22

123 32 0
                                    

Kang Ha memiliki janji untuk bertemu dengan Arin di suatu tempat, saat ia melihat lagi lokasi yang dikirimkan Arin, ternyata titik itu berhenti di salah satu halte dekat kantor polisi. Langkahnya terhenti saat melihat Arin yang tengah melamun sambil menggoyangkan kedua kakinya. Ia tidak ingin mengganggunya, sampai Arin sendiri yang menangkap kehadirannya barulah ia melangkah mendekat ke arah perempuan itu.

"Aku akan melaporkannya," kata Arin tanpa basa-basi tentunya mengejutkan Kang Ha.

"Apa tujuanmu melaporkannya? Bukankah kau dan Rian juga akan terseret ke dalam kasus ini?" tanya Kang Ha.

Arin tersenyum tipis, ia mengeluarkan flashdisk yang berisi barang bukti perundungan yang dilakukan Yunseok dan teman-temannya pada Inhan serta murid beasiswa yang lain. "Ibuku sudah maju satu langkah, maka dari itu aku harus mengambil dua atau tiga langkah agar berdiri di depannya."

"Apakah kau tidak masalah dengan itu?" tanya Kang Ha lagi. Arin menggeleng sebagai jawaban, ia beranjak dari tempatnya, mengajak Kang Ha untuk pergi ke kantor polisi.

Begitu sampai di tempat tujuan, langkah keduanya berhenti beberapa meter dari pintu masuk, Kang Ha menoleh, memastikan jika Arin baik-baik saja. "Ayo," ajak Arin tak melepaskan pegangannya pada tali tas yang dikenakannya.

• • •

"Bagaimana?" Helaan napas terdengar membuat Arin melirik ke arah Kang Ha yang baru saja datang dan duduk di depannya. "Mereka sedang diinterogasi."

Meletakkan buku yang tengah ia baca, atensi Arin kini berpusat pada Kang Ha sepenuhnya. "Kau... tidak apa-apa?" tanyanya mengundang kerutan samar di dahi Kang Ha.

"Setelah mengetahui semuanya, mereka pasti menyudutkanmu. Mereka pasti mengira bahwa kau lah yang melaporkan semuanya," sambung Arin menjelaskan maksud pertanyaannya.

"Aku pun berpikir seperti itu, tapi tak apa." Arin mengulas senyum tipis, ia menatap dalam Kang Ha membuat pemuda itu sedikit salah tingkah. "Aku akan menemanimu untuk menghadapi semuanya."

"Karena Inhan?" Anggukan samar Kang Ha lihat, namun setelahnya gelengan kecil. "Aku tidak tahu, entah untuk Inhan, untuk diriku sendiri, atau pamanku."

"Pamanmu?" beo Kang Ha dibalas senyuman dari Kim Arin.

Arin mengalihkan pandangannya dari Kang Ha, ia memainkan sampul buku miliknya yang ia letakkan di atas meja. "Dia adalah satu-satunya sumber kekuatanku dan sekarang ibuku mencoba untuk melenyapkannya. Kami tak pernah akur semenjak kejadian ituㅡ maksudku aku dan ibuku. Situasi benar-benar berubah semenjak aku kembali dari Kanada, entah darimana keberanian yang kudapat sehingga aku bisa melawannya."

"Kang Ha." Sang pemilik nama berdeham pelan. "Menurutmu, pantaskah aku mendapatkan hukuman? Jika iya, menurutmu hukuman apa yang harus aku terima?" Kang Ha tak menjawab, ia sendiri tidak pernah menyalahkan Kim Arin atas kematian Inhan, karena ia tahu bahwa perempuan di depannya pernah menjadi sumber kekuatan untuk kakaknya dan menjadi alasan mengapa pemuda itu terkadang tersenyum saat pulang sekolah.

"Kau sudah mendapatkannya," katanya.

"Menyimpan semuanya sendiri, hidup dengan rasa bersalah sudah cukup menjadi hukuman untukmu," sambungnya.

"Kau menyimpan rasa padanya, bukan? Maksudku Jung Jae-i." Kang Ha membelalakkan matanya terkejut, darimana Arin tahu jika dia menyukai Jae-i?

"Terlihat dari tingkah lakumu yang selalu ingin melindunginya, temani dia semampumu, bersainglah secara sehat bersama Kim Rian." Mengambil bukunya yang terletak di atas meja, Arin pun beranjak setelah memberikan sebuah senyuman pada Kang Ha.

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang