GIDARA - 35

269 37 1
                                    

Sudah seminggu semenjak kejadian kecelakaan yang menimpa Gibran, kini laki-laki arogan dan angkuh itu sudah bisa untuk pulang kerumah dengan di temani Lea, Ayla dan juga Satya yang tengah menunggu Gibran mengganti baju pasien dengan baju yang sudah disiapkan.

Lancar? Tentu, mereka tentu bahagia karena rencana mereka berhasil dengan ekspetasinya. Namun, Lea terbesit rasa kasihan karena harus membuat Gibran melupakan mereka. Namun lagi-lagi Lea menekan egonya, ini sudah sesuai dengan apa yang ia mau, ia jadi bisa dekat dengan Gibran. Walau respon laki-laki itu masih terlihat ketus, dingin dan ucapan nya yang sering kasar.

Gibran tidak berubah, namun Lea akan tetap berusaha untuk membuat Gibran jatuh ke pelukan nya. Perihal Ayla? Gibran melupakan apa yang sebenarnya terjadi antara mereka. Gibran mengira jika memang Ayla adalah orang tua nya, walau ia sendiri tidak terlalu percaya dengan apa yang dikatakan Ayla padanya.

Ini rumit, Gibran tidak bisa mengerti dan memilah yang benar. Siapa yang benar di antara ucapan mereka? Siapa mereka? Tentu saja sahabat nya. Sahabat nya tentu tak tinggal diam ketika Ayla berusaha mengambil semua perhatian nya, Ayla itu licik, wanita ular yang pernah di sematkan Gibran padanya.

Tapi sekarang? Seolah dunia sedang berada di pihak Ayla membuat Gibran hanya diam tanpa menyela atau pun bereaksi sedemikian rupa yang membuat sahabat nya sekali lagi geram dengan sikap ketua nya.

Setelah Gibran selesai mengganti baju, ia mengambil jaket kebanggaan nya yang berada di atas brankar. Memakaikan nya tak lupa juga memakai kalung yang sempat di lepas oleh suster dan disimpan di dalam lemari kecil.

"Ayo son, kita pulang." titah Satya sedikit lembut walau tatapan nya datar.

Gibran tak menjawab namun ia berjalan mendahului mereka untuk menuju area parkiran tanpa Gibran ketahui, seseorang berada di sana dengan kepalan tangan nya melihat Gibran dan Lea tengah bergandengan tangan lebih tepatnya Lea yang tidak di tolak ketika tangan nya merangkul Gibran.

Menipiskan bibirnya dengan tatapan datar dan dingin. "Gue terluka." lirihnya.

Ia memang berniat untuk menjenguk Gibran karena mendengar kabar dari Irshad jika kekasihnya berada di rumah sakit. Bukan nya ia tidak peduli ketika Gibran mengalami kecelakaan, kondisi begitu mendadak sedangkan ia harus merawat Ayahnya yang masih terbaring lemah di rumah sakit.

Adara tidak tau menahu jika selama seminggu ini Gibran berada di rumah sakit yang sama dengan Ayahnya, dan karena laki-laki itu juga tidak pernah memberikan kabar sedikitpun untuknya.

Pantas saja Adara merasa ada yang tidak beres ternyata Gibran sakit, namun hal yang menjadi pertanyaan nya kenapa ada Lea disana? Kenapa Gibran tidak menghubunginya malah ia berdekatan dengan orang yang Adara benci kehadiran nya.

Tepukan bahu membuat Adara menoleh ke belakang dimana terdapat Irshad yang menatapnya sendu, Adara tau itu tapi ia tidak akan mudah tergoyah ia harus mengatakan bahwa ia sedang baik-baik saja.

"Gue gapapa, lo gak perlu khawatir." ujarnya dengan senyum tipis.

"Lo ngapain disini?" tanya Adara mengalihkan pembicaraan. Ia bahkan tak tahu jika Gibran beserta keluarga nya sudah tidak ada disana.

"Gue mau jenguk Ayah lo." ucap Irshad tersenyum canggung.

Adara mengangguk kemudian berjalan berbalik arah menuju ruang inap Ayah nya dirawat diikuti Irshad dibelakangnya.

Pintu kamar terbuka, bisa Irshad lihat Ayah Zain masih terlelap dengan infus yang masih terpasang di hidung dan juga tangan nya.

"Gimana kondisi Ayah lo?" tanya Irshad basa-basi.

Adara mengelus punggung tangan Zain lembut. "Kata dokter Ayah harus di rawat intens, gue yakin Ayah bakal sembuh." ucapnya dengan bibir gemetar.

Jika menyangkut sang Ayah tentu adalah hal sensitif bagi Adara, gadis itu berusaha menahan mati-matian rasa yang menyerbu masuk bersamaan rasa sakit yang mendalam.

VERSI (GIDARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang