Jam menunjukkan waktu tengah malam, dan saat ini Chiquita yang berbaring di tempat tidurnya enggan memejamkan matanya sejak tadi.
Dengan gelisah, gadis berusia lima belas tahun itu terus menggerakkan tubuhnya ke kiri dan kanan. Sebelum akhirnya dengan tiba-tiba bangkit dan mendudukan dirinya di tempat tidur.
Tanpa sepengetahuan siapapun, sebenarnya Chiquita sempat memperhatikan Ruka dan kedua Kakaknya yang lain, yang terlihat baru kembali beberapa saat yang lalu dari kaca jendela kamarnya.
Dia penasaran, tapi disisilain dia tidak memiliki keberanian untuk bertanya secara langsung pada kelima saudaranya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Kakak perempuan pertamanya yang terlihat kacau tadi.
Dengan wajah gelisah, Chiquita mengusap wajahnya kasar."Kenapa aku khawatir? Kenapa aku harus mengkhawatirkannya?"
Menit berlalu, setelah berperang dengan pemikirannya sendiri, Chiquita tiba-tiba bangkit dari tempat tidurnya."Sepertinya semua orang sudah tertidur, aku rasa tidak ada salahnya jika aku memastikan.... kondisinya, bukan?"
Menghela nafas dalamnya, setelahnya Chiquita bergegas menuju kamar Kakak pertamanya itu.
Tiba di depan pintu kamar Ruka, dengan sedikit gugup dia meremas kedua tangannya sendiri, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mendorong kenop pintu perlahan.
Beruntungnya pintu kamar itu tidak terkunci, dan alhasil Chiquita dapat memasuki kamar itu dengan mudah.
Menutup pintu perlahan, setelahnya Chiquita segera menjatuhkan pandangannya pada sang Kakak yang tengah tertidur lelap dengan tubuh miring menghadap ke arah pintu.
Meskipun pencahayaannya cukup temaram karena hanya lampu tidur yang di nyalakan, Chiquita tetap bisa melihat dengan jelas wajah menawan Kakaknya yang tampak pucat dan lelah itu.
Perlahan dia melangkahkan kakinya ke depan, lalu mendudukan dirinya di lantai. Menopang dagunya dengan salah satu tangannya, Chiquita diam-diam memperhatikan wajah Kakaknya yang tengah tertidur itu.
"Siapa yang telah menyakitimu? Atau mungkin, ada seseorang yang telah membuatmu khawatir, Unnie?"lirih Chiquita, sebelum tersenyum getir."Kau sudah dewasa, dan harus bisa menjaga dirimu dengan baik, selamat malam."diakhir katanya, perlahan Chiquita berdiri dan berbalik berniat pergi.
"Canny...."
Sebuah panggilan pelan, berhasil membuat langkah kaki Chiquita terhenti. Dengan tubuh kaku, gadis itu berbalik.
Tepat di tempat tidur, dia bisa melihat sosok Kakaknya yang tengah berbaring setengah duduk sambil menatapnya dengan mata yang terlihat mulai memerah.
"Kau..."lirih Chiquita, yang tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Mian....maafkan Unnie."dengan airmata yang mulai luruh, Ruka berkata.
Mengepalkan kedua tinjunya, Chiquita memunggungi Ruka."Untuk apa kau meminta maaf...."
"Untuk Keluargaku.."gumam Ruka yang berhasil membuat tubuh Chiquita tersentak, dengan terisak-isak, Ruka menundukkan kepalanya dan melanjutkan."Untuk Keluargaku, dan aku sendiri yang dimana di masa lalu telah tega mengirimmu jauh dari kami."
Tanpa menjawab, dengan mata yang mulai berkaca-kaca Chiquita mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jujur, selama bertahun-tahun berlalu kami tidak pernah tidak memikirkanmu. Kami selalu berusaha mencari informasi pada Paman Eunseong, dan bahkan dengan paksaan kami juga meminta nomor asramamu padanya. Tapi apa kau tahu, dia selalu memiliki alasan untuk menolak keinginan kami, seperti disana dilarang untuk memegang ponsel dan alasan lainya. Canny..."masih dengan tangisannya, Ruka menoleh pada adiknya itu."Apakah kau mau memaafkan kami?"