"Ketakutan merupakan salah satu sifat manusiawi. Kami para kaum kekal tidak pernah merasa setakut itu atas apa yang akan terjadi di kemudian hari. Tetapi, kami akan terus waspada tentang itu. Kau tidak perlu takut atas apapun, Nak. Kau masih terlalu belia untuk memahami semua ini. Masih ada banyak petualangan yang belum kau menangkan, masa-masa menjadi demigod dewasa yang belum kau ketahui, dan menjadi demigod paling berpengaruh terhadap keamanan, yang pastinya kau belum pernah memikirkan itu semua, kan?"
Demi Olympus! Aku memang tidak pernah berpikir sejauh itu. Aku merupakan remaja yang hidup didampingi rasa takut akan sesuatu yang tidak pasti. Lalu, kuusahakan agar ketakutan ini tidak semakin menjadi.
"Hagne sulit ditemui, dia hanya mau bersama Kenn saja. Huh! Sepertinya dia menyukai Kenn," ucap Selena.
Sejak awal, aku berpikir; mungkinkah Hagne cuek hanya kepadaku saja? Kepada demigod baru yang mungkin menggelikan dirinya atas segala hal yang kulakukan? Ataukah, karena jarak usia kami yang jauh mampu membuat dia merasa menjadi senior? Sungguh, aku berpikir bahwa Hagne hanya memojokkanku saja. Padahal, sifatnya kepada Selena ataukah demigod yang lain ternyata sama saja. Hagne merupakan gadis jenius, penuh misteri, dan cuek. Kecuali ketika bersama Kenn.
Kenn yang diberitakan seperti itu langsung melayangkan tatapan tajam ke arah Selena. Dia terlihat tertarik membahas Hagne, tetapi dia tidak ingin dilihat bahwasanya dia peduli tentang Hagne.
"Sudahlah! Kalian itu masih terlalu kecil untuk membahas percintaan. Lebih baik kalian berpikir, nanti ingin dimasakkan apa ketika merayakan kemenangan kali ini?" tanya Tuan Satir yang awalnya kesal dengan percintaan remaja di bawah umur seperti kami.
"Anu, ikan bakar atau ikan apalah! Aku suka ikan!"
"Aku tidak ingin makan jika menu utamanya ikan! Ikan terlalu lucu dan baik hati untuk dimasak. Mereka sahabat Ayahanda kita berdua. Sungguh? Kau tega ingin menyantapnya? Aku lebih suka berkomunikasi secara batin dengan ikan, ketimbang harus memakan ikan-ikan itu," omel Selena, demigod yang kemungkinan besar patuh pada nasihat Ayahandanya, agar tidak sembarang menyantap ikan.
"Anu, kau tidak ingin makan? Tidak apa-apa! Nanti jatah makanmu untukku, ya!" putus Alaric, langsung menimbulkan rasa jengkel dalam diri adiknya.
Perdebatan saudara itu selesai ketika kita sampai di gerbang Akademi Stelis, banyak nymph dan demigod sudah menunggu kita dari dalam, Nyonya Dynn juga berdiri di sana.
Semua orang menatap heran ke arah perempuan berbaju zirah, barangkali para demigod tidak mengenali Artemis dalam penyamarannya ini. Nyonya Dynn dan para nymph sudah mengetahuinya. "Syukurlah kalian semua selamat!" ucap Nyonya Dynn dengan antusias. "Aku juga tidak menyangka, jika Ibunda akan ikut kemari," sambungnya. Mungkin, 'Ibunda' adalah panggilan sopan dari Nyonya Dynn untuk Dewi Artemis.
"Aku juga senang karena kalian semua baik-baik saja di sini, para demigod juga terlatih. Akadmi ini semakin aman!" Dewi Artemis mengajak kita semua untuk masuk ke aula akademi.
Para demigod melongo ketika mengetahui bahwa perempuan di balik baju zirah itu adalah Dewi Artemis, salah satu dari 12 Olympian yang turun tangan dalam mendirikan Akademi Stelos Kourelis ini.
"Bolehkah aku berbicara sebentar?" tanya Artemis secara sopan. Semua orang dan peri mengangguk. Artemis menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh ke arah sembilan nymph yang keadaannya semakin parah, Athanasía dan Kenneth juga ada di sana karena sedang akan diobati. "Kita memang berhasil membawa Athanasía ke sini, dia selamat, tetapi salah satu Dryad mati. Kita tak bisa menyalahkan satu individu, karena kita semua sudah berusaha. Aku mengapresiasi kalian semua yang sudah mau berusaha, meski tidak ikut ke dalam pertarungan tadi. Kita semua selamat, tetapi hutan tidak. Dalam pertarungan tadi, banyak pohon yang terbakar karena musuh kita lebih dominan menggunakan kekuatan apinya. Maka dari itu, aku meminta kepada kalian semua untuk turut membantu memulihkan keadaan hutan. Jika hutan terus-menerus terbakar dan rusak, kalian semua — demigod keturunan Demeter juga akan merasakan dampaknya. Jika kalian bersedia, besok pagi kita berangkat ke hutan untuk memulihkan keadaan. Terima kasih," imbuhnya.
"Car, apakah kau tidak terluka? Sepertinya, peperangan tadi sungguh berbahaya," tanya Cyra sembari menatapku dari ujung kaki sampai pucuk kepala.
"Aku sempat terluka, aku sempat tak sadarkan diri. Beruntung ada Nyonya Heavesy. Badanku masih agak sakit, tetapi tidak sesakit tadi. Dan ya, seperti yang kau ketahui, bahwa kejadian tadi sangatlah berbahaya. Beruntung, Dewi Artemis dan Dewa Apollo hadir," jelasku.
Cyra tampak terkejut, matanya membulat sempurna, mulutnya ternganga lebar. "Apa Ayah datang ke sana? Oh!" Aku mengangguk. Cyra meminta diriku untuk menceritakan kejadian tadi. Aku langsung menceritakan semuanya, tentang cahaya putih yang datang pagi-pagi sekali, Yeti yang mematahkan tulang kijang bersayap, aku yang menusuk dada Yeti dengan penuh keraguan, para tahanan yang menjerit lemas di dekat perapian, dan juga amarah Kenn saat gempa itu hadir.
"Kalian keren!" puji Cyra.
Para nymph yang terluka sedang diobati, aku dipanggil oleh Nyonya Heavesy untuk kembali diberi obat. Kenn juga sedang tertidur dengan Hagne berdiri di sampingnya dengan waswas. Setelah selesai diobati, kita makan bersama. Dewi Artemis dan Nyonya Dynn tidak hadir, mereka sepertinya sedang membahas sesuatu secara pribadi.
"Nanti malam akan ada perayaan untuk kemenangan kita ini," jelas Nyonya Kaia di tengah kita sedang makan.
Setelah ini, aku dan Kenn memilih untuk pergi ke kamar. Kenn terlihat sudah lebih bugar dari sebelumnya, dia duduk di kasur milikku sembari menatap langit-langit.
"Aku selalu lemah jika berhadapan dengan kerusakan hutan. Melihat pohon mati, apalagi secara brutal seperti tadi, aku rasanya ingin ikut mati. Setengah jiwa dan ragaku ada pada hutan. Maaf ya, tadi tidak sempat membantumu. Kau berjuang sendirian demi aku dan kijang, terima kasih!" Kenn menepuk pundakku, aku tersenyum kecil.
"Tapi kau juga hebat, kau sempat menyelamatkanku. Ini adalah kerja keras tim, tidak usah berterima kasih seperti itu!"
Kenn memilih untuk beristirahat, semangatnya sudah kembali membara tatkala mengetahui bahwa besok akan diadakan kegiatan pemulihan hutan. Aku pun juga memilih untuk tidur. Perang dengan beberapa makhluk berwujud aneh rupanya amatlah melelahkan.
Mungkin, sekitar dua jam lebih aku dan Kenn tertidur, kami dibangunkan oleh Nyonya Ivy. Katanya, kita semua akan memulai perayaan ini. Ketika keluar dari kamar, bau daging yang dibakar amat menusuk, membuat perut kembali lapar meski beberapa waktu yang lalu sempat terisi.
Semuanya telah berkumpul di Amfiteater — lapangan khusus yang digunakan untuk pertunjukan seni dan lainnya. Duduk membentuk lingkaran, api unggun menyala di tengah kita. Para nymph sudah menyiapkan aneka ragam makanan. Tidaklah sekadar daging kambing hambar, keju feta, dan nektar bunga lagi. Banyak makanan yang tersaji di sini.
Kami saling melempar candaan di tengah kehangatan yang menyelimuti, demigod Hermes — Alice, gadis itu datang dengan berbagai lelucon konyolnya, membuat suasana tidak sedingin malam-malam biasanya.
Amfiteater ini tidak memiliki atap. Jadi, purnama yang meninggi di atas sana dapat dipandang secara langsung, lintang turut melengkapi keindahan malam ini. Malam nan amat syahdu, sampai-sampai lupa dengan masalah yang tengah menghantui.
Kami makan diselingi gelak tawa, Nyonya Dynn sudah tidak setegang kemarin dan tadi siang, dia mulai menunjukkan tawanya. Bahkan, Artemis sendiri — ia menampilkan wajahnya dalam bentuk perempuan dengan seragam resmi Akademi Stelios Kourelis, yaitu baju perang berwarna biru dengan logo angin dan bulan. Ia juga menggendong anak panah dengan kantong elok miliknya.
Perayaan ini sungguh menyenangkan, kami semua tertawa hampir semalaman, sehingga tiada lagi rasa kantuk yang menyerang.
Malam ini sungguh indah, ditemani oleh cahaya bulan dan gemerlap lintang, udara dingin ditepis oleh api unggun yang menghangatkan. Kisah para demigod lain semakin menambah keseruan pada acara ini. Rupanya, Stelis tidak seburuk yang dipikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELPHI: The Magic Crossbow
FantasyDelphi adalah area suci milik Apollo yang biasanya digunakan masyarakat untuk menerima ramalan yang dituturkan langsung oleh Pythia. Selayaknya tempat suci yang lain, Delphi juga sangat dijaga ketat oleh manusia, nymph dan satir, serta para Olympian...
