Bab 18

11.2K 418 46
                                    

"Ar? Kok bisa sih?" Tanya Satria yang kebingungan. Tiba-tiba di tengah malah seperti ini temannya menelpon menyuruhnya ke rumah sakit sesegera mungkin membawa baju ganti.

Arkan hanya diam, mengangkat bahunya acuh, "ya kalau dia tahu bakalan gini, pasti dia ngelak bego!" Celetuk Daffin yang juga datang. Ia menutup mulutnya yang terbuka dan mengacak-acak rambutnya, terlihat sekali ia baru bangun tidur. Bahkan dia sudah menggunakan piyama.

"Mana bajunya?" Tanya Arkan, ia pun menerima sebuah paper bag yang di bawa Satria, berisikan baju ganti.

"Lo gak papa?" Tanya Satria lagi.

"Nah ini, nih. Lihat noh kepalanya di balut, tangannya di infus. Nanya lagi gak papa?!" Sahut Daffin lagi.

"Ar, bisa geseran dikit ga? Kayanya nyaman banget nih kasur." Celetuk Daffin.

"Emang gila lo Daf! Orang kecelakaan bego!" Sergah Satria yang cemas sendiri melihat kelakuan Daffin yang terlalu suka-sukannya.

"Eh, iya maaf." Jawabnya. Tapi abis itu langsung rebahan di sebelah Arkan yang tangannya sudah di pasangi infus dan ada sedikit perban dikepalanya.

Arkan langsung bangkit, membiarkan Daffin yang merebahkan diri di kasurnya, memang agak laen. "Itu kepala lo kena apa Ar tadi kata dokter?" Tanya Daffin.

"Kebentur sama setir mobil, kayanya."

"Lo bawa mobil sekencang apa sih? Yakin cuma itu doang lukanya? Kaki lo? Ga patah gitu?" Tanya Satria, ia sudah tak abis pikir dengan kelakuan Arkan yang sudah di luar nalar menurutnya.

Setaunya Arkan itu orang yang tenang, tapi kenapa sekarang dia berubah menjadi orang yang begitu terburu-buru dan aneh. Tidak seperti biasanya yang tenang dan selalu diam saja.

"Mobil lo gimana?"

"Gak tahu gue, kayanya bamper depannya yang rusak." Balas Arkan.

"Lo nabrak apa sih?"

"Tiang jalan, tapi karena gue laju bawanya, jadi ya gitu."

"Lo kecelakannya dimana?" Tanya Satria lagi, dia benar-benar penasaran.

"Depan komplek melati," Jawab Arkan.

"Ngapain lo disitu? Itu bukannya komplek cewek itu ya?" Tanya Satria, sekarang dia mulai mengerti. Tapi dia juga masih bingung.

"Iya, gue baru pulang dari rumah dia."

"Terus lo ngapain balap-balapan disitu?! Kan jalannya kecil gitu, lo ugal-ugalan?!" Tanya Satria lagi dengan nada tak habis pikir.

"Iya, gue juga gak tahu kenapa."

"Terus dia kemana? Gak ikut kesini?" Tanya Satria memperhatikan sekitar.

"Engga, gue gak mau ngasih tahu dia."

"Kenapa?" Satu pertanyaan itu langsung keluar dari mulut Satria begitu saja. Ia menatap wajah temannya itu, memang Arkan terlihat tida seperti biasanya. Wajahnya yang memang biasanya tenang namun penuh dengan pikiran didalamnya. Kali ini Satria bisa melihat jika wajah temannya itu sangat berbeda, wajahnya terlihat sedikit lesu, tatapannya juga sedikit kosong.

"Lo kenapa Ar? Kalau ada apa-apa cerita aja."

"Gapapa sih, gue juga bingung gue kenapa." Jawabnya.

"Emang lo lagi ngerasain apa?"

"Gue juga bingung banget, padahal gue selama ini gak pernah mikirin perasan cewek. Gue gak perduli mau dia ngerasa sakit atau pun nangis karena gue tolak. Tapi gue sama Alasya beda. Tapi kenapa dia kaya ngerasa gue nyakitin dia ya?" Tanya Arkan. Banyak rasa bingung yang belum ia temukan jawabnnya disini.

Virtual FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang