Pagi.
Membuka matanya, setelah pandangan samar Chiquita akhirnya bisa melihat dengan jelas bahwa dirinya sekarang berada di dalam ruangan bernuansa putih.
Merasakan rasa perih diantara tangan kanannya, perlahan Chiquita menurunkan pandangannya dan segera menemukan sebuah selang infus yang terpasang disana.
Meringis, dengan wajah pucat dia berniat menegakkan punggungnya, namun bersamaan dengan itu, pintu bangsal tiba-tiba di buka.
"Canny, tetaplah berbaring!"seru Asa yang segera masuk bersama semua Keluarganya. Karena Chiquita telah di alihkan ke ruang rawat setelah melewati masa kritisnya, alhasil semua orang kini bisa menjenguknya.
Memegang bahu Chiquita, Asa dengan bantuan Rami segera membantu adik bungsu mereka untuk kembali berbaring.
Kembali telentang, tampak lemah Chiquita menatap satu persatu anggota Keluarganya."Aku ingin pulang...."
Tersenyum lembut, Haein mengusap surai Chiquita."Besok, besok kita akan pulang,hum..."
"Kenapa besok, kenapa tidak sekarang saja, aku ingin pulang...aku tidak mau disini."lirih Chiquita tampak murung.
"Tapi Canny...."
"Aku....akan keluar sebentar...."setelah menyela ucapan Ibunya, Asa berlalu keluar ruangan begitu saja.
Menutup pintu, dengan langkah cepat dan ekspresi serius , Asa bergegas menuju ruangan Dokter saraf yang menangani Chiquita.
Tanpa mengetuk pintu, mengabaikan etika, Asa langsung masuk begitu saja.
Dokter wanita muda yang tampak baru saja membuka jas kebesarannya cukup terkejut dengan kemunculan Asa yang tiba-tiba. Segera, dia menegakkan tubuhnya."Nona, anda...."
"Aku ingin membawa pulang adikku.."sela Asa tanpa mengubah ekspresi seriusnya.
Dokter tersebut terdiam beberapa waktu untuk mencerna ucapan Asa. Menelan ludahnya, dia kembali berkata."Tapi Nona, Nona Chiquita masih harus menjalani satu metode pemeriksaan lagi. Jadi...."
"Kita bisa melakukannya lain waktu, sekarang....cepat buat surat rujukannya dan berikan pada kedua orangtuaku."selesai berbicara, mengabaikan sang Dokter yang berniat membuka suaranya, Asa bergegas pergi dari sana.
Mendesah prustasi, sang Dokter tidak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Putri ketiga Baek/Hong tersebut. Berjalan ke arah meja kerjanya, dia mulai melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.
Setelah mendapatkan persetujuan untuk meninggalkan rumah sakit. Dengan bantuan Ayah dan Ibunya, Chiquita yang duduk di kursi roda mulai meninggalkan ruangan bangsalnya ,tepat setelah berkemas.
Disisilain, dalam diam keenam Kakaknya hanya mengikuti Ayah, Ibu dan adik bungsu mereka dari belakang.
"Eomma, Appa..."panggil Chiquita tiba-tiba.
"Ya..."jawab Haein dan Baek Hyunwo serentak.
Menunduk sendu, Chiquita melanjutkan."Apakah kalian menginginkan aku sembuh dari amnesiaku?"
Haein dan Baek Hyunwo seketika terdiam, bahkan karena terkejut keenam saudaranya sempat berhenti berjalan.
Tidak mendengar jawaban dari kedua orang tuanya, Chiquita tersenyum mengejek dirinya sendiri."Appa, Eomma...kenapa kalian tidak menjawab pertanyaanku?"
"Ah..."Haein segera memaksakan senyumnya, menghentikan langkahnya, perlahan wanita dewasa cantik itu berjalan ke depan. Melipat lututnya, sambil tersenyum dia menyentuh kedua tangan Chiquita."Tentu saja kami sangat menginginkan kau sembuh Sayang."