"Bibi..."panggil Haein yang berhasil menyadarkan Nyonya Yoo dari lamunannya.
"Ah....begini, Eunseong mengatakan sangat membutuhkan modal untuk usaha bengkelnya yang kebetulan saat ini sedang mengalami sedikit krisis keuangan. Jadi Haein_ah, bisakah kau meminjamkan Bibi uang?"dengan tatapan penuh harap, Nyonya Yoo menatap Haein.
Tersenyum, Haein menyentuh tangan Ibu tirinya itu."Bibi aku akan...."
"Eomma, jika Eomma terus membantu Paman Eunseong, kapan dia akan belajar berdiri di atas kakinya sendiri."sela Ruka dengan nada datarnya.
Haein dan Nyonya Yoo tercengang.
Melirik Putrinya, Haein berkata."Ruka, tapi Pamanmu telah membantu kita untuk merawat Chiquita selama ini, dia..."
"Bantuan Paman hanya sebatas mengirimnya ke dalam asrama, dan setelah itu, tidak ada lagi bukan, Eomma?"kali ini Pharita lah yang menyela ucapan Ibunya.
Mengepalkan tinjunya, Nyonya Yoo secara kasar berdiri dari duduknya, dan menatap Ruka beserta Pharita nyalang."Haein, kedua Putrimu ini, benar-benar sudah keterlaluan. Jika saja Eunseong tidak menyarankan Putrimu bungsumu ke asrama itu, kemungkinan besar dia akan menjadi anak yang sangat bodoh sampai sekarang."
Seketika, Haein, Pharita dan Ruka terkejut akan ucapan Nyonya Yoo, dan reflek mereka berdiri.
"Halmoeni, jaga kata-katamu."ucap Pharita penuh penekanan.
Memasang wajah pokernya, Nyonya Yoo berkacak pinggang."Kenapa memangnya, yang aku katakan benar. Adikmu itu sebenarnya sedikit tidak waras, dan bahkan, Eunseong selalu berusaha menutupi semuanya dari kalian. Makan hanya dengan nasi dan air putih, takut makan daging, dan selalu memakan makanan basi, huh, memalukan."
Plak!
Hal mengejutkan tiba-tiba terjadi, dengan wajah yang merah padam, Ruka tiba-tiba menampar pipi kiri wanita tua di depannya.
Memegang pipinya yang terasa panas dengan mata membola, Nyonya Yoo menatap Ruka."Kau...menamparku? Beraninya kau menamparku, huh?!"
Selesai berbicara, Nyonya juga berniat melayangkan tamparan pada Ruka, namun sebelum itu terjadi, seseorang tiba-tiba mencekal pergelangan tangannya.
Swoosh!
Hap!
Segera nafas Nyonya Yoo tercekat, tepat saat melihat bahwa Haein lah yang menahan tangannya itu.
Ekspresi ramah yang sebelumnya Haein berikan padanya benar-benar lenyap. Dan saat ini yang hanya dia bisa lihat adalah ekspresi yang benar-benar dingin, dan mengintimidasi.
"Haein..."lirih Nyonya Yoo yang tanpa sadar menelan ludahnya dengan susah payah.
"Bibi, selama ini aku selalu menghormatimu, tapi... saat kau tidak bisa menghormati Putri-Putriku, aku bisa melupakan semuanya dengan mudah, tanpa terkecuali. Juga, seumur hidupku aku tidak pernah menyakiti mereka, lalu...kenapa aku bisa membiarkan orang lain untuk melukai anak-anakku."terus menatap Nyonya Yoo, perlahan Haein melepaskan tangan wanita paruh baya itu dan melanjutkan."Jika menurutmu Chiquita terbelakang, maka tidak apa-apa, karena mengesampingkan hal itu, dia tetap Putriku, dan tentunya kasih sayangku tidak akan pernah hilang hanya karena kebodohannya. Silahkan, Bibi bisa pergi sekarang."
Panik, Nyonya Yoo segera melakukan gerakan memohon."Haein, maafkan aku...aku...."
"Bibi pergilah!"bentak Haein tiba-tiba, yang dimana itu berhasil membuat Nyonya Yoo terdiam kaku di tempatnya.
Disisilain, Ruka dan Pharita diam-diam saling memandang, lalu di detik berikutnya keduanya saling melemparkan smirk pada satu sama lain.
Menunduk, dengan lemah dan tanpa kata Nyonya Yoo bergegas pergi dari sana.