Di dalam sebuah resto cepat saji yang hanya memiliki beberapa pengunjung, dengan penuh perhatian Ruka diam-diam memperhatikan wanita tua di depannya yang terlihat baru saja menghabiskan makanannya.
Menyesap air minumnya, setelahnya wanita tua itu menatap wajah menawan Ruka."Nak, terima kasih."
Ruka tersenyum manis."Ye, sama-sama Halmoeni."
"Um...apa kau masih memiliki keinginan untuk mendengar kisah Cici, Nak?"
"Tentu, tentu saja."Ruka mengangguk antusias.
"Tapi, ini sudah malam, bagaimana jika orangtuamu mengkhawatirkan mu nanti?"
"Anie...."Ruka melirik jam tangan Dior kecilnya sesaat."Ini baru pukul 8, aku masih memiliki waktu dua jam lagi sebelum tiba ke rumah, Halmoeni."
"Baiklah, aku akan memulainya kalau begitu."untuk beberapa waktu, Nenek itu terdiam, sebelum akhirnya kembali membuka suara."Cici adalah gadis kecil yang lucu, yang tepat aku temui pada sepuluh tahun silam. Dan aku sendiri tidak tahu siapa yang mengirimnya kesana, tapi...Putraku mungkin sebaliknya mengetahuinya. Juga melihat dari barang-barang yang dia bawa, dia terlihat berasal dari Keluarga berada. Namun, aku tidak mengerti tentang maksud Keluarganya itu hingga tega mengirimnya kesana."
Menundukkan kepalanya, Ruka tetap diam dan mendengarkan.
"Satu minggu pertama tinggal disana, anak itu terus menangis, dan terus memanggil setiap anggota Keluarganya. Dan tak jarang karena tangisannya itu, dia sering mendapatkan tendangan bahkan tamparan dari anakku, maupun temannya yang sama-sama memiliki tugas yang sama. Kemudian, tepat setelah mendapatkan penyiksaan, anak itu menderita demam tinggi selama lima hari, dan sesekali aku menyempatkan diri untuk menemuinya, memberikannya makan dan obat tanpa sepengetahuan siapapun."
Mendongak, Ruka tiba-tiba bisa merasakan bahwa matanya mulai memanas. Namun, karena keingintahuannya, dia tetap diam dan terus mendengarkan.
"Bulan berlalu, Cici kecil yang biasanya menangis saat itu dia tidak pernah terdengar lagi. Dan dalam keterdiamannya, sepertinya dia mulai menerima kondisinya saat itu, dia mulai menghabiskan hari-harinya bersama anak-anak yang lain, seperti memikul air dari kejauhan dengan jarak bermil-mil jauhnya, memetik buah-buahan liar di hutan, membersihkan tempat mereka, dan di malam harinya dia akan tertidur nyenyak di lantai yang benar-benar dingin bersama teman-temannya."
"Tahun berlalu, Cici kecil tak terasa sudah beranjak sepuluh tahun, dia memiliki teman yang cukup dekat dengannya, bernama Yumi. Namun, pada suatu hari, karena sesuatu kesalah pahaman, temannya itu di habisi oleh salah satu teman Putraku dengan begitu keji, tepat di hadapan Cici sendiri...dan bahkan, dengan biadabnya mereka menawarkan daging Yumi yang telah mereka masak pada Cici."menangis, Nenek itu tiba-tiba menghentikan ucapannya.
Disisilain, Ruka sendiri yang sudah sejak tadi menahan airmtanya, kini pertahanan itu runtuh, dan dengan sendirinya airmatanya jatuh begitu saja.
Sambil terisak, Nenek tua itu melanjutkan."Sejak saat itu, Cici sangat membenci daging, dan setiap aku menawarkan lauk pauk padanya, dia selalu mengatakan bahwa dia tidak mau mereka memukulnya lagi hanya karena dia memakan makanan enak. Karena hal itu, aku memberanikan diri untuk bertanya pada Putraku tentang alasan mereka memukuli Cici karena alasan sepele itu, namun bukannya menjawab, Putraku malah menamparku dan mengatakan bahwa anak-anak disana hanya layak mendapatkan makanan sisa, yang akupun tidak tahu apakah makanan itu layak atau tidak. Karena aku merasa sudah tidak sanggup untuk melihat penderitaan anak-anak disana termasuk Cici, aku memutuskan untuk melarikan diri, dan pergi sejauh mungkin dari sana. Dan tentunya, aku sempat menemui Cici sebelum pergi, dan anak itu juga sempat menitipkan sebuah barang padaku."