03

748 115 34
                                    

Sebuah undangan dilempar dan mendarat di meja yang ada di depannya. Perhatian Arin teralihkan, ia melirik benda yang diberi Rian lalu kembali fokus pada buku di tangannya. "Akan ada pesta penyambutan siswa baru, kau diundang oleh Hera." Rian meletakkan sebuah kotak di sebelah kakaknya yang lagi-lagi membuat gadis itu melirik ke arah benda yang ia beri. "Aku membelikanmu gaun karena aku tahu kau tak akan memakai gaun yang selalu Ibu belikan."

Menutup bukunya, Arin menatap Rian yang berdiri di sebelahnya. "Kau... aku tahu ada maksud lain Hera mengadakan pesta dan kau menyetujuinya, terlebih lagi pesta penyambutan."

"Masih banyak perempuan yang hidup di dunia ini," celetuk Arin saat melihat perban yang melilit tangan Rian.

Helaan napas terdengar, Arin hanya diam membiarkan Rian duduk di sampingnya. "Kau tak akan mengerti rasanya ditinggal selama tiga bulan tanpa kabar lalu saat kembali dia meminta untuk mengakhiri hubungan."

"Aku mengerti," sahut Arin mengejutkan Rian kedua kalinya. "Karena aku juga baru saja mengakhiri hubunganku dengannya kemarin."

Arin memberi susu pisang dalam bentuk kemasan pada Rian membuat kening pemuda itu mengerut. "Aku membelinya kemarin sebelum pulang, rasanya tidak buruk karena aku sering meminumnya."

"Aneh, mengapa kau membeli minuman murahan seperti ini?" tanya Rian sambil meneliti minuman di tangannya.

"Hanya itu yang bisa diterima oleh mereka."

"Mereka?"

Gadis berkaos biru itu mengangguk, ia mengambil ponsel, undangan, buku, dan kotak pemberian Rian sebelum beranjak dari tempatnya. "Lidah, lambung, dan ususku." Rian berdecih pelan, tak sadar senyuman kecil terukir di bibirnya, menertawakan lelucon Arin yang sebenarnya tak lucu.

• • •

Walaupun terlihat seperti enggan menghadiri pesta, Arin tetap datang hanya untuk menghargai Hera yang telah mengundangnya melalui Rian. Di sinilah ia sekarang, tak ada satupun orang yang berani mendekatinya, duduk sendirian memandangi sekitar jauh dari kerumunan orang lalu perhatiannya tertuju pada Kang Ha yang baru saja datang. Jelas sekali pemuda itu terlihat bingung sebab hanya dia satu-satunya yang datang masih mengenakan seragam sekolah. Arin baru menyadari jika ia tak menangkap eksistensi Rian sejak dirinya datang setengah jam yang lalu. Pandangannya kembali mengedar, tak sadar tatapannya terpaku pada Woojin yang ternyata juga tengah menatapnya.

Woojin beranjak dari tempatnya begitu Arin memutuskan pandangan dengan dirinya. Ia melangkah menuju kembaran sahabatnya lalu duduk di depan gadis itu tanpa peduli tatapan Arin. "Apa kabar?" Pembukaan yang buruk, sudah jelas kondisi Arin terlihat baik-baik saja tanpa perlu bertanya.

"Kau semakin cantik setelah pulang dari Kanada. Bagaimana keadaanmu selama di sana? Apakah ada banyak hal yang membuatmu bahagia?" Tak ada jawaban dari Arin, Woojin berdeham pelan menghilangkan rasa canggung yang diciptakan oleh Arin.

"Ayo, kita mulai pesta penyambutan ini." Suara Hera mengalihkan perhatian keduanya. Tanpa seizin sang pemilik, Woojin menarik tangan Arin membawanya ke tepi kolam renang yang menjadi tempat Hera mengumpulkan teman-temannya.

"Aku tidak minum." Arin melepaskan tangan Woojin yang menariknya, ia hanya diam menonton Kang Ha yang akhirnya bangkit dari tempat duduknya setelah mendengar teman-temannya yang terus menyuruhnya untuk minum.

Arin membiarkan Woojin pergi ke single sofa yang sebelumnya memang menjadi tempat duduk pemuda itu. Matanya terus menatap pergerakan Kang Ha yang terlihat ragu memilih salah satu dari lima seloki yang masih utuh isinya.

Riuh tepuk tangan mengisi area kolam renang saat Kang Ha mengambil satu seloki. Arin masih saja diam meski ia tahu, pasti ada sesuatu yang Hera masukkan ke dalam lima gelas kecil berisi miras selain minuman yang gadis itu teguk tadi.

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang