22

1.4K 40 0
                                    

Tangisan seorang ibu memenuhi ruangan yang terpadat 1 manusia yang tidur tanpa nyawa, Manila ibu dari putri terus menangis dengan menatap sang anak yang tertidur dengan tubuh ditutupi kain putih dan sarung batik. 

Amel ikut menangis menatapnya, ia duduk di antara barisan ibu ibu di sana memangku rakha yang diam saja dengan menatap tubuh kaku putri. Amel juga melihat rizal berlalu lalang entah sedang apa, seperti urusan membumikan mba putri.

"Maaa maa maa" Kata rakha menunjuk tubuh putri didepan sana mengalihkan perhatian seorang manila yang menatap anaknya menjadi menatap amel dan rakha.

"Dasar perebut" Kata manila menatap amel, perasaan amel sudah tidak tenang, bukan karna ia takut.

Amel mencoba memberikan rakha pada ayu yang juga duduk disampingnya, sebelum amel bangun manila terlebih dahulu berlari dan menerjang amel. Menjambak, mencakar dan memukul amel dengan tangan kosongnya, cacian terus ia keluarkan untuk amel.

"Dasar jalang, kamu perebut suami anak saya. Kamu yang menjadi dalang dari semua ini kan,  kamu yang membuat anak saya menjadi mati kamu kan yang membuat anak saya mati, kamu membuat anak saya mati, ANAK SAYA MATI. kamu membuat anak saya mati, kamu, jalang sialan." Kata kata kotor terus keluar dari mulut manila, amel diam tidak membalas perbuatan manila, sebagai ibu ibu memisahkan manila dan amel, ayu dan rakha sudah menangis.

Yang amel sayangkan, ia terlalu lama, ia kurang gesit menghindar sampai terjadi seperti ini, ini yang ia takutkan. Mengacaukan semuanya padahal lagi kondisi berduka, rizal hanya menatap saja dengan wajah sedihnya. Amel maklumi semua kejadian ini, mungkin dengan ini ibu putri bisa menjadi lebih lega? Setelah semua unek unek nya keluar dengan mencaci maki dan juga melakukan kekerasan kepadanya.

Disini amel berada, di rumah saudara dari menila, amel di aman kan disini oleh saudara manila bernama utari. Amel diberikan kamar tamu oleh utari, ia membawa amel kemari. Amel sangat bersyukur dan berterima kasih dengan utari, bahkan utari mengobatinya tadi.

"Tante tau perasaan kamu pasti sakit dengan apa yang diucapkan oleh manila, jika tante bilang jangan diambil hati tapi pastinya tidak bisa. Manila memang seperti itu, dia keras kepala, wataknya sangat keras dan tidak terima akan segala hal. Kamu anak yang baik, dari wajah mu dan perilaku mu kepada anak sambung mu membuat tante sangat adem melihatnya. Istirahat ya, jangan terlalu dipikirkan omongan manila." Kata utari ia mengelus rambut amel sebentar lalu berlalu meninggalkan amel seorang diri didalam kamar itu.

Amel merebahkan tubuhnya ia memejamkan matanya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sangat sakit, apalagi wajah dan kepalanya sangat sakit, jambakan dan cakaran manila tidak main main.

Satu jam kemudian, sebuah tangan mungil menggerayangi wajah amel bahkan amel merasakan sesuatu yang kecil dan basah menyentuh pipinya. Kepalanya terdapat usapan dari tangan besar, amel membuka matanya secara perlahan. Pertama amel menatap sang anak yang berada diatas wajahnya setelah mencium pipi amel, disebelahnya ada rizal yang masih setia mengusap rambutnya dengan duduk bersandar di kepala ranjang.

"Ndaa ngun" Kata rakha mengawali percakapan setelah amel membuka matanya.

Amel mengangguk, "bunda bangun karna ada yang sentuh wajah bunda terus bunda ngerasa pipi bunda basah, siapa ya yang cium bunda? Aka apa papa yang cium." Kata amel menatap rakha dan rizal dalam tatapan teduhnya, amel tersenyum lebih lebar saat melihat rakha tertawa dengan suara kecil imut dan lucunya.

"Paaa yum" Kata rakha menunjuk rizal yang hanya diam saja dengan tangan aktif mengusap rambut amel.

"Eh" Amel kaget akan jawaban rakha, darimana anaknya ini belajar berbohong.

"Bunda tau nggak? Yang suka bohong itu bakal dibawa sama monster jahat kan." Kata rizal kepada amel untuk menakuti sang anak.

"Dakkkk" Kata rakha dengan teriak wajahnya sudah memerah karna takut, bahkan tubuhnya sudah berada diatas tubuh amel dengan memeluk sang bunda dengan erat.

Menjadi istri kedua (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang