GIDARA - 10

381 27 0
                                    

Seorang laki-laki yang ganas diluar manja di dalam ini nyatanya sedang memeluk Adara bahkan saking gemasnya ia sedikit meremas sumber kehidupan nya, Adara spontan menampar tangan nakal yang telah menyentuh aset berharga nya.

"Kondisiin tangannya." geram Adara tertahan.

"Ish, Ara. Gue aus tau." gerutu Gibran mode manja.

Adara memutar bola matanya malas tapi mau bagaimana lagi seharian ini ia tidak minum air putih, menghela nafas kemudian memegang tangan Gibran dan mengelus nya pelan.

"Anterin gue ke rumah sakit." ucapnya pelan.

Setelah pulang sekolah tadi, Adara memang berniat untuk cek kedokter berhubung Gibran juga main kerumahnya sekalian dia tau tantang kondisi kedepannya.

Gibran mengangguk tapi sebelum pelukan itu terlepas Gibran dengan liciknya mengambil ciuman sepihak di bibir Adara sehingga membuat Adara terkejut karna tidak siap.

Melotot tajam. "Kebiasaan." sengit Adara.

Gibran hanya tersenyum tipis. "Buat nahan haus." elaknya kemudian meraih tangan Adara dan menggenggam nya erat.

Gibran dengan peka ia mengambil jaket asal yang ada didepan matanya lalu memakaikan nya ke tubuh Adara dengan jarak sedekat ini membuat Gibran betah berlama-lama untuk berada di samping Adara.

Cup

Mencium kening Adara lalu menarik tangan nya dan membawanya keluar kamar, Adara hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kepribadian Gibran yang sangat berbeda jika berada di luar. Lihat saja bahkan di saat seperti ini Gibran menatap pria paruh baya (Ayah Zain) dengan tatapan dingin nya.

"Mau kemana, Ara?" tanya Zain tanpa mengalihkan pandangannya dari koran.

"Ke rumah sakit, Ayah." jawab Adara menghampiri Ayahnya diikuti Gibran.

Mengernyitkan dahinya sedikit mengerut. Ah ia ingat pasti karna bayi gede. Pikirnya.

"Yaudah, hati-hati. Oiya nanti setelah ke rumah sakit, Ayah pesan belikan martabak istimewa ya, nak." pesan Ayah.

"Duitnya, Ayah?" Adara mengulurkan tangannya.

Zain langsung mengambil uang di dompet lalu memberikan nya ke Adara.

"ini buat kamu, nanti martabaknya biar pacarmu yang beliin." pungkas Ayahnya membuat Adara melongo namun tak ayal ia terkekeh pelan. Sedangkan Gibran hanya terdiam namun juga mengiyakan dalam hati.

"Yaudah kita pergi dulu, assalamualaikum." pamitnya lalu pergi keluar rumah.

"Waalaikumsalam." jawabnya pelan.

Gibran pun melepaskan cekalan nya lalu mengambil helm dan memasang kannya di kepala Adara, Adara hanya diam menatap Gibran dari dekat.

"Lo gapapa kan? Sama kemauan Ayah gue?" tanya Adara tak enak.

Gibran hanya mengangguk ringan "wajar karna gue cowok dan seharusnya gue bawain Ayah lo buah tangan." sahutnya santai.

Adara yang mendengar pun bernafas lega, ia hanya takut jika Gibran keberatan dan menganggap nya hal yang matre.

"Naik." titahnya setelah memasang helmnya sendiri.

Adara pun menaiki motor sportnya dan mereka pun mulai membelah jalan kota menuju kerumah sakit HASAN BASRI.

Mereka pun menuju administrasi dan mengatakan kepentingan nya setelah Adara pun tinggal menunggu namanya dipanggil di ruang umum.

"ADARA SYIQA ZAIN." panggil dokter di dalam ruangan.

VERSI (GIDARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang