24

355 55 6
                                    

Di ruang loker kelas dua, Rian termenung sendirian, meski banyak teman-temannya yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Pikirannya terasa penuh, rasa bersalah menyelimutinya setelah mendatangi rumah abu Inhan juga malam dimana ia selesai bertengkar dengan ibunya. Namun, yang membuatnya tertekan adalah kiriman pesan dari Yeongsu yang mengirim foto ultrasonografi juga seorang bayi mungil berjenis kelamin perempuan.

iii_i_11

|(photo)
|(photo)
|Bayi itu adalah keponakanmu. Bagaimana? Cantik, bukan? Sayangnya dia hanya menghabiskan waktu empat jam di dunia.
|Jika bukan karena Kang Inhan, aku dan kau tak akan melihatnya

Apakah Inhan yang melakukannya?|

|Seseorang yang melakukannya, namun pada saat itu Inhan mengatakan bahwa dia yang melakukannya

Atas dasar apa?|

|Inhan ingin menemani Arin yang terlalu takut untuk menghadapi dunia

Apakah kau tahu siapa pelakunya?|

|Tentu
|Kalau kau melihat sebuah album foto berwarna biru di kamar Arin, kau akan menemukan pelakunya

Ruang loker telah sepi, menyisakan Rian dan Kang Ha yang sedang mengenakan rompi vest seragamnya. Rian melirik ke arah Kang Ha sebelum akhirnya beranjak dan berhenti di belakang pemuda itu.

Merasakan ada yang berdiri di dekatnya, Kang Ha menoleh kemudian menutup pintu lokernya. Ia hendak meninggalkan ruangan begitu melihat Rian, namun ucapan dari putra pemilik Jooshin itu menghentikan langkahnya. "Aku ingin meminta maaf."

Tersirat rasa bersalah di mata Rian saat ia menatapnya, akan tetapi ia tak kunjung berbicara, menunggu kalimat selanjutnya yang akan dilontarkan oleh Kim Rian. "Aku pergi ke rumah abu."

"Kau menemui kakakku?" Tentu saja Kang Ha terkejut, ia tidak menduga sebelumnya jika Rian akan pergi menemui Inhan.

"Tragedi hari itu, memang aku tak melakukannya, tetapi benar mereka menindas Inhan. Itu semua salahku. Seharusnya aku menghentikan mereka," kata Rian.

"Waktu itu aku benci melihat Inhan bersama Jae-i, melihat Arin tersenyum dan tertawa lepas bersamanya. Jadi, aku diam menyaksikan mereka merundung Kang Inhan. Aku tahu, kau tak akan memaafkanku. Meski begitu... aku sungguh minta maaf, kepadamu dan juga Kang Inhan," sambung pemuda yang terlihat menyesal itu.

"Aku kehilangan kakakku. Berjuta kali kau minta maaf pun kakakku tak akan kembali. Minta maaf? Kau telah menghancurkan hidup orang terdekatmu, seseorang yang selalu ingin melindungimu. Mudah sekali."

Kang Ha menjeda sejenak ucapannya, ia maju satu langkah ke arah Rian yang menunduk karena merasa bersalah. "Andai tragedi itu tak terjadi, kakakku masih di sampingku, tertawa dan bercanda. Andai kalian tak menindasnya... Andai dia tak lari ke jalanan... Andai Kim Arin tak dikirim ke Kanada... Saat ini, dia pasti masih hidup.

Kau minta maaf? Ya, hiduplah dengan rasa bersalah, Kim Rian. Aku tak akan pernah, menerima maafmu." Ponsel di saku Kang Ha bergetar, ia pun mengeluarkannya. Tak sengaja Rian melihatnya, Arin lah orang yang menghubungi Kang Ha.

Omong-omong soal Arin, sudah tiga hari kembarannya itu tak pulang ke rumah, Rian tak tahu kemana dia pergi, mungkin saja dia berada di tempat lain bersama Yeongsu.

'Kang Ha, maaf.' Sang pemilik nama melirik ke arah Rian, intonasi nada suara Arin terdengar riang seolah tak ada beban yang ia pikul.

'Entah kenapa aku merasa lega setelah mengatakannya.'

"Kau dimana?"

'Entahlah, aku pun tidak tahu aku dimana. Oh! Aku menemukannya!'

Hiruk pikuk kota juga suara kendaraan yang berlalu-lalang terdengar ribut. Kang Ha yakin jika Arin berada di pinggir jalan besar sambil melangkah dan membawa sesuatu di tangannya.

"Menemukan apa?"

'Kang Inhan, dia berdiri di seberang jalan. Dia membawa anak kecil di gendongannya, sungguh menggemaskan. Tunggu sebentar, aku tak akan mematikan panggilannya, katanya dia ingin berbicara denganmu.'

"Hei, Kim Arinㅡ"

Belum selesai Kang Ha berbicara, panggilan terputus. Hal terakhir yang ia dengar adalah suara rem juga klakson truk serta teriakan orang-orang. Rasanya dejavu, Kang Ha pernah merasakan hal yang sama sebelumnya.

"Aku merindukan mereka, Kang Inhan juga putri manisku."

Kang Ha pergi dengan tergesa, meninggalkan Rian yang terdiam bingung di tempatnya. Ia pergi bukan hanya meninggalkan ruangan loker, tetapi juga SMA Jooshin. Tentunya ia tak tahu kemana akan pergi, namun sepasang tungkainya membawa ke tempat yang dikatakan oleh hatinya. []

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang