GIDARA - 32

268 29 1
                                    

Posisi yang awalnya nyaman untuk tidur, tiba-tiba lenyap begitu saja. Ketika sepasang kaki, melangkah mendekat ke meja seorang gadis yang hanya menutup mata.

"Ara." panggil seseorang dengan suara yang mulai ia rindukan.

Suara yang terdengar lembut dan nyaman untuk didengar, membuat Adara mendongak melihat siapa yang memanggilnya.

Gibran, laki-laki yang kini menampilkan raut wajah sendu nya. Selama Adara menjadi kekasih laki-laki sangar itu, ia tidak pernah melihat tatapan sengit dan tajam milik nya. Benarkah Adara secepat itu mengubah kebiasaan Gibran dengan tatapan datar dan tajam nya?

"Hm." Setelah lama terdiam Adara pun menyahut dengan suara yang terkesan cuek.

Gibran menghela nafas, ia duduk disamping Adara dan menggenggam tangan nya lembut.

"Kamu kenapa, Ara? Jangan buat aku jadi cowok yang gak berguna dan gak peka, karna kamu cuma diem dan ngejauh dari aku." ujar Gibran menatap jemari Adara yang ia genggam.

Adara menatap Gibran yang sibuk menatap genggaman tangan nya, "Lo di jodohin?" tanya Adara to the point.

Gibran langsung menoleh dengan wajah tegang nya sebelum raut wajah itu berubah menjadi sedikit rileks, "Kalo aku jujur, kamu marah?" tanya Gibran pelan.

Adara menimang sebelum mengangguk, "Gue marah karna sikap lo waktu itu, yang buat gue nyari jawaban sendiri."

Gibran termenung di tempat nya, ia menggenggam lebih erat jemari Adara dengan tangan kekarnya. "Ara, aku gak mau dijodohin sama Ayah. Aku gak mau Ayah kena hasutan wanita ular itu." jelasnya sedikit merengek.

Adara mengangguk kecil, ia juga tidak terima jika Gibran dijodohkan. Ternyata alasan Gibran pergi dengan buru-buru karena Gibran di jodohkan. Pikir Adara.

"Kamu kemana waktu itu? Kata Kevin kamu pergi buru-buru." Adara menggeleng pelan, "Gue gak kemana-mana, cuma buru-buru pulang karna Ayah sakit." jelasnya tak sepenuhnya bohong.

Gibran sedikit terkejut, "Om Zain sakit?" tanya Gibran. Adara mengangguk. "Kata dokter Ayah kecapean, jadi makanya aku cepet-cepet pulang." Jelasnya tersenyum kecil.

Gibran menarik ujung lengan Adara. "Masih marah nggak? Baikan ya? Jangan marah lagi, jangan jauhin Iban lagi. Iban gak mau jauh-jauh dari kamu." Gibran menatap Adara dengan tatapan melas dan sedikit berkaca-kaca.

Adara mengacak rambut Gibran gemas, "Iya gue udah gak marah sama lo. Tapi, kalo lo ada apa-apa lo bilang sama gue. Jangan langsung pergi gitu aja. Ngerti?" pesan Adara dengan tegas tanpa bantah. Gibran dengan bahagia mengangguk dan langsung memeluk Adara dengan sayang.

"Lain kali, Iban gak bakal gitu lagi." jawab Gibran dengan senyum lebar.

Ke-enam manusia yang menonton adegan lumayan romantis itu pun menghela nafas bersama.

"Akhirnya adegan peran dingin sudah berlalu sementara." celetuk Irshad merasa lega.

"Kok sementara?" beo Vio.

Irshad menatap Kevin seolah memberi kode, Kevin menangkap sinyal itu dan langsung berujar. "Masih ada hal rumit yang akan terjadi diantara mereka, emang sih konfliknya termasuk ringan. Tapi akan berkepanjangan-"

"Mereka sekarang bisa baikan, tapi gue rasa hubungan mereka akan terlalu runyam dan selalu bertengkar. Seperti pepatah, air melawan api. Diantara mereka akan selalu ada yang mengalah."

"Gue khawatir, dengan pertengkaran mereka ini bakalan membuat calon pelakor ngerusak hubungan mereka. Karna hubungan Adara dan Gibran terlalu renggang, ketika mereka dalam masa bertengkar." jelas Kevin.

VERSI (GIDARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang