GIDARA - 13

291 21 1
                                    

Setelah acara makan bersama Adara dengan sengaja bermesraan bermaksud untuk menguji kesabaran wanita ular gila harta, dari gerak-geriknya Adara mengetahui jika Ayla benar-benar cemburu melihat kebersamaan nya dengan Gibran.

Adara melirik sekilas Ayla yang sedang menatap Gibran.

"Sayang, kaki ku pegal-pegal, kamu mau kan pijitin kaki aku." pinta Adara dengan nada manja.

Sedikit cubitan di pinggang bermaksud untuk menuruti nya. "Jangan menatap wanita ular itu." tatapan Adara dengan senyum lebarnya.

Gibran langsung memijit kaki Adara dengan lembut ia bahkan tidak sungkan untuk menebar kemesraan nya dengan Adara di hadapan Ayla dan Ayahnya.

"Gibran, apa kamu akan menginap di sini?" tanya Ayla bermaksud menarik perhatian.

Gibran tak menoleh namun ia menjawab.

"Nggak gue cuma nurutin pacar gue yang mau dateng ke rumah." acuh Gibran.

Ayla tersenyum masam ia menatap Adara yang menatapnya songong. "Lo gak bakal bisa ngelawan gue." arti tatapan Adara.

Ayla menatap suaminya. "Sayang, apa kamu merasa Gibran sudah berubah, dia gak pernah mau pulang dan hanya beberapa kali, itu pun karna aku yang jadi ibu sambung buat Gibran." ucapnya sendu.

Satya menggeleng ia memegang tangan istrinya. "Maafkan Gibran, sayang. Aku tidak bisa mendidik nya dan berhenti menyalahkan diri mu, ini bukan salah mu." elak nya dengan tatapan teduh nya.

Satya menatap putra nya. "Apa kau tidak bisa menghargai ibu sambung mu Gibran! Dia sudah bersusah payah untuk mencoba dekat dengan mu! Dia menyayangi mu seperti anaknya." ucapnya dengan nada tegas.

Adara menyahut. "Apakah dia benar-benar menyayangi Gibran, om?" tanya nya berani.

Satya menatap tajam Adara. "Kau tidak perlu ikut campur urusan keluarga saya!" tegasnya.

Adara berdecih ia menatap Satya dengan berani dengan tatapan tak kalah tajam.

"Jelas itu urusan saya, Gibran pacar saya. Anda mau apa?" tantang Adara.

Adara menatap Satya. "Lagipula, Gibran hanya akan menyayangi mendiang Bundanya bukan orang lain. Yang hanya gila harta."

Satya beranjak dari duduknya dan menunjuk Adara. "Lantang sekali kau berbicara seperti itu terhadap istriku!" ucapnya menggebu.

Adara menatap Ayla dan Satya bergantian. "Tentu saya berani, saya gadis yang tak kenal takut apalagi terhadap istri anda, lagipula usia kita tidak jauh berbeda."

"Dan saya akan bersikap sopan, jika memang berhadapan dengan orang yang memang patut untuk di segani seperti mendiang nyonya Airin." sambung nya.

Gibran tersenyum bangga melihat Adara, gadis itu benar-benar berani terhadap siapapun bahkan Satya notabene Ayahnya, gadis yang unik. Jika para gadis berbondong-bondong untuk bersikap baik kepada Ayahnya, Adara berbeda. Dia datang dengan keberanian nya dan menjatuhkan Ayla notabene istri Ayahnya dan melawan Satya tanpa merasa takut.

"Kamu berbicara kasar seperti itu terhadap suamiku, apa kamu sadar apa yang kamu perbuat! Kamu bisa memecahkan keluarga Aryasatya." ucap Ayla merasa sedih.

"Dari awal sudah pecah dan konflik nya tetap sama! Itu karna kehadiran anda yang membuat pacar saya tidak betah di rumah ini." Adara menatap Ayla.

Ayla ingin menampar Adara namun Adara dengan gesit mencegahnya. "Om, apa kau tidak penasaran kenapa Gibran bisa segitu membenci istri baru mu?" tanya nya dengan alis yang terangkat. Ia menatap Ayla yang mematung di tempat.

Satya menatap Adara dengan pandangan sulit. "Apa yang kau maksud?"

"Karna Ayla menyukai anak mu." ucap Adara menatap Ayla yang melotot kan matanya. Satya dan Gibran terkejut namun mereka hanya diam.

VERSI (GIDARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang