GIDARA - 30

284 36 3
                                    

Dirumah Adara, Gibran sedang mengecek cctv dirumahnya ia menelusuri tiap ruangan dirumahnya. Aman, itulah jawaban nya. Dirumah itu peninggalan dan sisa kenangan nya bersama orang tuanya, sebelum ia memutuskan untuk pindah apartemen. Jika saja Bunda nya tidak pergi. Mungkin, hubungan nya dengan sang Ayah masih baik-baik saja hingga kini.

Adara datang membawa segelas jus kesukaan nya dan chiki-chiki yang ia punya dirumah. Menghampiri Gibran yang memasang raut wajah tak enak membuat Adara mengernyit.

"Kenapa?" tanya Adara. Gibran menggeleng pelan. Ia menoleh ke arah Adara yang sedang meminum jus lalu pandangan nya turun ke bukit sumber nya. Hah.

"Haus?" tanya Adara menawar. Gibran lagi-lagi menggeleng.

Adara jadi heran, ada apa dengan Gibran kali ini. Adara merasakan ada yang disembunyikan, tapi apa?

Suara dering telfon membuat Gibran mengalihkan pandangan nya ke arah benda pipih itu, mengambil dan melihat siapa yang menelfon.

Ayah Panggilan suara masuk

Melamun sebentar sebelum memencet tombol hijau.

"Hm."

"......"

"Ga bisa!"

"......"

"Gue gak mau!"

"......"

"Shit!"

"......"

"Hm."

Memutuskan panggilan dengan deru nafas tak teratur, ia menoleh ke arah Adara yang memasang wajah bingung.

"Gue pulang. Sorry ga bisa lama."

Adara sedikit terkejut mendengar nada tak enak dari Gibran. Adara mencekal tangan Gibran saat laki-laki itu ingin beranjak.

"Lo mau kemana?" tanya Adara penasaran.

Gibran menatap manik mata Adara sebentar sebelum berkata. "Gue ada perlu." ucapnya ketus sebelum akhirnya Gibran pergi meninggalkan Adara seorang diri.

"Dia kenapa sih? Baru juga baikan. Shit!" umpat Adara yang merasa kesal.

Menatap pintu yang sudah tertutup dengan pikiran yang entah kemana. Adara bergumam pelan. "Ada yang gak beres disini, gue harus cari tau." Pandangan nya mendingin menatap pintu sebelum berjalan memasuki kamarnya.

Gibran mengendara dengan kebut-kebutan sampai pada akhirnya ia sudah sampai di kediaman nya. Berjalan tergesa-gesa dengan mimik wajah yang tak enak.

"Gibran." ucap Ayla sedikit terkejut tak menyangka jika Gibran akan menuruti ucapan nya.

Gibran mengindahkan panggilan itu, ia pergi menuju tempat dimana Ayahnya berada.

Brak!

"Gibran! Jaga sopan santun mu!" bentak Satya.

"Apa yang Ayah pikirkan, hah! Ayah kira Gibran robot! Bisa Ayah mainkan sesuka hati!" bentak Gibran untuk pertama kali.

Satya melotot horor mendengar bentakan dari putra tunggalnya. Ia berdiri dari duduknya dan mendekat ke arah Gibran.

"Dan jangan kira Ayah ga tau selama ini kamu bermain dengan perempuan yang gak bener. Kamu pikir Ayah akan diam saja, hah!" bentak Satya dengan tatapan tajam nya.

"Itu urusan Gibran! Bukan urusan Ayah!-"

"Oh atau gara-gara wanita ular itu udah ngehasut Ayah supaya hubungan Gibran berantakan, iya!"

"Jaga ucapan kamu Gibran."

Plak!

Gibran merasakan pipinya panas dan kebas ia menatap nyalang Ayahnya. Terkekeh pelan dan semakin menajam.

"Jangan kira Gibran bakal diam aja ngeliat kalian berdua ngerusakin hubungan Gibran sama Adara." Gibran berdesis dengan menatap nyalang Ayahnya.

"Ayah gak mau tau! Putuskan hubungan mu dengan dia, atau kamu harus terima perjodohan yang sudah Ayah siapkan buat kamu!"

"AYAH GILA!"

"Ayah sehat dan Ayah tidak gila. Ini demi kebaikan kamu. Kamu pilih putuskan dia atau kamu menerima perjodohan ini." ancam Satya dengan nada tegas tanpa bantah.

Gibran semakin menatap benci Satya yang menjadi sosok Ayahnya. Satya menyadari tatapan itu, tapi ini yang terbaik. Ia tidak mau Gibran semakin kurang ajar di luaran sana. Ini hanya demi kebaikan nya saja.

Menyeringai tipis dan menatap Ayah nya penuh permusuhan. "Gibran gak akan pernah mutusin Adara, dan gak akan pernah mau menerima perjodohan sampah ini." Gibran menatap Ayahnya dengan tatapan tak terbaca. "Asal Ayah tau, semakin Ayah ngekang Gibran semakin besar Gibran ingin melampaui batas."

Gibran menatap Ayahnya dari atas ke bawah lalu menatap manik mata Ayahnya dengan gelap mata. "Ingat Ayah. Darah ini mengalir darah psikopat dari Ayah, Gibran bisa lakukan apapun termasuk membunuh orang yang bakal Ayah jodohkan."

"Gibran bisa melakukan apapun yang berani menghalangi hubungan Gibran dan Adara, termasuk wanita ular istrimu." Seringai itu kembali muncul dengan tatapan gelap dan aura yang semakin pekat.

"Jangan pernah menyentuh sedikitpun ujung rambutnya, atau sedikit demi sedikit istrimu yang akan jadi korban nya." Ancam Gibran tak main-main.

Gibran pun langsung pergi meninggalkan ruang kantor Ayahnya dengan aura yang masih mencekam, di depan sana ada Ayla yang sedang menunggunya.

Menghampiri dengan tatapan tak terbaca sedangkan Ayla sedikit terkejut namun tak urung ia tersenyum manis merasa senang karena Gibran menghampirinya.

"Berhenti mencuci otak Ayah gue bitch! Jangan pernah main-main dengan keturunan Aryasatya, lo belum tau jelas siapa gue. Gue peringatin sama lo, jangan berulah. Jangan pernah lo usik hidup gue, dan pacar gue, atau nyawa lo taruhan nya." ancam Gibran menatap nyalang Ayla yang merasakan hawa mencekam di sekitarnya.

Setelah mengatakan itu Gibran pergi dari rumah menutup pintu dengan keras hingga mengejutkan Ayla. Ayla menghampiri ruang kantor suaminya. Disana ia melihat suaminya sedang terduduk dengan tatapan kosongnya.

"Sayang, apa yang terjadi? Apa Gibran menolak perjodohan ini?" tanya Ayla yang sebenarnya sudah tau jawaban nya.

Satya menatap istrinya ia menggenggam tangan istrinya erat. "Sayang, apa aku terlalu keras mengekang putra kita?" tanya Satya. Ayla terdiam sebelum menggeleng pelan. "Aku rasa itu wajar sayang, kamu gak mengekang dia secara berlebihan. Tapi apa Gibran tidak mengerti sedang berbicara dengan siapa? Aku mendengar suara keributan dari bawah dan aku rasa itu keterlaluan."

"Sepertinya aku harus bertindak, aku gak mau putraku satu-satunya menjadi anak yang lebih kurang ajar." gumam nya dengan tatapan dingin. Diam-diam Ayla menyeringai. Sebentar lagi keinginan nya akan terwujud.

Ayla sebenarnya tidak benar-benar menyukai Gibran, ia hanya gemar menggoda Gibran dengan gerakan sensualnya, tujuan utama nya adalah merebut harta kekayaan dan kedua menjadikan keluarga Gibran dengan keluarga terdekatnya menjadi satu ikatan.

"Aku rasa, aku harus membicarakan ini dengan gadis itu sayang. Aku tau siapa dia, dan dia memang bukanlah gadis yang baik. Dia tidak pantas menjadi masa depan Gibran." ucap Ayla mengambil perhatian.

Satya mengangguk ia menatap istrinya dengan senyum manis. "Aku minta bantuan mu untuk berbicara dengan gadis itu." Ayla mengangguk dengan senyum miringnya. "Tentu."

Satya menjadi sedikit tenang. Namun, ia kembali mengingat perkataan putranya. Memang benar, darah dalam dirinya adalah darah psikopat, dulu Satya adalah orang yang berbahaya, suka membunuh siapapun yang berani menghalangi jalan nya. Namun, seiring dengan berjalan waktu terlebih saat menikah dengan mendiang istrinya. Satya sudah tidak pernah membunuh orang, bisa dikatakan ia sudah tidak mau melakukan hal keji itu. Tapi sekarang, putra nya mewarisi sifat buruknya dan itu entah sampai kapan bisa berhenti. Karna dari tatapan matanya, Gibran mengatakan dengan serius. Bahwa ia bisa membunuh siapa saja yang berani menghalangi jalan nya.

"Ayah harap itu hanya sekedar ucapan Gibran. Jangan menggunakan keburukan mu untuk menghabisi siapa saja termasuk istriku." batin Satya dengan kepalan tangan nya.

Follow
Tiktok : @si_oncom_reseekk🤙🏻
Instagram : @bocil_reseekk
Wattpad : @kiau_gibran

VERSI (GIDARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang