Tantangan Menjemput Maut!

16 6 0
                                        

Dadaku sesak, mataku perih, tubuh terasa remuk ketika menyadari bahwa tadi aku terpental cukup jauh. Dalam cahaya remang-remang dan debu yang masih berterbangan, aku berusaha membuka mata. Sembari terbatuk-batuk, aku berusaha duduk. Mengamati sekeliling yang masih ditutupi oleh debu, tetapi tidak setebal tadi. Aku meraba-raba tanah, berusaha mengambil panah yang terjatuh sempurna di samping tubuhku.

Udara di sini sudah cukup membaik, bernafas pun tidak sesulit tadi. Hanya saja, diriku masih terlalu lemas untuk mencerna apa yang terjadi. Aku hanya berusaha memasukkan dua anak panah biasa dan satunya lagi milik Ibu. Seingatku, tadi aku membawa banyak anak panah, yang baru digunakan hanyalah satu. Tetapi, aku tidak peduli dengan anak panah yang lain, yang hilang. Asalkan milik Ibu tidak ikut lenyap.

Ruangan yang tadi remang-remang, mulai terang ketika beberapa nymph menyalakan lilin dan obor di sekeliling. Aku baru berhasil melihat dengan jelas, bahwa saat ini banyak akademia yang terdampar di berbagai arah dengan tubuh yang tak kalah lemas. Mungkin, ada juga yang belum sadar dari pingsan, sebagian juga sedang diobati oleh ... kuda berkepala manusia?

Sejenak, aku hanya bisa berkata "Hah?" Sebagai reaksi ketika melihat ada sesosok centaur berbadan besar, didampingi oleh nymph dan satir. Aku tahu, mereka pasti sedang melakukan pengobatan bagi kami semua.

"Kita ke sana!" Seorang satir berkata kepada nymph yang sangat hijau dan berlendir, dia mirip lidah buaya. Mereka mendekati diriku.

Aku diam saja seraya diobati dengan lendir lidah buaya dan minuman dari nektar bunga, entah bunga apa, tetapi rasanya sangat pahit dan bau. Berbeda dengan nektar yang kami minum ketika makan siang tadi.

"Tuan dan Nyonya, bolehkah aku bertanya?" kataku dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Silakan," jawab mereka dengan kompak.

"Yang tadi itu ... itu apa? Mengapa kejadiannya begitu cepat, tetapi sangat melumpuhkan kami?" tanyaku dengan suara lirih. Jujur saja, mulutku terasa tidak enak karena habis meminum nektar bunga itu, ditambah badan yang rasanya tambah remuk. Mungkin, tulang belakangku memang patah.

"Aduh, malangnya! Tulang ekormu agak retak sedikit, Car." Sesuai dengan dugaanku, Nyonya Nymph Berlendir ini mengatakan yang sama.

Aku hampir menjerit ketika Tuan Satir berusaha memasukkan minuman yang dibuat dari jahe dan beberapa lidah buaya yang keluar dari nymph itu. Namun ketika aku meminumnya, badanku terasa agak dingin.

"Nyonya Dynn baru saja melakukan sihir yang tingkatnya hampir setara dengan sihir yang sering digunakan oleh Empusa. Untuk mengeluarkan sihir itu memang memakan energi yang cukup banyak, beliau sekarang sedang terbaring di kediamannya. Sedangkan ketiga burung itu bernama Sparra, tidak pernah dibangunkan dalam waktu lima puluh tahun terakhir ini. Dia agak agresif jika dikeluarkan dengan paksa. Tetapi jangan takut, dia baik, akan membantu kami dalam menyelamatkan Athanasía atau siapapun itu," jelas Tuan Satir dengan halus.

Aku juga baru menyadari, ternyata kami sudah berada di aula. Para demigod yang sudah sadar, jumlahnya sangat sedikit. Alaric dan Selena bahkan masih terpejam. Para nymph berusaha mengguyur badan mereka agar cepat sadar, ya memang kejam.

Kenneth sudah terbangun, tetapi matanya masih terpejam. Ia terdengar merintih kesakitan, tetapi berhasil ditenangkan oleh Hagne yang rupanya sehat bugar.

"Untuk melakukan latihan, mengapa pula Nyonya Dynn melakukan semua itu? Bukankah itu membahayakan kesehatannya?" tanyaku lebih dalam.

Tuan Satir mengangguk, mungkin menyetujui ucapanku. "Athanasía, Pemburu Artemis yang baik. Tujuannya kemari adalah akan mengajari para demigod di sini untuk melatih kekuatannya. Tetapi malah dihalangi oleh Empusa yang mungkin membawa kawan. Jadi, aku menyimpulkan bahwa Nyonya Dynn sangat marah, dia ingin kita semua membalaskan dendamnya secepat mungkin." Setelah selesai semuanya, termasuk mengatakan informasi barusan ini, Nyonya Nymph Berlendir mengajak Tuan Satir untuk mengobati demigod yang lain.

Nyonya Kaia datang dari tangga, dia berjalan dengan santai seakan-akan yang barusan ini adalah kejadian biasa saja, selalu seperti itu. Dia berdiri di tangga terakhir, sembari menatap kami satu per satu.

"Banyak demigod yang terlalu lemah," katanya, cukup keras, sehingga semua yang sudah sadar langsung menoleh.

Nyonya Kaia berjalan ke arahku, barangkali ingin menanyai keadaanku sekarang, lalu jika aku mengatakan tidak baik-baik saja, dia mungkin akan mengajak Nyonya Ivy dan kijang bersayap untuk membawaku kembali kepada pelukan Ibu.

Rupanya tidak, dia malah memandangku dengan tajam.

"Kami melihat secara langsung siapa saja demigod yang berhasil melumpuhkan Sparra. Kenneth dengan liontinnya, Carmelo dengan anak panah emasnya, dan Selena dengan kemampuannya berbicara kepada hewan. Sayangnya, Selena kehilangan energi, sehingga dalam menyembuhkan gadis itu diperlukan waktu yang lama. Kami setuju jika yang berangkat besok adalah Zephyr dan Kenneth. Sebab, kondisi yang lain masih memburuk."

Aku melongo lebar, jujur saja ini sedikit keterlaluan. Ia mengatakan bahwa kondisi yang lain masih memburuk tanpa melihat tulang ekorku yang juga retak, tetapi sudah agak mendingan karena diberi obat oleh Tuan Satir dan Nyonya Nymph Berlendir. Aku, ingin sekali berteriak di depan mukanya, bahwa aku juga tidak sanggup.

"Kenn sudah menyetujuinya, menjemput Athanasía sama saja dengan melakukan tugas pertama dan itu juga syarat untuk kelulusan, Car," kata Nyonya Kaia, mungkin bisa membaca pikiranku.

Kenneth yang sudah kembali segar berjalan ke arahku diikuti oleh Hagne. Mereka duduk di samping aku berbaring. Setahuku, tadi Kenneth pingsan karena kekuatan 'ilusi' yang ia gunakan melampaui batas, sehingga ia kewalahan. Kenn juga sempat berkata jika kekuatan yang dipakai terlalu besar, liontinnya, atau bahkan Kenn sendiri akan meledak.

"Besok pagi kita akan berangkat bersama kijang bersayap, Car. Malam ini tidak ada latihan lagi, kami akan beristirahat, siap-siap untuk besok. Tenang saja, akan ada banyak demigod atau apalah, yang akan membantu kami. Aku yakin, Artemis dan Apollo juga akan turun tangan menghadapi kasus ini," ucap Kenn, berusaha menenangkan diriku.

Tetapi tetap saja! Aku, akademia baru, demigod baru, yang bahkan baru mengetahui bahwa diriku ini adalah demigod. Langsung dihadapkan dengan masalah yang aku sendiri tidak pernah berpikir bahwa ini akan terjadi.

Namun, tidak ada yang bisa menolak takdir. Barangkali, in yang dimaksud oleh Ibu. Bahwa aku akan melawan monster, monster yang terperangkap dalam tubuh penyihir jahat nan meloloskan diri dari Tartarus tanpa izin Hades. Empusa. Bahkan, aku sendiri belum pernah melihat wajahnya!

"Kalau-kalau tugas ini berhasil, kau masih memiliki satu tugas lain lagi," celetuk Nyonya Kaia, mulutku terbuka lebar dengan mata yang membulat. "Bakti kepada Ibumu belum terlaksana. Kala kau selamat dari tantangan menjemput maut ini, kau harus melaksanakan apa yang Ibumu perintahkan." Ia melanjutkan ucapannya dengan dalam, menusuk relung hati, membuat diriku diam penuh bersalah.

Keinginan Ibu belum terlaksana dengan baik, malahan masih menjadi rencana. Namun, takdir berkata lain. Aku harus menjemput Pemburu Artemis yang bahkan aku tidak mengenalnya dan tidak tahu mengapa aku yang harus melakukannya. Lagi-lagi, semangatku terus membara kala mengingat bahwa yang dipertaruhkan di sini justru bukanlah nyawa, tetapi harapan-harapan untuk selalu hidup yang selalu dipanjatkan kepada dewa-dewi oleh Ibu.

Rasanya, diri ini berjalan terlalu jauh tanpa membawa peta ataupun kompas. Aku tidak mengetahui arahku ingin ke mana. Aku tidak mengetahui bumi dan seisinya. Aku bodoh dalam memahami segalanya. Tetapi, mengapa orang-orang memilih Si Bodoh ini? Apa tandanya, aku memang dipersembahkan untuk meregang nyawa?

🌀

~ Centaur [Kuda besar yang bagian kepala dan lehernya adalah manusia]
~Hades [Dewa Dunia Bawah]

DELPHI: The Magic Crossbow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang