GIDARA - 25

347 32 2
                                    

Setelah Zain memasuki kamar, kini hanya tinggal Adara dan Gibran yang termenung lebih tepatnya Gibran. Entah kenapa mendengar kata-kata itu membuat fikiran nya berkelana. Tapi, ia berusaha acuh dan kembali menghadap Adara yang kini memainkan ponselnya.

Menubruk tubuh Adara alias memeluknya membuat Adara sedikit terkejut. Ia menatap Gibran yang sedang memasang muka melas, hei apa-apaan ekspresinya itu.

"Kenapa?" tanya Adara to the point.

"Haus, Ara. Udah beberapa hari tenggorokan Iban kering. Di apartemen sepi, di rumah males ketemu Ayah sama si ular." Gibran mengatakan itu dengan suara yang manja. Adara bergidik ngeri mendengarnya benar-benar sangat manja.

Adara mengelus rambut Gibran mengelusnya lembut dan memainkan rambutnya, mencium dan merapikan rambut Gibran. Perlakuan seperti ini juga disukai oleh Gibran karna ia merasa Adara memberikan kasih sayangnya dengan tulus.

"Lo haus banget?" tanya nya memastikan. Gibran mengangguk pelan. Ia mendongak menatap mata Adara yang juga menatapnya. "Banget."

"Dikamar aja." putusnya yang langsung bangkit dari sofa dan mengandeng tangan Gibran yang siap mengekorinya menuju kamar.

Menutup pintu dan berjalan ke arah kasur sambil bersandar, Gibran merangkak dan mendekat ke arah benda kenyal sumber kehidupannya. Melahapnya dengan ganas, memijat pelan kadang mengelus perut Adara membuat Adara merinding geli.

Adara hanya mengelus kepala Gibran lembut dan mengusap dahi pria itu. Mulai besok ia akan memulai kegiatan barunya dengan Gibran yakni membersihkan sekolah sebagai hukuman karna telah ikut aksi tawuran.

"Gue kasian sama Pak Asep, dia gak salah apa-apa tapi malah di kroyok sama mereka." Adara menghembuskan nafasnya berat. Gibran hanya bergumam menanggapi.

"Gue belum ngasih pelajaran ke Lea." ucap Adara tiba-tiba dan beralih menatap Gibran yang juga menatapnya melepaskan sebentar dan menatap Adara. "Kasih aja dia pelajaran, ganjen banget jadi cewek." ujar Gibran sebelum kembali memasukan bulatan kecil itu kedalam mulutnya.

Adara tersenyum geli melihat Gibran benar-benar seperti bayi, andai jika ia tidak mengenal Gibran apa dia akan bersikap seperti ini? Memanjakan nya, memberikan nya kasih sayang, dan meratakan semua wanita yang mendekati kekasihnya.

"Ayla itu siapa?" tanya Gibran dengan tangan yang memijat benda kenyal itu.

Adara langsung berwajah masam bisa dilihat jika Adara begitu membenci wanita yang bernama Ayla. Sedangkan Gibran penasaran sebenarnya apa yang menjadi pemicu kekasih nya sangat membenci wanita ular itu juga.

Adara mengelus pipi Gibran yang terdapat cairan susu. "Kata Ayah gue dulu, si Ayla ini pernah deketin Ayah gue, gue dulu gak seberapa paham kenapa dia deketin laki-laki yang jelas udah menikah dan punya anak. Tapi kata Ayah gue itu karna si Ayla emang butuh kasih sayang aja sekaligus duit." jelasnya panjang lebar.

"Usia dia sama gue emang gak beda jauh sih kala itu, cuma beda 5 tahun, kejadian itu pas gue masih SMP berarti dia deketin bokap gue waktu dia masih SMA." jelasnya dengan terus terang.

Gibran mengangguk paham. Ternyata Si Ayla memang wanita murahan yang suka mengincar harta. Gibran akui Zain sampai detik ini masih terlihat gagah dan tampan untuk ukuran seorang Ayah yang berusia 38 tahun mungkin bisa dikatakan sepantaran dengan Ayahnya Satya.

"Dan gue kaget ternyata si Ayla jadi istri Ayah lo, licik banget tu cewek." sambungnya menggerutu.

Gibran menggigit bulatan kecil itu sehingga membuat Adara berjingkat karena perih sekaligus kaget. "Aww."

"Ganti bahasanya, harus aku kamu kalo bisa sayang juga harus!" titahnya dengan cemberut. Ia sudah selesai minum asi karna kenyang. Adara segera memasukan nya kembali ke dalam sangkarnya menatap Gibran dengan tatapan bingung ah pura-pura bingung.

VERSI (GIDARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang