Tandai typo
_________''Astaghfirullah ...!'' gusar Ailen mengacak rambutnya.
''Ada apa?'' celetuk Ares di samping Ailen yang terlihat gusar dengan daster yang lecek.
''Astaghfirullah!'' kaget Ailen menatap tajam Ares lalu mengusap dadanya sabar.
Ares memutar bola matanya malas. ''Tuh lihat anak kamu! Lihat!'' tunjuk Ailen ke arah Ezar yang tertawa seraya menghamburkan bedak my baby, lihat lah bocak itu kini penuh dengan bedak padahal Ailen baru saja memandikannya karena pagi ini mereka akan pergi ke upacara pelantikan jendral Danu.
Ares menghela napas lelah lalu berjongkok di depan Ezar yang tertawa dengan bertepuk tangan.
Ares mengusap pipi Ezar yang di penuhi bedak bahkan rambut putranya itu juga sudah berubah warna menjadi putih karena bedak yang menumpuk di rambutnya.
''Kan Bunda baru aja mandiin kamu, di tinggal bentar ambil baju udah begini, dan kenapa main bedak heum? Kan kasian Bundanya ... '' ucap Ares lalu menggendong Ezar ke kamar mandi untuk memandikan bocah itu kembali.
Ia merasa kasian pada Ailen yang sedari subuh hingga kini tak berhenti mengurus rumah, mengurus Ezar dan mengurus perlengkapannya.
Sedangkan Ailen? Ia sedang menatap langit ruangan guna menetralkan nafasnya yang memburu karena emosi.
Oh ayolah, Ailen atau Neta aslinya adalah orang yang sangat emosian dengan kesabaran setipis tisu di bagi lima. Bahkan para teman-temannya sering sekali terkena amukan darinya.
Ketika ia kesal secara reflek ia pasti menampol lengan temannya, sebenarnya ia hanya menampolnya dengan pelan, namun para temannya merasa kesakitan.
Ailen membersihkan sisa bedak yang berada di atas karpet khusus bermain yang berada di pojok kamar kemudian ia menaruh perlengkapan Ezar nantinya di dalam tas mungil milik bocah itu.
Setelah Ailen membereskan kamar Ares keluar dengan Ezar di gendongannya, kedua pria berbeda usia itu sama-sama mengenakan handuk, sudah pasti keduanya mandi bersama.
''Mandi lagi?'' tanya Ailen.
Ares mengangguk lalu menaruh Ezar di atas kasur. Ailen hanya mengangguk, ia sudah paham kelakuan anak sekecil Ezar yang masa aktif-aktifnya.
Dengan telaten ia memakaikan pakaian untuk Ezar, tak lupa ia memberikan minyak telon terlebih dahulu di tubuh mungil dan gempal itu.
''Nah ... sekarang rambut Ezar di sisir dulu biar tambah tampan.'' semangat Ailen menyisir miring rambut Ezar agar terlihat rapi.
''Bersiaplah, Ezar saya yang jaga.'' celetuk Ares duduk di pinggir ranjang.
Ailen mengangguk kemudian beranjak ke kamar mandi untuk bersiap, tak lupa ia mengambil baju bhayangkari barunya yang berada di gantungan.
Setelah Ailen selesai bersiap ia berjalan menuju ruang tamu dimana Ares dan Ezar berada.
''Satu ... Dua ... Ti ... Hap! Anak Ayah pintar ... '' terdengar suara Ares begitu bersemangat membuat Ailen penasaran dengan apa yang di lakukan keduanya.
''Lagi-lagi ... Ayo jalan ke arah Ayah, anak Ayah pintar ... '' Ailen tersenyum haru melihat Ezar yang berjalan pelan ke arah Ares hingga bocah itu berhasil sampai di hadapan sang Ayah.
''Pinternya anak Bunda udah bisa jalan sayang, ya ... '' celetuk Ailen berjalan ke arah keduanya berada.
Ares terpaku melihat kecantikan Ailen menggunakan seragam bhayangkari yang berkali lipat tak seperti biasanya.
Menurutnya Ailen terlihat lebih tertutup dan lebih cantik dengan polesan wajah yang natural tak memperlihatkan kemenoran.
Ailen menatap heran Ares yang menatapnya tanpa kedip, ''Apakah ada yang salah? Atau ada yang aneh? Atau apa aku terlihat seperti badut?'' tanya Ailen dengan raut wajah sedikit panik.
Ares menggelengkan kepalanya, ''Lebih cantik.'' singkatnya lalu menggendong Ezar dan berjalan ke arah Ailen berdiri.
''Sudah siap semuanya?'' tanya Ares.
Ailen mendongak menatap Ares lalu mengangguk, ''Topi Mas udah di bawa? Kan nanti upacara.''
Ares mengangguk, ''Udah di dalam mobil.'' jawabnya lalu memberikan Ezar pada Ailen, ''Ezar sama Bunda dulu ya, nak? Nanti baru sama Ayah.''
''Aaayah!'' panggil Ezar lalu tertawa.
''Iya-iya nanti main lagi sama Ayah, sekarang Ezar sama Bunda dulu, Ayahnya mau nyetir.'' kekeh Ailen, ia benar-benar merasa gemas dengan bocah di gendongannya ini.
''Susu Ezar udah, Ai?'' tanya Ares saat Ailen menutup pintu mobil.
Ailen mengangguk, ''Udah, Mas. Tadi pake pompa terus aku angetin taro di termos kecil biar nggak dingin.''
Ares mengangguk lalu melajukan mobilnya keluar rumah.
Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam, Ares yang fokus berkendara dan Ailen yang hanya diam mengamati tingkah aktif Ezar.
''Mbum! Mbum!'' antusias Ezar menunjuk Bus di samping mobil mereka kala lampu berubah warna merah membuat para pengendara lain menghentikan kendaraan mereka.
''Iya ... Itu namanya mobil Bus, kaya tayo punya Ezar di rumah.'' jelas Ailen lalu membuka kaca mobil itu agar bocah itu leluasa melihat bus berwarna kuning itu.
''Mas? Upacaranya sampe jam berapa?'' tanya Ailen.
Ares berpikir sejenak, ''Mungkin jam sepuluhan udah selesai, dan lanjut ke pinggir danau.''
''Kita gini aja nih ke danaunya? Nggak ganti dulu?'' tanyanya lagi.
Ares menggeleng, ''Yang lain juga nggak ganti, sahabat kamu pun langsung kesana.'' jawab Ares.
''Sahabat?'' batin Ailen bertanya-tanya.
''Mas nanti mampir di indomaret beli cemilan Ezar.''
Ares mengangguk kemudian tak lama ia menghentikan mobilnya di depan indomaret, ''Mas titip apa?'' tanya Ailen.
''Mas mau minuman yang ada kopinya terserah jenis apa aja,'' jawab Ares lalu memberikam dompetnya pada Ailen.
''Eeh nggak usah, Mas. Pake uang aku aja,'' tolak Ailen, karena si pemilik tubuh juga meninggalkan banyak uang dan beberapa kartu kredit di dompetnya.
''Ambil lah, kan itu tanggung jawab saya.''
Ailen terdiam sejenak lalu mengangguk dan mengambil dompet itu dari tangan si pemilik.
''Ezar mau tinggal sama Ayah atau ikut Bunda?'' tanya Ailen menatap Ezar yang malah memeluknya, ''Tut, Nda!'' antusiasnya membuat Ares mengusak gemas rambut putranya itu.
Ailen membulatkan mata lalu menampol tangan Ares yang mengusak rambut Ezar, padahal ia sudah berulang kali merapikan rambut Ezar agar terus terlihat rapi tetapi tetap saja tangan usil Ares merusaknya dan membuatnya kesal.
''Jangan di usak kan jadi nggak rapi lagi rambut anaknya!'' kesal Ailen lalu keluar mobil menuju Indomaret.
''Padahalkan saya reflek!'' keluh Ares menghela napas lelah.
++++
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Istri Polisi (END/Lengkap)
Fiksi RemajaAku, Neta Fiama, seorang mahasiswi semester akhir dengan jurusan Bimbingan Konseling yang sedang menunggu waktu wisuda. Mimpi dan harapan sudah di depan mata, hanya menunggu sedikit waktu untuk menyempurnakan mimpi dan harapan tersebut. Namun ... ke...