04

777 115 17
                                    

Langkahnya terlihat ringan seolah-olah ia lupa apa yang telah dilakukan semalam. Melihat seseorang yang dikenalnya, Kang Ha berlari kecil seraya memanggil nama pemuda yang tengah memainkan ponselnya. Senyum lebar menghiasi wajahnya, lain halnya dengan pemuda yang ia panggil namanya.

"Hei, itu Taeho."

"Ada apa itu?"

"Taeho."

"Yang benar saja." Pemuda itu bergumam saat mendengar bisikan dari orang-orang di sekelilingnya, merasa tidak nyaman ia pun melepaskan tangan Kang Ha yang memegang lengannya. "Dasar gila. Beraninya menyentuhku!" Tentunya aksinya itu membuat dirinya juga Kang Ha menjadi pusat perhatian.

"Ada apa?"

"Itu Taeho?"

"Kenapa?"

"Dia kenal?"

Bisikan terdengar semakin jelas, pemuda bernama Taeho itu pergi meninggalkan Kang Ha yang masih diam di tempatnya. "Kau benar-benar tak paham? Kau kenal dia?" Tiba-tiba ada dua pemuda mendekat dan berdiri di depan Kang Ha.

"Mustahil. Mustahil dia kenal putra Hotel Jaeyul, Taeho."

"Hei, murid beasiswa. Satu sekolah bukan berarti teman." Mendengarnya Kang Ha tertawa kecil, ia baru mengetahui peraturan baru yang mungkin dibuat oleh murid-murid tempatnya bersekolah.

"Kau tertawa? Hebat."

"Dahulu mana berani menatap kami. Kini bisa sentuh dan tertawa." Entah itu pujian atau ejekan, tetapi sepertinya opsi kedua adalah pilihan yang tepat jika didengar dari intonasi kedua pemuda di depan Kang Ha.

"Kasihan Taeho, bahunya bisa membusuk."

"Lalu, apakah tanganku juga bisa membusuk jika menyentuhnya?" Dua murid di depan Kang Ha diam membisu ketika melihat Arin menggenggam tangan Kang Ha. Situasi berubah canggung, belasan pasang mata yang tadinya memandang Kang Ha rendah langsung mengalihkan pandangan mereka dan kembali melanjutkan langkah.

"Ah... itu..." Bingung ingin menjawab apa, kedua pemuda itu pun pergi setelah saling memberi kode. Kang Ha menoleh saat tautan di tangannya terlepas, tatapannya tak lepas dari gerak-gerik Arin yang tengah menyemprotkan cairan disinfektan ke tangannya sendiri. Tanpa bicara apa-apa lagi, Arin meninggalkan Kang Ha yang terdiam di tempatnya seperti orang bodoh.

"Sial, ternyata dia sama saja." Kang Ha bergumam sendiri lalu pergi memasuki gedung sekolahnya.

• • •

"Habis kau jika jadi target mereka. Perkataan Chanmin itu nyata. Murid beasiswa itu mati karena mengusik Rian. Katanya tabrak lari, namun sebenarnya, dia menabrakkan diri karena takut. Atau mungkin disengaja."

"Kenapa murid beasiswa itu mengusik Rian?"

"Itu karena Jae-i. Beraninya dia dekat dengan Jae-i."

"Hanya itu alasannya?"

"'Hanya'? Dia pacar Rian. Salah satu titik kelemahan Rian selain Arin tentunya. Itulah Jae-i baginya."

Tak sadar kedua tangannya mengepal, bayangan semalam terputar di benaknya kala ia menerima tantangan dari Yeji. Tatapannya bertemu dengan tatapan dingin Rian, tanpa mengucapkan apapun pemuda itu pergi meninggalkannya setelah menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian kedua kalinya hari ini.

Kang Ha sedikit membalikkan tubuhnya, menatap Rian beserta antek-anteknya yang sudah melangkah jauh ke arah berlawanan. Kang Ha kembali melanjutkan langkahnya, pergi menuju kelasnya tanpa peduli orang-orang membicarakannya.

Di waktu yang sama, tepatnya di atap gedung sekolah, Arin tengah duduk menikmati kesendiriannya bersama udara pagi yang menyegarkan. Namun, rasa nikmat itu terganggu sebab kehadiran Woojin yang datang dan duduk di depannya. Ia mengabaikan pemuda itu meski ia merasa risih dengan Woojin yang menatapnya tanpa berkedip.

"Bagaimana? Apakah hatimu sudah kosong dan bisa kuisi?" Basa-basi pagi ini entah kenapa Arin tidak menyukainya. Gadis dengan jepit rambut berwarna cokelat itu melempar tatapan dinginnya pada pemuda di depannya.

"Kudengar kau baru saja mengakhiri hubunganmu dengan kekasihmu kemarin lusa." Arin menduga, Rian pasti memberitahukannya pada Woojin mengenai berakhirnya hubungan percintaan dia bersama laki-laki yang tak diketahui oleh keduanya.

"Aku tidak menyukai pria brengsek yang tidur dengan banyak wanita." Matanya menatap Woojin, tubuhnya maju menyisakan jarak sejengkal dengan pemuda yang sedang salah tingkah. "Apalagi wanita itu adalah gurunya sendiri." Setelah mengatakannya, Arin pun pergi meninggalkan Woojin yang terkejut.

Darimana Arin tahu? Padahal Woojin yakin jika tak ada satupun orang yang mengetahui hubungan gelapnya bersama wali kelasnya kecuali murid beasiswa yang meninggal saat pesta ulang tahunnya. Apa mungkin... Arin juga memiliki hubungan dengan murid beasiswa itu?

• • •

"Biar kubereskan bajingan itu diam-diam." Yunseok berkata sambil mengekori Rian yang berjalan di depannya. "Jangan diam-diam. Habisi dia terang-terangan. Buat dia sadar apa konsekuensinya jika mengganggu apa yang menjadi milikku," titah Rian.

"Sebaiknya kita tidak buat keributan. Anak itu baru mati." Yunseok terlihat tidak setuju, ia berani memberi saran tetapi sepertinya Rian tak peduli dengan saran darinya. "Baiklah, akan kubereskan. Akan kuberi dia pelajaran." Rian mendengus, ia kembali melanjutkan langkahnya.

Di pertengahan jalan menuju kelasnya, Rian menangkap eksistensi Arin yang berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Pemuda itu berlari kecil lalu menangkap tubuh Arin saat gadis itu hendak terjatuh. "Ada apa? Ada apa denganmu?"

"Sejak murid baru itu muntah di bajuku, aku merasakan mual dan pusing hingga sekarang." Tak sadar Arin menjawab pertanyaan Rian membuat kembarannya itu menggeram kesal.

"Apa yang kalian lihat?" Yunseok berteriak saat mendengar bisikan murid-murid yang membicarakan Arin. Lewat tatapan matanya, Rian memberi perintah pada Yunseok untuk 'membereskan' orang yang Arin maksud.

Rian mengangkat tubuh Arin, membawanya ke ruang kesehatan, tak mengindahkan puluhan pasang mata yang terarah padanya. Arin sendiri langsung memejamkan matanya begitu tubuhnya diangkat, sebenarnya ada satu alasan lagi mengapa dirinya pusing, hanya saja ia tidak mengatakannya pada Rian, biarlah pemuda itu mengetahuinya sendiri, betapa memuakkannya hidup Arin. []






Pelan-pelan pak supir, tolong kasi tau Woojin, cara menaklukkan hati perempuan sedingin es bukan begitu caranya wkwkwk. Hayoo, kira-kira Arin bakalan labil seperti Jae-i atau ngga?

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang