14

336 62 13
                                    

Matanya mengerjap beberapa kali, langit-langit ruangan adalah pemandangan pertama yang menyapanya begitu ia membuka kelopak matanya. Salah satu tangannya terangkat begitu menyadari adanya rasa tidak nyaman yang hinggap.

"Sejak kapan kau merahasiakannya?" Bariton khas milik Kim Rian terdengar membuat arah pandangnya teralihkan.

"Bagaimana? Apakah semua pertanyaanmu sudah terjawab, Kim Rian?"

"Jawab pertanyaanku, jangan melontarkan pertanyaan lain, Kim Arin."

Senyum tipis terulas, Rian berdiri bersedekap dada dengan sorot mengarah ke Arin yang tengah berbaring di atas brankar rumah sakit. "Healing Forest tahun lalu. Kejadian itu yang membuat Ibu mengirimkan aku sebagai pertukaran pelajar ke Kanada, padahal kejadian aslinya adalah Ibu mengasingkanku di negara itu."

"Kenapa? Kenapa kau menyembunyikannya sendirian?" tanya Rian.

"Tidak, aku tidak menyimpannya sendirian. Paman Yeongsu mengetahuinya, ia selalu mendengar ceritaku, dia yang menemaniku selama aku dibuang oleh Ibu."

"Aku takut, Paman." Tubuh Arin bergetar hebat, kalimatnya terbata-bata saat mengucapkannya. Dengan penuh kelembutan Yeongsu menarik tubuh keponakannya ke dalam pelukannya, mencoba mengalirkan rasa hangat dan kekuatan agar rasa takut itu menghilang dari diri Arin.

Tepukan pelan Yeongsu berikan di bahu Arin, perlahan Arin mulai tenang digantikan dengan deru napas yang teratur menandakan bahwa gadis itu tertidur setelah tiga hari lamanya Arin tidak memejamkan matanya. Pikiran Yeongsu kembali terbang ke tiga hari yang lalu, tepatnya satu minggu setelah dia tiba di Kanada.

"Awalnya aku hanya mengalami gangguan kecemasan, aku selalu cemas dengan hasil yang kuperoleh begitu selesai belajar, aku selalu cemas akan hari yang akan datang, aku selalu takut saat aku berada di dalam rumah.

Ibu selalu melampiaskan semuanya padaku, meski tidak secara fisik tetapi aku selalu merasa tertekan jika berada di rumah. Sedari aku berusia lima tahun, tanpa kau sadari aku selalu menjadi bonekanya Ibu, aku selalu diperintahkan untuk mengalah agar kau merasa senang.

Kue ulang tahun, hadiah istimewa, pelukan, senyuman, apresiasi kecil, dan hal-hal sederhana lainnya yang selalu kau dapat dari Ibu terkadang membuatku iri.

Aku pernah mempunyai pemikiran bahwa aku hanyalah anak yang dipungut olehnya sebelum atau sesudah kau lahir ke dunia ini.

Ibu tak memperbolehkan aku memiliki teman, Ibu tak memperbolehkan aku bermain walau hanya di sekitar rumah. Bahkan awalnya, saat kita memasuki bangku sekolah dasar, Ibu tak memperbolehkan aku untuk berbicara denganmu.

Terkadang aku berpikir, untuk apa aku hadir di keluarga ini jika banyak larangan yang aku dapatkan dibanding kebebasan yang selalu aku impikan."

Arin tersenyum masam, kepalanya mendadak pusing namun ia bisa menahannya. "Laporkan apa yang kau lihat dan kau dengar hari ini pada Ibu, lagipula tak ada lagi alasan untuk aku bersemangat menjalani hidup. Lebih baik dibuang ke negeri orang dan hidup sendirian daripada berada di negeri sendiri tetapi hidup bersama bayang-bayang Ibu."

Kedua tangan Rian mengepal, rahangnya mengetat kuat, ia mencoba mengeluarkan emosinya tanpa harus menangis. Cerita yang pernah ibunya ceritakan berbanding terbalik dengan cerita yang baru saja ia dengar dari mulut kembarannya. Rian bimbang, siapakah yang harus ia percaya?

Pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka, muncul seorang pria yang tak pernah Rian lihat sebelumnya. Dari sorot mata itu terpancar sirat kekhawatiran yang teramat sangat ketika tungkai sang pemilik semakin mendekat. Rian terdiam di tempatnya, ia hanya memperhatikan bagaimana cara pria muda itu memeluk kakak kembarnya.

'Kau tidak apa-apa? Saat Paman Kang mengirimku pesan bahwa kau masuk ke rumah sakit, aku langsung pergi tanpa berpikir panjang. Siapa lagi yang menyakitimu? Siapa lagi yang membuatmu trauma? Katakan orangnya, aku akan menghajarnya sampai babak belur.'

Arin terkekeh, kali pertama dalam hidupnya Rian melihatnya. "Ibu malu memiliki adik tiri seperti Samchon? Ibu takut Rian mengetahui jika dia memiliki seorang paman yang diasingkan dari keluarga besar?"

Ragu, tetapi Rian tetap memanggilnya. "Samㅡ chon?" Baik Arin maupun pria muda yang ternyata adalah Yeongsu menoleh ke arah Rian yang kebingungan.

'Kim Rian? Apakah itu dia?' tanya Yeongsu dibalas anggukan kecil dari Arin. Suasana berubah menjadi canggung, tak ada satu dari mereka yang berniat mencairkan suasana. Diam-diam Arin tersenyum kecil, akhirnya keinginan Yeongsu terkabulkan, yaitu bertemu dengan Rian meski hanya sebentar. []










A/n: Di ch 9 kan Yeongsu dapet kabar kalo si Arin pergi ke Kanada, nah abis itu tiga hari setelahnya dia pergi ke sana tanpa sepengetahuan Arin. Arin tau Yeongsu ada di Kanada waktu Yeongsu ngabarin kalo dia udah di bandara Kanada, jadi mau gak mau meski sebenernya mau-mau aja akhirnya Arin tinggal bareng Yeongsu selama di Kanada. Maka dari itu, Yeongsu tau manis-pahitnya kehidupan Arin.

Ada pertanyaan lain?

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang