Tandai typo
__________Ares keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Kemudian matanya menatap Ailen yang sedang bermain dengan Ezar, sepertinya balita itu sudah membaik keadaannya.
''Jalan-jalan sore yuk!'' ajak Ares.
Ailen menoleh ke arah Ares, ''Ini udah sore.''
''Siap-siap gih, Ezar biar Mas aja yang siapin.''
''Aku gini aja lah, Mas. Tinggal pake jilbab instan aja, kan cuma jalan sore.'' jawabnya seraya memegang daster pink salem bermotif abstrak. Bahkan daster yang di kenakannya bisa di katakan dress karena bentuk potongannya yang bertingkat dan bagian tangan yang karet.
Ares mengangguk kemudian melihat Ailen yang mengenakan jilbab kurung instan malaysia tanpa pet berwarna khaki. ''Cantik,'' gumamnya.
''Mas bilang sesuatu?'' tanya Ailen kala merasa Ezar berbicara sesuatu.
Ares menggeleng sebagai jawaban, Ailen memutar bola matanya malas lalu melihat style Ares yang menurutnya ... ini tak bisa di biarkan, para perempuan di luar sana pasti akan menatap suaminya.
Bagaiman tidak, Ares mengenakan boxer berwarna hitam dan kaus putih lengan pendek di lapisi dengan jaket jeans. Dan lihat rambutnya yang di sisir rapi ke sebelah kanan.
''Ai? Tolong ambilin Soft structure carrier, biar Mas aja yang gendong.'' ucap Ares.
Jenis gendongan yang di gunakan Ares.
''Biar aku aja yang gendong, Mas.'' seraya memakai gendongan itu.
Ares hanya mengangguk lalu menyerahkan Ezar pada Ailen.
''Jangan lupa perlengkapan Ezar, Mas.'' ucap Ailen menunjuk tas berbentuk kepala beruang berwarna cokelat di atas lemari kecil milik Ezar.
Ares mengangguk lalu mengambil tas milik Ezar, tak lupa ia meraih cardigan rajut berwarna cream di gantungan, karena semakin sore kota ini terasa dingin.
''Kita naik apa, Mas?'' tanya Ailen yang fokus memakaikan topi di kepala Ezar.
Ares berpikir sejenak, ''Naik mobil aja, atau naik motor?''
''Naik motor aja, sambil menikmati angin sore.'' pungkas Ares lalu keduanya menaiki motor Yamaha Nmax berwarna hitam.
''Nda! Nda!'' seru Ezar kala melihat banyak balon berbentuk karakter kartun sesampainya di taman kota.
''Iya sayang, kita parkir motor dulu ya?'' lembut Ailen.
Ares hanya menggelengkan kepalanya melihat keantusiasan sang putra.
''Nda! Tu!'' seru Ezar kala keduanya berjalan ke arah penjual balon.
''Iya, sabar kita ini lagi jalan ke arah situ lo, Nak.'' ucap Ares seraya membenarkan topi yang di kenakan Ezar.
''Tas Ezar udah di bawa, Mas?'' tanya Ailen memastikan.
''Udah, nih!'' ucap Ares seraya membalikkan badan memperlihatkan tas Ezar yang berada di punggungnya.
Ailen terkekeh melihat Ares, ''Cocok!''
Spontan Ares menatap kesal Ailen. ''Ezar mau yang mana balonnya, Nak?'' tanya Ares menatap Ezar yang tertawa menatap balon berwarna hijau berbentuk kepala katak.
''Ezar mau yang ini?'' tanya Ailen seraya mengarahkan kepala katak itu di depan Ezar.
Ezar tak menjawab ia hanya tertawa seraya memegang kepala katak itu.
''Mang yang ini satu, berapaan, Mang?'' ucap Ailen.
''Lima belas rebu aja, Neng.'' jawab penjual itu.
Ares mengangguk lalu membuka dompetnya dan mengambil uang dua puluh ribu, ''Ambil aja baliknya, Mang.'' ucap Ares kala penjual itu hendak memberi kembalian lima ribu.
''Terima kasih banyak ya, Den. Semoga rezkinya lancar. Aamiin.''
''Aamiin,'' ucap Ares dan Ailen bersamaan. ''Terima kasih, Mang.'' jawab Ares.
''Ezar suka ya, Nak?'' ucap Ailen lalu terkekeh melihat Ezar yang memeluk balon kepala katak itu, sampai wajah Ezar saja tak terlihat karena balon yang lebih besar dari kepalanya.
''Mau jajan sesuatu?'' tawar Ares.
Ailen mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman lalu menunjuk penjual bakso bakar, ''Mau bakso bakar yang pedas.''
Ares mengangguk lalu keduanya berjalan ke arah penjual bakso bakar tersebut. ''Mas, mau?'' tanya Ailen.
Ares berpikir sejenak, ''Mas mau yang tahu aja pedes.''
Ailen mengangguk, ''Mang? Tahu lima ribu pedes, dan bakso lima ribu pedes.''
Penjual itu mengangguk lalu membakar pesanan Ailen.
''Ezar biar Mas aja yang gendong.'' celetuk Ares saat melihat Ailen merasa lelah karena Ezar yang terlalu aktif di gendongannya.
Ailen mengangguk, karena pundaknya sudah sangat pegal karena bobot Ezar yang semakin bertambah dan juga balita itu yang sedari tadi sangat aktif dengan balon berwarna hijau itu.
''Ezar sama Ayah ya, Nak? Sayang Bundanya gendong Ezar yang udah berat gini.'' ucap Ares lalu mengangkat Ezar ke gendongannya.
''Ini, Neng. Bakso dan tahu bakarnya.'' ucap penjual itu menyodorkan kantung plastik berisi pesanan mereka. Ailen menerima kantung plastik itu lalu menoleh ke arah Ares yan merogoh saku celananya.
''Ini Mang, uangnya.'' Ares menyodorkan uang sepuluh ribu pada penjual itu dengan tangan kiri yang menahan berat badan anaknya.
''Terimakasih, Den.'' ucap penjual itu.
''Mau apa lagi?'' tanya Ares melirik Ailen yang fokus memakan bakso bakarnya.
Ailen menoleh ke arah Ares dengan mulut yang terus mengunyah. Ares diam menunggu jawaban Ailen sampai wanita itu menelah kunyahannya.
''Pengen jus yang di sana,'' tunjuk Ailen ke arah ruko kecil penjuam jus yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Ares mengangguk lalu menggandeng tangan kanan Ailen yang menganggur.
Ailen terpaku menatap tangannya yang di genggam Ares, ia pun baru sadar jika Ares sudah mulai menyebutkan diri sendiri dengan sebutan, Mas. Bukan lagi lagi dengan sebutan, saya.
Sedangkan Ares? Ia pun tak tahu apa yang ia rasakan dan lakukan akhir-akhir ini. Sepertinya, hatinya mulai terbuka dan menerima Ailen. Atau ... mungkin perasaan cinta? Entah lah ia pun belum bisa memastikannya.
Ailen mengarahkan matanya ke depan, namun pandangannya malah pokus ke arah lorong sepi samping ruko itu.
Ia melihat tiga orang dewasa berdiri di depan sebuah rumah. Matanya spontan membulat kala melihat seorang gadis hendak melompat dari balkon lantai lima.
''Mas!'' seru Ailen menunjuk ke arah gadis yang hendak melompat. Terdengar teriakan bujukan dari tiga orang di depan rumah itu namun gadis itu malah menangis dan berteriak histeris.
Kedua pasutri itu berlari ke arah kejadian yang mulai ramai orang.
++++
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Istri Polisi (END/Lengkap)
Fiksi RemajaAku, Neta Fiama, seorang mahasiswi semester akhir dengan jurusan Bimbingan Konseling yang sedang menunggu waktu wisuda. Mimpi dan harapan sudah di depan mata, hanya menunggu sedikit waktu untuk menyempurnakan mimpi dan harapan tersebut. Namun ... ke...