Gin mendengus singkat kala tak menemukan camilan kesukaan nya di jejeran makanan ringan itu. Tangan nya sibuk mengacak rak, mencoba berjuang untuk menemukan apa yang di carinya meski pada akhirnya juga tak ia temukan. Ia berdecak,
"Ah elah, pake segala kagak ada lagi." Sembari berkacak pinggang, Gin misuh-misuh. Ia beralih pada rak bawah untuk mengambil beberapa permen, sebelum ia merasakan kehadiran seseorang di sebelahnya.
"Lah," melihat dari bawah siapa orang yang barusan berdiri di samping, Gin lantas bangkit berdiri. "Ngapain lo disini?"
Pemuda di hadapan nya mengerutkan kening nya heran, namun hanya sesaat sebelum ia ingat siapa lelaki bersurai hitam di depan nya. Ia lantas memutar matanya malas, "ya suka suka gue lah? Emang ini toko punya bapak lo?"
"Gue ga ada bapak, Sou."
Spontan Souta membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan nya kala ia mendengar balasan dari Gin barusan. "Sorry, Gin."
Tapi bukan nya membalas ucapan Souta, Gin justru tertawa akibat melihat Souta yang menunduk akibat merasa bersalah atas ucapan nya. Namun bagi Gin itu sudah biasa saja, lagipula ia sudah berdamai dengan keadaan. Maka dengan cepat Gin mengusap pundak si surai biru itu,
"Santai aja, gue juga udah damai. Btw kata Jaki lo kemarin udah pergi?"
Souta melirik sekilas pada tangan Gin yang bertengger di pundaknya, buat Gin mengerti dan segera menarik tangan nya menjauh dari sana. "Mhm.. sebenernya kemarin udah pulang ke rumah Abah, tapi kangen aja sama abang Kei, yaudah kesini. Eh taunya lagi sakit."
"Hah? Siapa yang sakit?"
"Abang Kei, lah. Demam dia."
Gin manggut-manggut mengerti. Lalu ia memilih kembali memilih beberapa camilan disana, membiarkan Souta juga melakukan hal yang sama. Namun ketika ia melirik ke arah yang lebih muda, Souta terlihat menatap nya. Buat Gin menyeringai, sementara Souta memalingkan wajahnya. Malu.
"Kenapa liat-liat? Naksir lo sama gue?" Mendengar itu Souta refleks menoleh pada Gin dengan wajah garang, namun tak bisa di pungkiri kini wajahnya memanas, dan yang pasti akan terlihat merah. Hal itu berhasil mengundang tawa dari Gin,
"AH APASIH! Berisik lu!" Souta kembali memalingkan wajahnya dari Gin, buat Gin menghentikan tawa nya. Ia memandang Souta sembari bersedekap dada, membiarkan Souta mengambil beberapa camilan di sana sebelum seorang lelaki dengan surai hijau mendekati Souta.
"Ayo, Sou—eh, ini sape?" Manik itu melirik pada Gin dengan tatapan bertanya.
"Gin, temen nya Krow."
"Oh iya." Garin, lelaki itu manggut-manggut perlahan. Lalu tangan nya segera merangkul pundak Souta, mengajaknya pergi dari sana setelah berpamitan pada Gin.
Sementara Gin yang di tinggalkan hanya bisa memandang kepergian mereka, sekilas ia tersenyum cerah begitu mengingat wajah lucu milik Souta barusan. Gemas, pikirnya. Dan tak mau berdiam lama disana, Gin beralih ke meja kasir untuk segera membayar belanjaan nya sebelum ia pergi bekerja pagi ini.
...
Krow meringis pelan kala perutnya kembali terasa sakit ketika ia melangkah. Wajahnya yang masih tertinggal lebam itu mampu membuat siapapun yang berada di kantor menatapnya, tapi Krow sama sekali tak peduli dengan itu. Sekarang yang ia pikirkan adalah, bagaimana ia bisa menemui lagi Jaki? Sementara Rion saja sudah semarah itu kemarin malam ketika melihatnya. Maka, kini ia melangkahkan kakinya menuju lantai tiga, menemui dua sobatnya yang memang sedang bersantai disana.
"Eh ichi bos, kenapa lebam itu muka?" Gin yang pertama kali sadar akan eksistensi Krow disana menoleh, menatapnya dengan bertanya. Thia sendiri yang sedang bermain ponsel langsung mendongak, sedikit kebingungan kala melihat wajah Krow yang lebam dan cara jalan nya yang seperti tertatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love
RandomPertemuan tak sengaja keduanya yang membawa mereka pada malam panas yang tak akan pernah mereka kira bagaimana ujung nya.