Malam.
Queen Group.
Masih berada di kantornya, di kursi kebesarannya saat ini Baek Hyunwo tengah melamun seorang diri.
Disisilain, dia telah mengirim Istrinya untuk kembali lebih dulu ke rumah tepat setelah menyelesaikan meeting dengan beberapa kolega mereka.
Meraih ponselnya, pria paruh baya tampan itu mulai mendial nomor seseorang.
"Ye Tuan."jawab seseorang di seberang sana.
"Datanglah ke ruanganku."
Tut!
Taklama, pintu ruangan sang CEO Queen Grup tiba-tiba di ketuk dari luar beberapa kali.
Tok!
Tok!
"Masuk."
Cklek!
Mengenakan setelan jas berwarna abu tuanya, segera seorang pria yang memiliki usia lebih muda dari Baek Hyunwo perlahan memasuki ruangan tepat setelah menutup pintu.
"Duduklah."pinta Baek Hyunwo.
Dengan patuh, pria tersebut duduk berseberangan dengan Bos_nya tersebut.
Mengambil sebuah berkas dari laci nakas meja kebesaran Istrinya yang merupakan CEO utama Queen group, perlahan Baek Hyunwo meletakkan berkas tersebut ke hadapan karyawan_nya itu. Yang dimana dia memiliki posisi sebagai pakar hukum di perusahaan Istrinya. Sama seperti Baek Hyunwo.
"Ini adalah berkas tentang data kasus penyiksaan anak di Daerah pedesaan Gungwo, yang terletak di bagian Utara Korea Selatan, bacalah."
"Baik Tuan."
Meraih berkas tebal tersebut, selanjutnya pria bernama Shangcun itu mulai membacanya secara detail.
Di pertengahan dia membaca, sesekali pria itu membulatkan matanya karena tercengang. Detik berlalu, dengan keringat dingin di dahinya, dia menutup buku tersebut, lalu mengalihkan tatapannya pada Baek Hyunwo yang tampak serius.
"Bagaimana menurutmu, apakah kita harus mengambil kasus ini?"
"Tentu saja Tuan."jawab Sangchun dengan semangat menggebu-gebu."Aku tidak bisa membayangkan, sudah berapa banyak anak yang mereka rusak mentalnya dalam hal ini. Kita harus mengungkap kasus ini, secepat mungkin,Tuan."
"Kau benar..."angguk Baek Hyunwo."Dan aku tidak bisa membayangkan jika salah satu Putri_ku berada dalam posisi anak-anak itu. Kekejian mereka terlalu biadab."
__________
Di ruang tamu, saat ini Hong Haein yang masih mengenakan pakaian kantornya, tengah mengamati pergelangan tangan Rami yang memerah tepat setelah dia membuka perbannya.
Disisilain, lima saudaranya yang lain juga ada disana, dan dengan tatapan khawatir terus memperhatikan Ibu_nya yang tengah mengamati luka Rami tersebut.
"Sepertinya ini terkilir."jelas Haein, menyentuh pipi Rami, dia melanjutkan."Sebaiknya kita pergi ke rumah sakit, hum?"
"Anie Eomma."tolak Rami yang langsung menarik tangannya menjauh."Ini tidak apa-apa, hanya luka kecil."
"Kau yakin?"ucap Haein memastikan.
"Hum..."angguk Rami dengan keras.
"Baiklah..."dengan enggan Haein menyetujui keinginan Putri kelima_nya itu.
"Tapi...kira-kira kenapa Chiquita sampai melakukan hal itu? Meskipun memang harus bertindak waspada, bukankah itu sedikit berlebihan?"tutur Asa keheranan.