17

17.5K 983 17
                                    

Tolong tandai typo ya cintah
______


''Kamu kenapa, Res?'' tanya Mamad ketika melihat Ares yang terlihat gelisah dengan berdiri di depan pintu kamar Ailen.

Ares menoleh cepat ke arah Mamad lalu menggaruk kepalanya yang tak gatal, ''Ares ... Nggak papa, Yah. Ayah kok belum tidur?'' tanyanya karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

''Ayah baru dari depan ngobrol sama tetangga depan. Terus kamu ngapain keliatan gelisah di depan pintu? Bukannya masuk ini udah malam loh, katanya besok kamu harua balik kerja.'' ucap Mamad.

Ares menggigit bibirnya dalam, ''Ares ... Takut ganggu Ailen yang udah tidur, Yah.'' bohong Ares.

Mamad menggeleng kan kepalanya lalu membuka pintu kamar Ailen. Terlihat Ailen sedang menimang Ezar yang sulit tidur.

''Ayah?'' panggil Ailen menghampiri mereka.

''Belum tidur, Dek?'' tanya Mamad menautkan kedua alis matanya.

Ailen menggeleng pelan, ''Belum, Yah. Si Ezar susah tidur, mungkin tadi kelamaan tidur jadi malamnya malah kancilen gini.''

Mamad mengangguk paham lalu menoleh ke arah Ares yang menggosokkan kedua telapak tangannya gugup, ''Yaudah. Res? Masuk gih!''

Ares mengangguk kaku, ''Iy-iya, Yah. Ayah sebaiknya segeralah istirahat karena malam semakin larut.''

Mamad mengangguk, ''Yaudah kalau gitu Ayah ke kamar dulu ya?'' pamit Mamad berlalu menuju kamarnya dan Lili.

Ailen menatap heran Ares yang terlihat cemas bahkan di ubun-ubun suaminya itu mengeluarkan keringat, ''Apa yang kamu khawatirkan, Mas?'' tanya Ailen seraya memberi asi pada Ezar yan sedari tadi merengek.

Ares menggeleng kaku lalu membuka hodie yang di kenakannya.

Ailen terdiam sejenak, ingatannya berputar mengingat Ares yang menggeleng memberi kode untuk Jesika agar tidak melanjutkan pembicaraan saat siang tadi.

''Mas?'' panggil Ailen menyentuh bahu Ares, sontak saja membuat sang empu terkejut.

''Iy-iya?'' tanya Ares semakin cemas.

Ailen menatap bingung Ares. Ia melihat ciri-ciri  Ares seperti seorang ketakutan atau trauma yang kambuh.

Ailen memeluk Ares dengan Ezar di tengah mereka yang mulai terpejam. Ailen mengusap lembut punggung Ares.

Awalnya Ares terkejut namun lama-kelamaan ia membalas pelukan Ailen dengan erat namun tetap  hati-hati agar putranya tidak terjepit.

Lima menit mereka berpelukan lalu Ailen melepas pelukan. ''Udah tenang?'' tanya Ailen yang di balas anggukan dari Ares.

''Mau cerita, heum?''

Ares terdiam. Lama Ares terdiam lalu menatap Ailen yang juga menatapnya.

''Mas khawatirin hal apa? Cerita sama aku,'' ucap Ailen menggenggam lembut tangan Ares.

Sedari sore ia merasa bingung karena setelah kejadian Jesika tadi ia tidak lagi melihat Ares dan ia pun sibuk menyapa para tamu.

''Ma-Mas ... Takut kamu pergi ninggalin Mas.''

Ailen diam, menunggu lanjutan Ares.

''Mas ... takut kamu pergi karena Jesika yang bicara apa-apa aja ke kamu, Mas takut kamu pergi seperti orang di masa lalu Mas. Mas nggak mau kehilangan perempuan yang Mas sayang, Mas nggak akan sanggup kehilangan kamu maupun Umah.'' ucapnya menggenggam erat jari Ailen.

Ailen mengangguk paham lalu menyuruh Ares untuk tarik napas dalam lalu buang perlahan agar Ares lebih tenang.

Ailen mengehela napas perlahan lu menatap Ares yang mulai tenang, ''Aku nggak akan ninggalin, Mas. Mas nggak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi. Jadi ... Sebagiknya kita tidur, malam mulai larut.''

Ares terdiam, ia masih ragu dengan apa yang di katakan Ailen. Ailen menghela napas melibat kerdiaman Ares, ''Mas? Semua akan baik-baik saja, percaya sama aku, kita aja sama Allah agar semuanya baik-baik aja ya? Selarang kita tidur.'' ucapnya bangkit dari duduk lalu mulai merebahkan Ezar dengan hati-hati.

Ares masih terdiam duduk lalu menoleh ke arah Ailen yang menidurkan Ezar.

''Tidur, Mas. Besok kita pulang katanya ada kerjaan yang harus di selesaikan, ayo tidur.''

Ares mengangguk lalu merebahkan tubuhnya di samping Ezar.


***


Pagi telah tiba, jam menunjukkan pukul enam pagi. Ailen membuka tirai gorden jendela kamarnya hingga memperlihatkan awan-awan berwarna orange yang menandakan bahwa matahari akan muncul.

Di kota ini pukul enam memanglah masih terlihat gelap, dan jam segini belum ada aktivitas. Jam tujuh pagi barulah para orang-orang mulai melakukan aktivitas.

''Udah semua?'' tanya Ares kala melihat Ailen yang menutup resliting koper mereka.

''Udah, Mas. Tinggal bawa ke mobil aja, aku dah cek kayanya emang nggak ada yang tertinggal.'' sahutnya.

Ares mengangguk lalu menyeret koper mereka ke dalam mobil.

''Kalian beneran pulang hari ini?'' celetuk Lili dengan raut sedih.

Jeff menganggum setuju, ''Padahal Abang kamu yang tamvan inih masih merindukan adik manisnya inin'' geram Jeff memgusak jilbab instan yang di pakai Ailen.

''Abang ... jilbab Ailen kan jadi rusak ih.'' kesal Ailen.

''Hati-hati di perjalanan nanti ya, Res?'' ucap Mamad kala Ares sampak di hadapn mereka.

''Siap, Yah!'' ucap Ares berlagak hormat.

''Padahal masih ingin menggendong Ezar~'' celetuk Anita lalu menyerahkan Ezar ke gendongan Ailen.

''Nanti kapan-kapan bisa gendong Ezar lagi koj, Kak. Karena Mas Ares ada urusan pekerjaan jadi kami harus balik cepat. Mungkin lain kali di waktu libur kita akan berkumpul kembali.'' ucap Ailen menangkan mereka yang merasa belum rela melepasnya kembali pulang.

''Bunda mau cium Ezar dulu sebelum pulang.'' timpal Lili lu mengecup gemas pipi cucunya itu.

''Gemes banget sih cucu Oma ini ... jangan cepat besar ya, Nak? Nanti Omamu ini nggak kuat gendong kamu.''

Mamad menggelengkan kepala mendengar penuturan istrinya itu, ''Bunda ini ada-ada saja. Masa cucu kita kecil terus sih.''

''Bunda belum rela lihat Ezar tumbuh besar jadi pria dewasa,'' sedih Lili.

  ''Eum ... Kalau gitu kita pamit dulu ya, Yah? Bunda? Bang Jeff dan Kak Anita.'' celetuk Ares, karena jika ia tidak menyudahi situasi ini yang ada ia tidak jadi pulang.

''Iya, hati-hati dan jaga kesehatan kalian di tempat rantau sana ya?'' sahut Mamad.

Ares mengangguk kemudian ia dan Ailen menyalimi tangan mereka semua sebelum pamit.


+++

Transmigrasi Istri Polisi (END/Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang