Kenn terus menyeretku agar menghindari Griffin yang semakin mendekat. Kali ini, dia harus mengeluarkan tenaga ekstra berupa hujan buatan, lagi. Serta menumbuhkan beberapa pohon melalui biji-bijian yang ia bawa.
Aku berusaha sekuat mungkin untuk berdiri tegak. Aku mengambil anak panah, dan mulai memanah Griffin yang hasilnya sangatlah mustahil. Jika dilihat, kulit Griffin sangatlah keras. Sehingga, panahku tak sanggup menembusnya.
Aku tidak putus asa meski anak panahku sisa sedikit. Aku terus menyerang Griffin sebisa mungkin.
Sayangnya, hanya sekali bergerak saja, sayap Griffin mampu membuat aku dan Kenn mundur beberapa langkah.
Di siang yang semakin dingin ini, aku hangat dipeluk kemarahan. Entah bagaimana caranya, aku akan selalu berusaha membunuh Griffin menyebalkan itu.
Beberapa pohon yang ditanam oleh Kenn baru tumbuh setengah, tetapi Griffin langsung mengobrak-abrik semuanya. Mengacaukan tatanan yang seharusnya rapi dan menyelamatkan kami. Kenn mulai kehilangan tenaga. Griffin pun, sudah dingin ditimpa hujan, masih tidak enggan untuk menyerang kami.
Satu panahku menancap pada paha Griffin, makhluk berbadan besar itu menoleh lalu berjalan ke arahku. Griffin kembali mengibaskan sayapnya sembari terus menatap ke arahku. Setiap kibasan yang dilakukan, daun-daun yang masih ada pada pohon selalu berguguran. Lebih parahnya lagi, saat ini sekawanan burung Elang ekor-merah menghampiri kami. Jumlahnya lebih dari lima, sekawanan Elang ekor-merah itu mendekati Raja mereka - Griffin terlebih dahulu. Sepertinya sedang ada diskusi antarhewan. Aku hanya berusaha kabur dengan mengendap-endap meski Griffin terus mengawasi.
Kenn menarik tanganku untuk segera menjauhi sekawanan burung dan seekor hewan blasteran Singa- Rajawali. Sembari berlari, Kenn menjatuhkan banyak sekali biji-bijian dari berbagai tanaman. Aku harap, semua ini dapat membantu kami.
Baru beberapa meter melangkah, Griffin sudah kembali berada di belakang kami. Burung Elang ekor-merah pun sudah terlihat lebih marah dari pada tadi. Sekawanan itu menghampiriku dengan posisi menukik. Paruh tajam mereka, meski kecil, membuat diriku takut. Aku hanya dapat memejamkan mata sembari melangkah mundur. Griffin sendiri sudah menghampiri Kenn, dia seakan marah karena salah satu kakinya tertusuk batang pohon kecil yang belum sempat tumbuh untuk melindungi kami.
Elang ekor-merah memiliki cakar tajam, seperti Griffin. Dengan wajah kelaparan, salah satu elang memimpin penyerangan terhadap diriku yang lemah ini. Dia mematuk sisa baju zirahku pada bagian depan. Yang lain mengikuti instruksi ketuanya. Mereka semua mematuk pakaian yang semula keren ini.
Asal Ibu tahu, Ibu telah ditipu oleh keluarga Brissha yang mengatakan bahwa baju ini dapat menyetrum siapapun musuh yang datang menyerang. Nyatanya, tidak. Aku malah seperti merasa sial karena telah memakai pakaian jelek ini. Lebih parahnya lagi, tidak ada satupun musuh yang kalah berkat aku memakainya.
Apapun yang terjadi, aku hanya bisa mengacungkan panah ke atas, berharap jika para burung itu akan menancap di atasnya. Namun, apa yang aku lakukan hanyalah hal yang sia-sia.
Griffin menyemburkan api ke arah Kenn, beruntung dia bisa menghindar meski sedikit badannya terkena. Beberapa saat kemudian, Kenn kembali menyeret diriku untuk segera kabur dari sana. Kenn juga terus menaburkan benih tanaman baru, entah akan berhasil atau tidak.
Kenn berteriak histeris tatkala kakinya tidak sengaja terjatuh pada akar pohon berduri kecil yang tumbuh ketika ia menyentuhnya. Aku berusaha meraih Kenn agar tidak tersangkut di duri yang perlahan-lahan pasti akan menancap ke seluruh tubuh Kenn itu.
"Mengapa ini semua bisa terjadi?" tanya Kenn dengan panik setelah ia berhasil keluar dari duri. Saat ini, Kenn menyentuh batang pohon untuk bersandar. Ajaibnya, batang pohon itu mengeluarkan duri dan berhasil menusuk separuh badan Kenn.
Kenn langsung berlari, aku terus mengikutinya. Suatu ketika, biji tumbuhan jatuh dari saku Kenn. Biji itu langsung tumbuh menjadi pohon berbatang hijau — seperti bambu tapi teksturnya seperti pelepah pisang. Pohon hijau itu tumbuh memanjang. Kenn memaksa diriku untuk segera berlindung di balik pohon hijau ini. Aku segera ikut dengannya.
Baru sedetik merasa aman dari gangguan Griffin dan Elang ekor-merah, aku merasa bahwa tubuhku dan tubuh Kenn seperti terimpit benda besar. Aku baru menyadari bahwa pohon ini melilit kami, membuat aku kesusahan bernapas, sementara Kenn sendiri masih terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi.
Lama-lama, pohon itu membawa kami menuju sesuatu yang lebih tinggi lagi. Aku bahkan sempat berpikir jika aku sudah hampir mati karena tidak merasakan sakit lagi. Setengah jiwaku mungkin terbang bebas, meninggalkan raga yang masih tersisa di sini.
"CAR, APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?" Kenn berteriak ketakutan, ia kesusahan bernapas, sama seperti diriku.
Pada detik selanjutnya, ketika lilitan pada badan terasa semakin erat dan hampir meledakkan diri, aku dan Kenn sudah tidak sadar. Sehingga, kita sudah terbangun di dalam goa gelap yang dipenuhi oleh pohon dan dedaunan hijau.
"Kalian sudah bangun, ya?" Seorang berperawakan seperti nymph; atau mungkin dia memang nymph, mulai menghampiri kami.
Dia memercikkan air ke arah wajahku dan wajah Kenn. Sama seperti yang selalu dilakukan oleh Nyonya Nymph Berlendir. Mungkinkan, dia sudah mengobati kami terlebih dahulu sebelum kami tersadar.
Dalam beberapa detik pertama, aku belum menaruh curiga apapun. Aku merasa, mungkin ini adalah nymph yang dimintai bantuan oleh Nyonya Dynn untuk menyelamatkan aku dan Kenn.
Kenn baru membuka matanya. Kami adalah remaja yang menyedihkan. Duduk di tengah goa yang tanahnya basah karena serapan air, pakaian compang-camping dengan bercak darah di mana-mana, dan berlari ketakutan sembari berusaha menyelamatkan diri.
Salah satu nymph dengan rambut secokelat batang kakao menghampiri kami. Dia memaksa aku dan Kenn untuk bercerita. Untuk sesaat, Kennlah yang bercerita. Dia bercerita sembari menunjukkan amarah, kesedihan, takut, dan segala ekspresi yang sempat menghiasi wajahnya dalam beberapa waktu yang lalu. Aku hanya diam, mengangguk jika diajak berbicara.
Nymph yang satunya lagi, berambut merah, dia datang dengan wajah judesnya. Aku menunduk tatkala tatapan kami bertemu. Dia menghampiri Kenn sembari mengatakan, "Kau harus datang ke ruangan pribadi Ibunda. Ayo!" Nymph itu memaksa Kenn untuk berdiri. Kenn hanya mengikutinya saja.
Aku ikut berdiri, tetapi para nymph seakan melarang diriku untuk ikut bersama Kenn. Namun, beberapa saat kemudian, mereka mengangguk. Kamu semua dibawa masuk ke terowongan gelap ini, yang hanya terang karena obor pada setiap sisi goa.
Di penghujung sana, terdapat pintu yang menunju ke ruangan pribadi Ibunda, pintu itu terbuat dari pohon oak, pada dua sisinya diterangi obor yang nyalanya lebih besar ketimbang yang lain. Kenn dipaksa masuk, aku tinggal mengikutinya saja.
Sesampainya di ruangan itu terlihat ada seorang wanita cantik dengan mahkota bunga-bunga dan baju Himation tampil anggun di bawah obor yang menyala-nyala menerangi ruangan kecil ini. Setelah itu, para nymph disuruh keluar, menyisakan kami bertiga. Aku tersenyum sopan ke arahnya, tetapi dia cuek saja.
"Aku melihat segala kerusakan yang kau buat, Putraku. Kau terlalu banyak menumbuhkan tanaman liar, kau juga membunuh berbagai tanaman yang sebelumnya memang kami lindungi. Hutan Delphi sudah tidak asri lagi. Semuanya rusak berkat kalian!" katanya sembari menatap Kenn dengan lekat. Aku baru bisa terpana setelah menyadari bahwa wanita cantik di hadapan kami ini rupanya Demeter?
"Dari segala kerusakan yang telah kau buat, kalian tidak pernah mau menanggungnya. Aku begitu sakit, rasanya hampir mati ketika melihat hutan yang semula kami jaga dengan baik, tiba-tiba hancur begitu saja karena ulah tangan buruk kalian!"
"Pada suatu area yang tidak dipenuhi pepohonan terjadi longsor akibat hujan deras yang kau buat. Pada area yang lainnya, pohon-pohon banyak yang busuk, ada pula yang mengeluarkan duri akibat sentuhan darimu. Jagatku rusak, tempat tinggalku hancur!" Demeter berjalan mondar-mandir di hadapan Kenn, seakan benar-benar memarahi putranya seperti Ibu pada umumnya setelah mengetahui Sang Putra baru membuat masalah.
Di detik selanjutnya, Demeter mengeluarkan sesuatu dari tas daunnya, seperti lendir lidah buaya. Dia mengusapkan pada punggung Kenn yang hampir tidak berkulit. Kenn tersenyum kecil, "Terima kasih, Ibu!" Aku pun turut tersenyum.
Kecuali, tidak ketika aku melihat Demeter tiba-tiba menusukkan ranting pohon tajam yang keluar dari tangannya ke arah punggung Kenn, lalu pemuda itu terkapar. Demeter gila!
KAMU SEDANG MEMBACA
DELPHI: The Magic Crossbow
FantasyDelphi adalah area suci milik Apollo yang biasanya digunakan masyarakat untuk menerima ramalan yang dituturkan langsung oleh Pythia. Selayaknya tempat suci yang lain, Delphi juga sangat dijaga ketat oleh manusia, nymph dan satir, serta para Olympian...
