Pakaian nya ia biarkan basah begitu saja karena air mata yang terus di keluarkan oleh seorang gadis di dalam dekapan nya kini. Si surai merah dalam dekapan nya itu masih sesenggukan, masih berusaha mengeluarkan segala rasa emosional yang ia tahan. Sementara Key hanya bisa membalas pelukan itu tak kalah erat dan mengusap rambut Elya dengan lembut. Sejatinya juga merasa terluka mendengar isak tangis Elya yang terdengar di tiap sudut kamarnya, tapi apa daya, untuk sekarang Key tak bisa melakukan apa-apa.
"Mau minum?" Key spontan menawari air begitu merasa bahwa Elya berhenti menangis di pelukan nya. Si surai merah itu mengangguk singkat, membuat Key meraih segelas air di nakas dan memberikan nya pada Elya yang kini duduk di hadapan nya. Key tersenyum simpul melihat Elya dengan wajah sehabis nangisnya yang terlihat lucu.
Gadis itu beralih menyandar pada bahu Key, menghirup dalam-dalam aroma wangi khas milik si surai biru yang kini masih mendekap hangat tubuh nya. "Aku tadi ngeliat Papa sama Kakak berantem, Key." Mendengar itu Key hanya diam, membiarkan Elya melanjutkan ceritanya.
"Kakak bilang ke Papa kalau Papa masih belum bisa lupain Mama dan Kakak marah karena Papa ga nyambut pulang nya aku Kakak juga bilang kalau Papa brengsek karena ngelupain aku sama Kakak, tapi.." ucapan Elya bergantung di udara, ia menghela nafasnya sejenak, menetralkan pikiran nya yang masih berkecamuk. "Tapi Papa nampar Kakak tadi. Papa nampar Kakak karena Kakak manggil nama Mama."
Setelahnya Elya diam. Key yang masih sadar bahwa gadis itu akan melanjutkan perkataan nya lagi hanya bisa ikut terdiam, terus mendengar setiap kata yang keluar dari belah bibir Elya yang terkadang di iringi dengan tarikan ingus.
"Papa egois ya, Key? Papa jadi gila kerja karena pengen lupain Mama, tapi justru ngelupain aku sama Kakak, padahal kita juga kehilangan Mama..."
Dan dapat Key dengar isakan kembali terdengar dari Elya yang nampaknya menangis lagi di pelukan nya. Key menghela nafas, "udah? Aku udah boleh jawab?"
Key yang mendapatkan respon anggukan dari si lawan bicara pun lantas mulai membuka mulutnya untuk merespon cerita Elya barusan,
"Kamu bener, Papa emang egois, tapi omongan Krow juga gabisa di benerin. Aku disini ga menganggap siapapun benar, Papa salah karena ngelupain kalian berdua demi dirinya sendiri bisa lupa dari kepergian Mama, sementara Krow sendiri juga salah karena ngatain Papa." Diam sejenak, Key mengambil nafasnya dalam-dalam. Sejujurnya, ini bukan kali pertamanya ia menjadi sandaran untuk Elya ketika gadis itu tengah hilang arah sebab rumahnya tak lagi sama. Makomi terlalu sibuk bekerja hingga lelah, dan Krow yang terkadang bicara seenaknya itu mampu menimbulkan kobaran api di rumah mereka semenjak Miraie Yuzuki—sang suami dari Makomi meninggal dalam kecelakaan.
Ini juga bukan pertama kalinya Elya mendapati mereka bertengkar, namun untuk melihat Makomi yang hilang kendali hingga menampar Kakak-nya itu baru pertama kali ia saksikan sendiri. Benar-benar baru kali ini Elya melihat Makomi tersulut emosi, walau dengan mimik wajahnya yang dingin dan datar, Elya sendiri sadar bahwa aura yang Makomi keluarkan berbeda. Aura itu mampu membuat atmosfer satu ruangan berubah menjadi tegang. Dan Elya tak menyukai itu sama sekali.
"El, seburuk apapun sikap Papa, Papa itu tetep Papa kamu, Papa kalian. Sekarang kalian cuma punya Papa, coba ngomong sama Papa baik-baik jangan langsung kesulut emosi. Papa juga pasti ngerti kok," tangan lentik itu perlahan bergerak mengelus surai merah gelap di pelukan nya, Elya yang merasa nyaman hanya diam, sekaligus mencerna apa yang Key katakan barusan.
Namun di tengah sesi curhat mereka itu, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu kamar Key dari luar. Hal itu membuat Elya menggeser tempat nya untuk duduk di samping Key dan meletakkan kepala nya di bahu Key. Sebelum Jaki masuk ke dalam kamar sembari membawa nampan berisi beberapa camilan dan juga dua susu putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love
RandomPertemuan tak sengaja keduanya yang membawa mereka pada malam panas yang tak akan pernah mereka kira bagaimana ujung nya.