganggu oleh siapapun, jelas saja saat Nabila kini terbangun di tengah malam dari komanya ia tak menemukan siapapun berjaga, mungkin yang lain sudah pulang dan beriatirahat, dan separuhnya lagi sedang mengisi perut mereka di area kantin atau gerobak abang abang di luar Rumah Sakit.

"Cklek".

Sudut mata Nabila bergerak, mencari sumber suara, tubuh gadis itu masih lemas, belum ada yang bisa ia gerakan selain kesepuluh jari tangannya dan kelopak matanya, tubuhnya terlalu lemas menopang beban berat dari tubuhnya sendiri saat ini.

Rony berjalan santai, sekresek penuh pelastik putih ia genggam saat ini, isinya hanyalah cemilan pengganjal perutnya malam ini, ia lelah setelah seharian ini, bahkan ia tadi sempat berdebat dengan Paul dan yang lain karena bersi keras untuk kembali menemani Nabila dirumah sakit, padahal tubuhnya butuh ruang yang nyaman untuk di istirahatkan.


'Ting'.



          'Neyl'.
Ron, gue sama yang lain pulang dulu, nanti Daniel, Edo, Paul nyusul lu setelah ini.

          'Neyl'.
Besok gue sama yang lain ke Rumah Sakit pagi pagi gantian sama Lu, biar besok lu bisa istirahat sebentar.

Rony menghela nafas, ia tanpa sadar mendesah kasar, membalas pesan itu dengan satu kata yang di milikinya.

          'Anda'.
Oke!.

Rony kembali menyimpan ponselnya dalam saku, laki laki itu masih belum menyadari sorot mata lain yang memandangnya saat ini, ia terlalu fokus dalam kesendirian dan kesepian serta semraut pikirannya  saat ini.

Menghela nafas kembali, Rony melangkah menuju kursi di sudut ruang, menaruh sebagian pelastik yang ia bawa disana, lalu berjalan mendekat pada Nabila yang masih belum ia ketahui kebangunannya saat ini.

Baru dua langkah saat kakinya melangkah, Rony terbelak, matanya melotot kaget, ia menatap Nabila  yang tersenyum sayu, senyum tipis dengan jejak air mata yang mulai mengering dikedua sudut kelopak matanya.

"Nab?".

Buru buru Rony mendekat, ia menghela nafas lebih dalam memastikan apa yang ia lihat saat ini bukan mimpi, Nabila sadar dan berada di depannya?, ini benar benar sebuah keajaiban dari pencipta yang disyukuri Rony.

"Kamu sadar Nab?". refleks Rony bertanya, tangannya menggenggam tangan Nabila yang terasa dingin dan ringkih, lembut lelaki itu mengusap tangan Nabila, membuat Nabila hanya mengangguk kecil menjawab pertanyaan Rony tadi.

"A-apa yang kamu butuhin?, apa yang kamu rasain?, kakak panggilin dokter ya, tunggu sebentar". Rony dengan tergesa memencet bel darurat yang berada di pojok ruangan itu, ia tak ingin meninggalkan Nabila lebih jauh dari jarak beberapa jengkal saat ini, sungguh ia benar benar berharap ini adalah kenyataan dan bukan bentuk halusinasi tengah malamnya yang konyol.

"K-kak!".

Terbata, Namun suara gadis itu hinggap dengan lembut di telinga Rony, refleks Rony kembali mendekat setelah bel darurat yang ia hubungkan, matanya menatap khawatir Nabila, tangan mungil gadis itu, terangkat, menyentuh garis pipi milik Rony yang tirus, Nabila tersenyum, tangannya di topang baik oleh Rony, namun masih belum melepaskan usapan kecilnya pada pipi lelaki itu.

"Trimakasih". ucap Nabila tersenyum tipis.

Rony menangis haru, gelengan kepalanya terburu buru, jangan, ia tak pantas mendapatkan ucapan terimakasih dari gadis itu, justru karena dia lah gadis itu seperti ini, ia lah yang menyebabkan Nabila seperti ini.

"Nggak Nab, jangan banyak bicara, biar dokter periksa dulu keadaan kamu!". ucap Rony, air matanya diusap halus oleh tangan ringkih dan gemetar milik Nabila, rasanya masih dingin, suhu tubuh gadis itu belum benar benar hangat seperti semula.

"Ckelek!".

Dua orang perwat dan satu dokter berjalan tergesa, Rony mundur tiga langkah membiarkan Dokter dan perawat lebih leluasa untuk memeriksa gadis itu, dengan gemetar Rony mengambil ponselnya kembali, mengirim satu pesan pada Neyl untuk disebarkan.


            'Anda'.
Neyl, Nabila sadar!.

Tulis Rony.




Edo, mengeratkan jaketnya lebih erat, suhu dingin malam ini benar benar menganggunya, segelas wedang hangat sudah berada di tangannya dengan kepulan asap, disampingnya Daniel menyalakan sebatang rokok miliknya, keduanya kini menunggu Paul di parkiran rumah sakit, mereka berdua berjongkok dekat pohon kamboja yang tak berbunga, hanya diam dan duduk menunggu Paul yang tak kunjung kelihatan batang hidungnya itu.


"Masih lama gak sih Niel?".

"Banyak nyamuk disini, dingin lagi!". keluh Edo, kakinya berbentol bentol karena di kerubun nyamuk, nasib sial memang sepertinya sepakat berteman baik dengan pemuda itu, alih alih di kerumbuni wanita, di puja puji bak lelaki tampan setengah Dewa, Edo saat ini malah di kerumuni betina dari hewan kecil yang berterbangan kesana kemari itu.

"Diem deh Do, gue bilang juga apa, tadi beli Soffel dulu di warung!". seru Daniel, ia tengah santai dengan udud miliknya yang tersisa setengah.

"Gue salah denger sialan!, gue dengernya softex bukan soffel mana mau gue beli gituan, di suruh Achel aja gue mah ogah, malu!, mana ada cowok se manly gue yang beli gituan!". ucap Edo, mulutnya berkomat kamit, mengeluh dengan berbagai macam bahasa yang tak di pahami Daniel.

"Cowok manly mana yang tontonannya upin ipin?". Daniel menghela nafas temannya yang satu ini di luar nurul terkadang.

"Lu gak tau aja, cowok semanly Rony aja tontonannya boboiboy!".

"Kita kenapa gak nunggu di dalem aja sih Niel?, enak disana ada kursi tunggu, bukan malah jongkok kaya orang berak gini!". keluh Edo.

"Gak enak Do, didalem gak bisa nyebat gue, area no smoking semua!". jawab Daniel sekenanya, Rokok setengah batangnya tinggal sedikit, lelaki itupun bangkit lalu mengijak putung Rokok yang menyala itu, mengeluarkan ponsel yang berada disakunya sebentar lalu menatap Edo kembali.

"Do!, Ayok kedalem, kita tunggu Paul di dalem". ucap Daniel tekesan terburu buru.

"Kenapa?".

"Neyl kirim pesan di grup, Nab udah sadar!, ayok kita kesana, Paul bakal nyusul bentar lagi". ucap Daniel.

Kedua lelaki itu menghela nafas syukur, baru saja langkah kakinya berjalan, sebuah sorot lampu motor menyorot keduanya, Edo dan Daniel diam, mereka melihat Paul yang terburu buru dengan senyum yang merekah, ah rupanya lelaki itu juga sudah membaca chat grup Neyl sepertinya.

"Edo, Daniel ayok masuk!". ucap Paul mendahului kedua lelaki yqng sudah menunggunya itu tanpa rasa bersalah.

sementara Edo mendengus, betisnya baru saja digigit mesra oleh para betina nyamuk hingga bentol bentol dan Paul tanpa rasa bersalah memerintahnya masuk dengan gampang, tak tau saja lelaki bule itu kesialan apa yang ia alami saat ini hanya demi menunggu Paul yang baru datang saat ini.


"Udah jangan nambah keruh suasana, kebanyakan drama, inget Do, Nabila udah sadar, ayok kita lihat!". ucap Daniel menyadarkan Edo.

Kedua pemuda itu akhirnya menyusul Paul yang berjalan lebih dahulu, meski kesal sepertinya saat ini Edo akan berbaik hati untuk tak mengungkit hal ini pada Paul, salahkan saja hatinya yang ikut membaik mendengar kabar Nabila yang sadarkan diri di tengah malam ini.















_____________________________







TBC.





Nab sadar!!!, Yuhuuuu!!!!.......




EH, KETUKER!.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang